Pdt. Weinata Sairin: “Aku ditimpa “kesesakan” dan “kesusahan” tetapi perintah-perintahMu menjadi “kesukaanku”” (Mazmur 119 : 143)

0
563

 

 

Salah satu kekayaan pemikiran kristiani, terutama yang memiliki nuansa puitis adalah Kitab Mazmur. Mazmur dari kata Ibrani _Mizmor_ yang artinya ‘nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”. Dalam bahasa Yunani Mazmur disebut Psalmos dan dari situ lahir kata Psalms dalam Alkitab berbahasa Inggris. Mazmur dalam Alkitab berjumlah 150, yang sebagian besar digubah oleh Daud. Mazmur terpanjang adalah Mazmur 119, dengan isi 176 ayat. Ada beberapa dari Mazmur ini yang cukup populer dalam arti banyak dikutip oleh para pengkotbah. Misalnya Mazmur 119 : 105 “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”. Atau Mazmur 119 : 127 “Itulah sebabnya aku mencintai perintah-perintahMu lebih dari pada emas, bahkan dari pada emas tua”. Sebenarnya ke-150 Mazmur itu memiliki bahasa sastra yang cukup kuat sehingga cukup bagus jika dibaca dengan aksentuasi dan intonasi yang tepat.

 

Mazmur yang oleh kawan-kawan biasa disebut Kitab Zabur memang memiliki gaya sastra yang tinggi. Narasinya amat indah, dan menceritakan dengan bernas bagaimana pengalaman spiritual pemazmur dengan Allahnya. Allah yang dikenal Pemazmur bukan sekadar Allah yang transenden yang “memerintah dari surga” atau dari “langit yang tinggi yang tak bisa digapai oleh manusia fana”. Allah itu adalah kuasa yang imanen yang hadir kini dan disini dalam pergulatan keseharian manusia hina dina. Allah yang hadir di laut, di gunung, di lembah, dimana-mana di lokus tempat manusia berjalan tertatih-tatih menghidupi kehidupan.

 

Allah dalam perspektif teologis seperti ini difahami sebagai Allah yang akrab dengan manusia, Allah yang mau turun kebawah, Allah yang ikut bergulat dengan derita manusia. Dalam konteks pemahaman itu jugalah Allah hadir ketengah sejarah manusia, bahkan menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus sehingga manusia yang tengah terbelenggu dosa mendapat pembebasan total oleh Yesus Kristus.

Baca juga  Pdt. Weinata Sairin: "The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the leader is a servant" (Max DePree)

 

Ayat-ayat dari Mazmur 119 yang dikutip ini amat menarik oleh karena dibahasakan dalam gaya kontradiktif-antagonistik yang isinya memberikan pernyataan iman yang amat cerdas. Pemazmur ditimpa kesesakan dan kesusahan, tetapi perintah Allah tetap menjadi kesukaannya. Ini sebuah pernyataan teologis yang amat dalam dan definitif.

 

Kesesakan dan kesusahan adalah bagian integral dari kehidupan manusia dikekinian dunia. Orang bisa saja jatuh terhempas dan terkandas menghadapi kesesakan dan kesusahan itu. Bahkan ekstrimnya orang bisa pindah agama karena tak kuat dengan kesesakan dan kesusahan itu. Namun prngalaman spiritual Pemazmur amat spesifik. Kesesakan dan kesusahan yang ia alami tidak membuat ia jatuh, sedih, traumatik. Realitas kesesakan dan kesusahan itu menjadi tiada bermakna karena perintah Tuhan menjadi sumber kesukaannya. Perintah Tuhan, Firman Tuhan memberi kesukaan dan mampu menghadang bahkan meniadakan kesesakan dan kesusahan.

 

Kita kini hidup dalam kesesakan dan kesusahan. Ada terorisme didepan mata, ada diskriminasi, ada ketidakadilan, ada penghujatan dan penodaan kekristenan, ada kebencian, ada sikap permusuhan terhadap komunitas kita dan banyak sekali bentuk kesesakan dan kesusahan itu dalam ruang-ruang kehidupan kita.

 

Kita boleh belajar dari Pemazmur dan mengungkap pernyataan teologis seperti Pemazmur teladankan!

 

Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless.

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here