Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
1 Petrus 2:11-17
(11) Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa. (12) Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka. (13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik. (15) Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh. (16) Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. (17) Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!
Orang Kristen, di mana pun dia berada, hendaknya menyatakan diri dengan terbuka melalui tindakannya, bahwa dia adalah warga yang baik dari suatu negeri yang dihuninya. Mengharapkan suatu negeri yang lebih baik bukan dengan menuntut, melainkan dengan memulaikan apa yang baik dari diri sendiri dulu.
Kedudukan kita sebagai warga negeri (negara) yang baik diulas oleh penulis 1 Petrus dari sudut kesucian hidup kita di hadapan Allah. Terkait dengan bacaan kita kali ini, ia menasihati para pendatang dan perantau untuk menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging dan berusaha melawan jiwa dosa. Keinginan-keinginan daging adalah kata lain dari dari perbuatan yang jahat. Keinginan-keinginan daging yang dikatakan oleh penulis 1 Petrus ini mempunyai kaitan erat dengan apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Galatia 5:19-20. Paulus menyebutnya dengan perbuatan daging, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Semua ini dapat menjerumuskan manusia pada kehancuran dan kebinasaan, karena itu harus ditolak sebab berlawanan dengan kemuliaan Kristus yang dianugerahkan-Nya kepada kita.
Dengan menolak perbuatan-perbuatan daging, orang-orang Kristen (sebagai bagian dari suatu masyarakat) dapat memperlihatkan kehidupan Kristen yang sesungguhnya. Kehadiran orang Kristen di mana-mana biasanya selalu ditanggapi negatif oleh masyarakat lain (misalnya dalam lingkungan masyarakat muslim). Wajar, karena mereka belum mengenal kita. Untuk itu kita harus memperlihatkan perilaku kita yang mengacu pada kebaikan Tuhan berdasarkan firmannya. Salah satunya adalah seperti yang dinasihatkan dalam bacaan kita ini.
Sungguh menarik bahwa suatu negara mempunyai peraturan-peraturan yang menentang dosa-dosa di atas. Itulah sebabnya secara masuk akal penulis 1 Petrus menasihati orang-orang Kristen untuk menaati perturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga manusia, dalam hal ini pemerintah. Bagaimana pun negatifnya pandangan orang lain terhadap kekristenan, tapi jika orang-orang Kristen menunjukkan kepatuhannya dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, sekali waktu akan diakui juga. Ketundukan (kepatuhan) kita pada pemerintah itu didasarkan pada ketundukan (kepatuhan) kita kepada Allah. Bukankah pemerintah adalah wakil Allah di dunia ini? Ingat baik-baik dasar ini. Kita hormat dan patuh pada pemerintah karena Allah. Dengan mengingat dasar ini, maka sekalipun pemerintah tidak konsisten denga peraturan yang dibuatnya, kita tetap konsisten. Atau juga, sekalipun masyarakat kita condong menyalahkan gunakan peraturan untuk kepentingannya, kita tetap patuh sebagaimana dimaksudkan oleh suatu peraturan. Dengan hidup seperti ini, kita mewujudkan kehendak Allah. Bahkan lebi lagi, dengan hidup seperti ini, kita membungkemkan kepicikan orang-orang bodoh (ay. 15).
Sayangnya, banyak gereja-gereja sekarang cenderung memisahkan diri dari masyarakat. Mungkin karena mereka beranggapan bahwa dunia (masyarakat) ini terlalu banyak berkancah dalam dosa, lalu gereja-gereja membangun “benteng-benteng pemisah” yang membuat dirinya semakin ekslusif. Bukan, bukan begitu yang dikehendaki Allah. kita harus menyatu dengan masyarakat untuk memperlihatkan apa yang baik melalui cara hidup kita. Di dalam masyarakatlah kita mau membuktikan diri dan hidupo kita sebagai hamba Allah. Hamba Allah yang tidak mudah terkontamimasi oleh penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan orang lain. Jika orang lain dalam kemerdekaan (kebebasan)nya, bebas berbuat apa saja, maka kita tidak. Mewujudkan kemerdekaan (kebebasan) kita bukan dengan berperilaku semau gue, melainkan dengan kepatuhan.
Sekali lagi, ingatlah bahwa kepatuhan kita pada peraturan adalah berdasarkan Allah (Injil). Dari sudut ini kekristenan akan benar-benar memperlihatkan citra positifnya. Ketika Mahatma Gandhi tertembak, dibalik bajunya orang menemukan Injil (secara khusus khotbah-khotbah Yesus di Bukit). Dia sungguh mencintai Yesus. Tapi mengapa sampai akhir hidupnya dia tidak mau masuk Kristen? Karena perilaku orang-orang Kristen yang dilihatnya bertolak belakang dengan isi Injil!