Sidang Raya CCA Ke-14 Berlangsung Sukses: CCA Menghasilkan Beberapa Rekomendasi dan Pernyataan Sikap.

0
689

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan, pelaksanaan Sidang Raya Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia telah berjalan dengan baik dan lancar, seluruh peserta dapat mengikuti acara persidangan dengan  gembira dengan dibantu oleh para pemandu (steward) yang telah dipersiapkan Panitia.  Sidang Raya yang diikuti 437 peserta yang berasal dari 28 Negara se-Asia telah mengambil tema Living Together in  The household of God yang artinya “hidup bersama di rumah Tuhan.” Semua peserta diajak untuk dapat mendengar satu sama lain, berbagi beban dan pergumulan, merayakan kesukacitaan dan menyuarakan hal-hal yang patut disuarakan sebagai wujud kepedulian.

Dalam Sidang Raya ini telah dilakukan evaluasi dan review program-program CCA yang menyangkut  program kesekretariatan umum dan finansial;  keadilan, masalah-masalah internasional , pembangunan dan jasa layanan;  pengembangan bentuk oikumene, kesamaan gender dan pemberdayaan terhadap generasi muda; HIV/AID;  kepercayaan, misi dan kesatuan (unity),  dan lain-lain.  Juga pada hari pertama diadakan sidang steering committee yang membahas tentang perubahan peraturan untuk mendukung keefektifan pelayanan di CCA dan tata cara pemilihan moderator (Ketua) CCA.

Isu-isu publik dibahas secara khusus  dalam dialog sidang  paralel antara lain perdagangan manusia (Human Trafficking), migrasi paksa, marketing motherhood, penjualan organ, kekerasan terhadap wanita, kaum muda dan anak-anak, pembunuhan massal Armenian, pengungsi, kasus-kasus pengungsian manusia yang ada di Asia Pacific, perdamaian dan keamanan Asia Pasifik, militerisasi wilayah Asia Utara dan Selatan-Timur,  perdamaian dan keadilan di Myanmar, perdamaian dan hak azasi manusia di Papua Barat, peningkatan  fundamentalis agama dan kekerasan.  Untuk isu-isu tersebut direkomendasikan agar Persekutuan Gereja-Gereja Kristen se-Asia:

Memberikan prioritas terhadap masalah perdagangan manusia dalam 5 tahun ke depan sebagai bagian dari hidup bersama di rumah Tuhan.  Gereja-gereja harus fokus membantu mengurangi  beban para korban baik secara fisik, mental dan spiritual.

Mengembangkan program pendidikan dan kewaspadaan  dengan memberikan informasi kepada gereja-gereja dan komunitas tentang perdagangan manusia , tenaga kerja ijon (bonded worker), prostitusi, perbudakan pekerja di tiap negara.

Baca juga  Menyambut HUT Ke-65: PGI Ingin Merevitalisasi dan Memperkuat Kembali Gerakan Ekumene di Indonesia

Menerapkan kebijakan perdagangan   yang semakin berkeadilan dan turut ambil bagian dalam usaha menurunkan kemampuan para pelaku perdagangan manusia  yang mengambil keuntungan dari kerja paksa dalam pabrik penghasil coklat dan kopi.

Terlibat dalam lobi-lobi melalui jaringan nasional dan Internasional untuk menjamin bahwa pemerintah dan sistem hukum legal  dapat mengatasi semua bentuk perdagangan manusia.

Menyediakan forum dan tempat sehingga suara dan kisah-kisah para korban perdagangan manusia dapat didengar dan penindasan tersembunyi terhadap mereka dapat terungkap.

Terus menyampaikan isu-isu perdagangan manusia melalui penelitian yang berkelanjutan terhadap bentuk perdagangan manusia tersembunyi, pemasaran terkait hal keibuan, praktek pemaksaan dan penggunaan pekerja anak-anak.  Mendorong pendidikan untuk masalah hak-hak azasi manusia , keadilan gender dan membangun struktur dan kebijakan untuk melenyapkan kekerasan.

Memfasilitasi para anggota bekerjasama untuk mendukung korban-korban yang telah diperdagangkan di seluruh Asia melewati batas Negara –  sama dengan usaha gereja di Filipina dan Indonesia dalam kasus Mary Jane Veloso.

Mendapatkan nama dan alamat instrusi negative forces , sistem dan struktur yang dapat melawan kekerasan terhadap orang-orang Asia.

Gereja dan persekutuannya dapat menerapkan kebijakan untuk merefleksikan pemahaman kita tentang  serupa dengan gambaran Allah sehingga olehkarena itu perlu membantulah usaha-usaha menghilangkan kekerasan terhadap wanita, orang muda dan anak-anak, orang dan lingkungan sosialnya.

Terkait dengan perdamaian dan keamanan di Asia Pasifik, direkomendasikan agar Persekutuan Gereja-Gereja se-Asia:

Meminta pemerintahan AS dan sekutunya untuk menghentikan pembangunan pangkalan angkatan Laut di Pulau Jeju, South Korea dan sama halnya juga dengan di Henoko, Okinawa; menyayangkan rencana untuk membangun pangkalan lainnya di Kyoto, Japan;  menghentikan war game di dekat perairan Korea Utara dan menarik semua aktivitas yang sama di wilayah tersebut.

