Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini & Analisa

BAHAYANYA TILANG SYARIAH.

5112
×

BAHAYANYA TILANG SYARIAH.

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

BAHAYANYA TILANG SYARIAH.

 

Example 300x600

Oleh: Saiful Huda Ems.

 

Salah seorang sahabat jurnalis saya sejak dua hari yang lalu meminta tanggapan pada saya, mengenai diterapkannya Tilang Syariah, yang sejak hari Senin (3/3/2025) lalu disampaikan oleh Polres di Kabupaten Lombok Tengah. Dan baru tengah malam ini saya berusaha menanggapinya.

Di beritakan melalui media CNN Indonesia yang saya peroleh informasi lebih banyak darinya, Polri melalui Polres Kabupaten Lombok Tengah, menganggap program Tilang Syariah yang telah diimplementasikannya, merupakan inovasi baru penegakan hukum dalam berlalu lintas.

Jadi dalam program Tilang Syariah ini, jika pelanggar lalu lintas dapat membaca atau mengaji ayat-ayat Al Quran dengan baik dan benar, maka mereka tidak ditilang. Polri hanya akan menghimbau pada mereka agar kedepannya tidak melakukan lagi kesalahannya.

Apabila dipikir sepintas saja, program Tilang Syariah tersebut memang terkesan lebih humanis, apalagi ketika Polri menggunakan momen tersebut untuk kegiatan di bulan suci Ramadhan, ini bisa nampak terkesan pula sisi religiusitasnya.

Tetapi mohon diingat, Republik Indonesia ini selain bukan Negara Sekuler, juga bukan Negara Agama !. Ini artinya, agama tertentu di negeri ini tidak boleh memaksakan ajaran agamanya sendiri, untuk dijadikan sebagai sistem dalam bernegara.

Menerapkan Tilang Syariah itu sama halnya dengan mau menjadikan Syariat Agama (Islam) sebagai Peraturan Lalu Lintas. Ini tidak ada dasar hukumnya dalam UU Lalu Lintas. Juga menyalahi Konstitusi Negara.

Dalam Pasal 29 UUD 1945 ayat 1, memang menyatakan Indonesia ini sebagai Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, namun dalam ayat 2 nya dinyatakan bahwa; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Maka menerapkan program Tilang Syariah itu sama halnya dengan, Polri tidak pernah sungguh-sungguh mau belajar dari pertentangan dalam perdebatan hebat antar para perumus Pancasila dahulu, yang terdiri dari Bung Karno, Moh. Yamin dan Soepomo beserta para anggota Panitia Sembilan yang terdiri dari; Moh. Hatta, KH. Wahid Hasyim, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Kahar Muzakir, Agus Salim dan Abi Koesno.

Pada awalnya ada yang ingin memasukkan kalimat pada Sila I Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Namun kemudian kalimat “Dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam dst.” itu dihapus, setelah Bung Karno dll. berusaha lebih dalam lagi memahami suara batin para tokoh pendiri bangsa yang berlainan agama.

Jadi begitu bijaksananya para perumus Pancasila itu, yang dengan lapang dada menghapus kalimat kontroversial tersebut, demi dan untuk kerukunan sesama anak bangsa, Indonesia yang berbeda-beda agama dan kepercayaannya.

Sebagai alumnus Pondok Pesantren, tentu saja saya sangat senang dengan itikad baik Polri yang ingin melakukan inovasi baru penegakan hukum yang lebih humanis dan religius melalui program Tilang Syariah, di tengah viral dan gemuruhnya Lagu Bayar-Bayar yang menedang habis kegemaran pencitraan oknum-oknum pejabat tinggi Polri itu.

Namun sebagai anak bangsa yang turut mempelajari sejarah berdirinya RI dan perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara, sungguh saya sangat khawatir dan cemas, bahwa Tilang Syariah itu nantinya akan menjadi benih keributan antar pemeluk agama di negeri ini.

Sudahlah, sudahi saja program Tilang Syariah ini, mohon Polri, khususnya Polres Kabupaten Lombok Tengah untuk merenungkan dalam-dalam, bagaimana perdebatan hebat para tokoh pendiri bangsa kita ini dahulu saat awal mula hendak merumuskan Dasar Negaranya.

Mereka, para tokoh pendiri bangsa kita itu, semuanya tidak hanya kritis dan tajam dalam berpikir, melainkan juga sangat peka membaca dan mendengar suara batin antar pemeluk agama yang satu sama lain berbeda-beda agama dan kepercayaannya.

Kita harus terus menjaga persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa, jangan sampai sekalipun berusaha untuk memaksakan salah satu ajaran agama sebagai sistem yang berdiri di tengah sistem negara yang menganut sistem Demokrasi Pancasila; yang berKetuhanan Yang Maha Esa dan yang Berbhineka Tunggal Ika.

Penerapan Tilang Syariah jika masih terus menerus dilakukan, akan menimbulkan sinisme di tengah masyarakat kita. Selain banyak orang yang akan marah atau kalau tidak mentertawakannya, juga akan banyak orang yang yang akan berprilaku fatalis;

Tidak perlu memahami dan taat pada rambu-rambu lalulintas, toh cukup bisa mengaji dan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan baik dan benar saja, kita mau melanggar rambu-rambu lalu tintas seperti apapun akan terbebas dari tilang !

Maka berapa tinggi loncatan angka korban akibat pelanggaran aturan atau rambu-rambu lalu lintas di negeri ini di masa depan? Apa tidak sangat berbahaya jika program Tilang Syariah itu tetap dilanjutkan?. Afala Ta’qilun ! Afala Tatafakkarun ! Sapere aude !…(SHE).

5 Maret 2025.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *