UNIVERSITAS CENDERAWASIH BUKAN KAMPUS SEPARATIS ! ( Perspektif Politik Identitas )

0
671

Oleh MARINUS YAUNG

Dosen Hub. Internasional Fisip Uncen.

Sabtu pagi kemarin 18 Agustus 2018 hati nurani saya cukup terusik dengan pandangan kepala perwakilan komnas HAM Papua yang selaras posisinya dengan hipotesis kepolisian bahwa pesan simbolitik gelang bintang kejora dan tulisan referendum dalam acara tahunan PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS UNCEN kepada mahasiswa baru itu adalah SEPARATIS dan BERTENTANGAN dengan PRINSIP NEGARA ( Cepos 18/8/2018, hal. 4 ).

Apakah benar drama tulisan Referendum dan gelang bintang  kejora itu bagian dari tindakan separatis dan bertentangan dengan prinsip bernegara ?. Apakah benar Uncen menjadi kampus separatis ?. Apakah benar Uncen sudah bertindak melawan Negara ?. Negara hadir utk rakyat, bukan rakyat ada untuk negara. Negara ada karena rakyatnya ada. Negara yang membutuhkan rakyat bukan rakyat yang membutuhkan negara. Tanpa negara rakyat bisa hidup tetapi sebaliknya tanpa rakyat TIDAK AKAN ADA NEGARA !!!.

Negara Indonesia hadir pertama kali di tanah Papua melalui pendirian Universitas Cenderawasih berdasarkan surat keputusan Pemerintah nomor 389 tahun 1962 tentang rencana pendirian Universitas Negeri di kota Soekarnapura, Irian Barat. Di bekas rumah Gubernur Belanda di perbukitan Abepura Jayapura, Universitas Cenderawasih didirikan tanggal 10 November 1962. Dalam pidato penyambutan berdirinya Uncen, perwakilan pemerintah Indonesia yang menjadi utusan Presiden Soekarno menyatakan bahwa ” Universitas Cenderawasih didirikan di Irian Barat untuk mendidik dan melahirkan doktor – doktor Papeda di Irian Barat. Doktor – doktor papeda yang akan BEKERJA MENYELESAIKAN SELURUH PERSOALAN DI TANAH IRIAN BARAT dan akan melanjutkan membangun peradaban modern yang sudah lebih dulu diletakan dan dimulai oleh para zending

Gereja di Irian Barat.”

Presiden RI Soekarno dari awal sudah menyadari bahwa yang mampu menyelesaikan masalah Papua hanyalah orang Papua sendiri, bukan Pemerintah Pusat. Uncen bertanggung jawan penuh menciptakan intelektual – intelektual unggulan orang asli Papua utk menjadi history makers,pembuat sejarah bagi Papua.

Baca juga  RS HKBP Balige Harus Kembali Menjadi Tipe C

Dalam konteks historis seperti inilah saya mencoba memberikan sedikit pemikiran saya tentang aksi gelang bintang kejora dan tulisan Referendum dalam kegiatan Pengenalan kehidupan kampus di Uncen oleh para aktivis mahasiswa Uncen. Karena yang namanya PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS maka nilai – nilai kehidupan dalam kampus Uncen harus diceritakan dan diperkenalkan seluruhnya kepada teman2 mhswa baru. Karena takdir Uncen hadir di Papua utk mnjdi problem solver, pencari solusi atas masalah Papua, bukan menambah persoalan baru atau menjadi bagian dari masalah Papua. Kalau saat ini pintu Uncen terbuka lebar untuk isu seperatisme misalnya, itu dimaksudkan agar Uncen terlibat langsung bertanggung jawab menyelesaikan isu politik ini.

Uncen bertanggung jawab menyelesaikan isu bintang kejora dan isu Referendum. Memperkenalkan isu – isu strategis dan seksi ini kpd mhswa baru adalah bagian dari bentuk sosialisasi dan konsultasi publik yang dilakukan aktivis BEM Uncen untuk menciptakan dan menumbuhkan daya kritis mahasiswa baru terhadap isu – isu kontroversi ini. Agar kedepan nantinya mereka bisa berkontribusi membantu dgn melahirkan pikiran2 brilyan utk menyelesaikan isu – isu politik ini. Dimana tindakan separatis dalam hal ini ?. Kalau yang dimaksudkan kepala perwakilan komnas HAM Papua adalah separatis politik yg berarti suatu gerakan politik utk mendapat kedaulatan politik dan memisahkan suatu wilayah bersama rakyatnya dari suatu masyarakat tertentu, tdk ada bukti sama sekali dalam kegiatan PKKBM Uncen. Kalau mhswa baru Uncen terimah nilai2 sosialisasi BEM dan dgn sadar sepakat dan mendukung bintang kejora dan menolak merah putih, barulah dugaan terjdi gerakan separatis bisa kita alamatkan ke kampus Uncen. Ini bukan gerakan separatis tetapi ini gerakan Politik Identitas !

Baca juga  Pemuda, Ibu dari Segala Kebajikan

Pihak Komnas HAM Papua dan Pihak Kepolisian harus melihat drama gelang bintang kejora dan tulisan Referendum bagian dari gerakan politik identitas. Memang dalam alam Demokrasi Liberal saat ini, sangat sulit membedahkan antara Gerakan Politik Identitas dan Gerakan Politik Kedaulatan. Saya menilai Komnas HAM Papua dan Kepolisian hanya melihat dari sudut pandang Politik Kedaulatan, sedangkan saya sebagai seorang Politisi Papua, melihat dari perspektif Politik Identitas. Dan menurut hemat saya, rakyat Papua hari ini terbagi dalam dua poros sudut pandang ini. Kebentulan teman2 BEM Uncen berada pada poros gerakan politik identitas maka nilai – nilai identitas diri mereka yang terbentuk dari latar belakang hidup mereka yg sudah kenyang dgn penderitaan dan air mata akibat kejamnya kebijakan negara di masa lalu dgn menghilangkan orang2 terkasih mereka. Terbentuk dari pengalaman2 traumatis yang mereka alami yg dlm bhs Peter Carey, generasi Papua yang sudah melihat banyak darah ditumpahkan namun terbendung dan tertutup rapat di balik pintu yang terkunci, dan pada akhirnya tetesan darah itulah kemudian terekam kuat dalam benak mereka dan membentuk identitas politik baru mereka dan yang mereka tampilkan di Uncen.

Ketika mereka menarasikan politik identitas mereka dalam bentuk gelang bintang kejora dan tulisan referendum, jangan melihat itu dari kaca mata politik kedaulatan sehingga langsung mengstigma gerakan separatis. Narasi politik identitas yang ditampilkan BEM Uncen itu bagian dari rangkain konstruksi sejarah integrasi Papua dengan Indonesia yang belum selesai. Integrasi wilayah/state building sudah selesai tapi integrasi bangsa/nation building masih terus berproses.

Kalau yang menguasai pengurus BEM Uncen adalah teman2 mhswa dari poros Politik kedaulatan, tentunya yang akan disosialisasikan dan dikonsultasikan ke mhswa baru adalah narasi2 politik identitas merah putih, bukan bintang kejora. Inilah realita kehidupan kampus Uncen yang telah menjadi panggung hegemoni diantara poros politik identitas dengan poros politik kedaulatan. Kampus yang menjadi mimpi Presiden Soekarno utk menjadi ” sumber mata air yang manis bagi kepahitan hati ” masyarakat Papua.

Baca juga  Mungkinkah Duet JOKOWI-PRABOWO Capres-Cawapres di Pilpres 2019?

Karena itu saya meminta komnas HAM Papua dan pihak keamanan untuk mari kita dukung kerja keras Presiden jokowi untuk merebut hati dan pikiran orang Papua demi memulihkan kembali rasa saling percaya antar Papua dengan Jakarta. Jangan lakukan langkah-langkah destruktif yang menghancurkan cita – cita mulia Presiden Jokowi membangun Papua dengan ketulisan hatinya.

Selamat HUT RI ke-73 salam hangat dan doa kami utk kesehatan dan kekuatan Presiden Joko Widodo dan keluarga..Terimakasih sudah sayang kami orang Papua..Amin !

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here