Baca juga  LPPD Kembali Menyelenggarakan PESPARAWI Tingkat Kota di DKI Jakarta 2016

Memperingati 70 tahun berakhirnya perang dunia II di Asia Pasific dan dimulainya pemisahan Korea  menjadi bagian utara dan selatan, menyatukan gereja-gereja dan komunitas agama dan mendukung kampanye Persekutuan Gereja-Gereja  Nasional di Korea (NCCK) and Persekutuan Gereja-Gereja Dunia (WCC) untuk membuat perjanjian damai sebagai ganti gencatan sejata tahun 1953.  Juga diminta kepada semua Negara anggota di CCA untuk  mengamati minggu yang paling dekat dengan 15 Agustus , yaitu hari kemerdekaan Korea(9-15 Agustus, 2015) sebagai minggu doa bersama untuk perdamaian dan penyatuan kembali Semenanjung Korea.

Mengundang anggota CCA  untuk bergabung  dalam pergumulan NCC-Jepang yang sedang berkonsolidasi untuk mempertahankan artikel 9 secara utuh.

Mendukung gereja-gereja dan Dewan Gereja Nasional Myanmar dan berkomitmen untuk mendorong dalam doa usaha gereja-gereja untuk perdamaian dan keadilan dan merencanakan kunjungan pastoral ke Myanmar untuk mendorong  gereja-gereja dalam usaha menciptakan perdamaian dan menginformasikan advokasi CCA atas nama saudara saudari di Myanmar.

Menyatakan solidaritas dan kepedulian terhadap saudara-saudari yang mengalami situasi dimana fundamentalis agama semakin meningkat. Kita akan berdoa untuk mereka.

Merencanakan kunjungan pastoral kepada mereka dimana orang Kristen mengalami penganiayaan untuk menunjukkan solidaritas semua gereja-gereja Asia.

Terkait dengan komitmen terhadap keadilan iklim (climate justice) persekutuan gereja-gereja se  Asia:

mengembangkan cara-cara praktis untuk mendorong gereja-gereja dan umatnya mengambil langkah praktis dan personal dalam menangani penurunan kualitas lingkungan dengan memperhatikan kebijakan lokalnya.

 

Melanjutkan studi dampak perubahan iklim dan terlibat dengan Persekutuan Gereja-Gereja Se-Dunia dalam mempersiapkan konferensi perubahan iklim PBB Tahun 2015 di Perancis dan secara aktif bekerjasama dengan pemerintah untuk menetapkan target yang realistik dalam mengurangi efek gas rumah kaca serta memulai dan mendukung strategi pengurangan resiko bahaya.

Baca juga  Pdt. Bernard TP Siagian, M.Th, Calon Sekjen HKBP 2016-2020: Pimpinan HKBP Kedepan Harus Berani Tegakkan Disiplin Mutasi Pendeta

 

Dalam diskusi lintas agama, peserta ditantang untuk melihat perspektif lintas agama yang lebih luas.  Hadir dalam diskusi ini Dr. Musdah Mulia, Ketua Indonesian Conference on Religion for Peace (ICRP) dan dosen di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah di Jakarta, Ven.  Banagala Upatissa, pimpinan Mahabodi Society of Sri Lanka (Budha) dan pimpinan Sangha Nayaka forJapan,  Swami Isa, a Hindu spiritual leader dan theoretical Scientist dari Trivandrum, India and Dr. Tong  Wingsze, direktur Tao Fong Shan Christian Center in Hongkong and adjunct professor at the Divinity School of Chu Chi College at Chinese University.  Disampaikan bahwa ada 4 prinsip yang harus diwujudkan untuk membangun dialog antar umat percaya yaitu prinsip kemanusiaan, kekeluargaan, demokrasi dan kemajemukan agama.  Kita harus hidup dengan kesamaan tingkat satu sama lain, menghormati satu sama lain. Setiap orang harus sadar bahwa menjadi seorang individu dia juga harus menjadi bagian kesatuan dengan dunia. Energi positif yang dia berikan akan memberi dampak positif juga kepada kehidupan bersama didunia.  Kita tidak dapat hidup seorang diri dalam dunia yang diciptakan Tuhan ini tanpa memiliki hubungan dengan orang-orang yang memiliki kepercayaan lain.

Pada akhir konferensi dilakukan pemilihan fungsionaris  Christian Conference of Asia dan terpilih sebagai Moderator (Ketua) CCA periode 5 tahun berikut adalah Ephorus HKBP, Pendeta WTP Simarmata, M.Th. Suatu kehormatan bagi Indonesia memiliki pemimpin di tingkat Asia.

Dalam penutupan Sidang Raya CCA ini secara khsusu Sekretaris Jenderal CCA Ibu Henriete Hutabarat Lebang menyampaikan terima kasih kepada seluruh delegasi yang hadir dan Panitia Lokal yang telah mempersiapkan dan mendukung Sidang Raya ini dengan sangat luar biasa yaitu kepada Bapak Sukur Nababan sebagai Ketua Panitia dan Bapak Pdt. Binsar Pakpahan sebagai Sekretaris Panitia.

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here