Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Renungan

Pdt. Weinata Sairin: “The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the leader is a servant” (Max DePree)

42
×

Pdt. Weinata Sairin: “The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the leader is a servant” (Max DePree)

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pdt. Weinata Sairin: “The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the leader is a servant” (Max DePree)

 

Example 300x600

Menjadi pemimpin ternyata bukan pekerjaan yang mudah dan sederhana. Pada level/aras manapun, lokal, regional, nasional atau internasional. Pada setiap level ada tingkat kerumitannnya sendiri, ada hal kondisi “kegentingan yang memaksa” dalam bobot yang bervariasi. Apakah menjadi pemimpin di keluarga, Rukun Tetangga, Rukun Warga atau Kelurahan tak ada kerumitannya ? Selalu ada saja kerumitan itu, yang penting bagaimana kita menyiasati kerumitan itu dan mengelolanya dengan baik agar program dan kehidupan bisa berjalan dengan baik. Hal yang cukup sulit bisa saja terjadi tatkala kita menjadi pemimpin keluarga, pimpinan rumah tangga. Pada level itu harus lebih banyak dikedepankan “perasaan”. Tidak seperti dalam sebuah institusi misalnya, didalam keluarga tak ada AD/ART, tak ada Tata Kerja atau Tata Kelola, tak ada SOP hampir kesemua hal dalam organisasi rumah tangga itu dikelola berdasarkan kultur, konvensi, kotbah/tausyiah yang diberikan pejabat agama pada saat berlangsung acara pernikahan.

 

Walau demikian tidak berarti di dalam keluarga itu tanpa aturan, bisa urakan dan ‘slebor’ dan sebagainya. Prinsip-prinsip organisasi secara umum ada dan diterapkan dalam keluarga, namun itu srmua secara fisik tidak dalam format sebuah ‘dokumen fisik’. Hal yang amat penting dibangun dalam keluarga selain materi yang diberikan oleh lembaga keagamaan, kotbah/tausyiah, kultur, konvensi, kitab suci adalah Cinta Kasih, Trust, Dialog, Sikap “kesalingan dan kekitaan”. Tingkat kerumitan dalam memimpin keluarga/rumah tangga lebih dielaborasi tatkala ruang bagi keluarga besar (kakek/nenek/paman dlsb) diberi tempat.

 

Keikutsertaan dan elaborasi keluarga besar dalam kehidupan rumah tangga berpotensi positif dalam upaya memperkuat basis keluarga ditengah berbagai dinamika dunia yang acap mengancam daya tahan dan keberadaan keluarga.

 

Dulu pemimpin hampir selalu diberi persepsi “orang yang berada dipuncak”. Oleh karena itu ia memerlukan banyak “tangan” untuk mampu menjangkau dan “mengais” yang dibawah. Akibatnya seorang pemimpin dikelilingi banyak orang (dengan sekian kepentingan) dan pemimpin bisa menjadi amat jauh dengan yang dipimpin baik dari segi jarak maupun dari segi ide/pemikiran. Realitas ini mengakibatkan lahirnya pemimpin elit yang tercabut dari akar sosiologisnya.

 

Kita semua berharap agar para pemimpin pada level apapun benar-benar memahami kebutuhan dasar dan mengakomodasi pemikiran orang-orang yang ia pimpin, selain memotivasi orang untuk menuju masadepan yang lebih baik. Para pemimpin mesti mengayomi mereka yang ia pimpin, membuat mereka aman dan nyaman dalam membangun kehidupannya. Pemimpin tidak hanya seorang yang visioner yang mengajak untuk melihat kedepan dengan visi baru, tetapi juga orang yang peduli dengan pergumulan riil para anggotanya di dunia nyata.

 

Kita bersyukur bahwa dalam beberapa waktu terakhir ini kata “pelayanan”, “service”, “ministry” diberi tempat lebih banyak dalam kehidupan masyarakat. Kata “pelayanan” itu sendiri yang berangkat dari kata Yunani “diakonia” sangat “memanjakan” orang lain.Kata ini awalnya diterapkan kepada orang-orang yang melayani tamu-tamu di restoran : mereka mengantarkan makanan ke meja makan, mengatur piring, gelas dan sendok sesuai dengan SOP di restoran itu. Para tamu menjadi “raja” dan dilayani penuh di restoran itu. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang berinsiatif, yang mendatangi warganya, yang membantu sepenuhnya apa keperluan warga. Banyak kantor pemerintah yang kini menyebut dirinya sebagai Kantor Pelayanan secara eksplisit sehingga warga yang datang dibantu, tidak dipersulit dan ada kepuasan dari warga karena dilayani secara cepat, transparan, menyenangkan bahkan gratis.

 

Ya sebenarnya semua kantor pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan publik harus memahami diri sebagai kantor pelayanan. Dan para pejabatnya adalah para Pelayan, atau _Diakonos_ dalam bahasa Yunani!  Pepatah yang kita kutip dibagian awal menyatakan dengan tegas bahwa Pemimpin adalah Pelayan, figur yang menuntun, mengarahkan, membimbing, mendampingi dalam perjalanan panjang menuju masa depan ceria. Kita pada level apapun membutuhkan Pemimpin Yang Melayani, bukan Pemimpin Yang Dilayani. Kita merindukan Kepemimpinan Melayani bukan Kepemimpinan Laissez Faire, yaitu kepemimpinan yang semuanya terserah kepada yang dipimpin, kepemimpinan yang mandul dan bisu. Kepemimpinan model begini akan hancur digerus zaman.!

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Weinata Sairin.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *