Tuhan Ingin Kita Hidup Sejahtera

0
524

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

Yesaya 58:8-12

(8) Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu. (9) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, (10) apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. (11) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan. (12) Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan “yang memperbaiki tembok yang tembus”, “yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni”.

 

Ke manakah Tuhan memimpin hidup kita? Tidak jarang pimpinan Tuhan berlangsung mirip dengan apa yang terjadi pada Filipus (Kisah Para Rasul 8:26-40). Tuhan menyuruh Filipus ke selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza. Jalan itu adalah jalan yang sunyi.

Filipus tahu, rute yang dimaksukan Tuhan adalah rute yang berbahaya, di mana orang-orang yang membenci kekristenan lalu lalang di situ. Mereka menjadi ancaman bagi setiap orang Kristen. Lagi pula, Filipus di suruh ke jalan yang sunyi. Ke jalan sunyi? Bukankah orang-orang yang membenci orang Kristen dapat membututi saya lalu membunuh saya dengan gampang? Tak ada orang yang melihat? Seribu satu macam pertanyaan muncul di benak Filipus. Ia kuatir. Tapi apa boleh buat, Tuhan menyuruhnya ke situ.

Baca juga  Penyesalan dan Pertobatan

Tuhan tidak ingin Filipus terus berada dalam persembunyiannya. Dalam kondisi terancam sekalipun ia dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang lain. Di tempat yang dimaksud, Filipus berjumpa dengan sida-sida dari Etiopa yang membutuhkan pelayanannya.

Menjadi berkat bagi orang lain, inilah titik tolak menuju hidup dalam sejahtera Tuhan. Jangan risaukan jalan yang kita tempuh, aman atau tidak. Jika kita mau menjadi berkat bagi orang lain, maka jalan itu akan menjadi jalan sejahtera bagi kita.

Pembacaan hari ini memperlihatkan komitmen Tuhan untuk memulihkan dan menjawab seruan kita. Namun ada syaratnya. Apa itu? Melakukan sesuatu yang mungkin tidak mau dan sulit kita lakukan.

Kata Tuhan, “Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas.” Ayat ini meminta kita untuk melakukan beberapa hal. Pertama, kita diminta untuk tidak menekan dan menanggungkan beban yang berat bagi orang lain. Kedua, kita diminta untuk tidak menghardik dan memfitnah orang lain. Ketiga, kita diminta mengasihi orang-orang miskin. Keempat, kita diminta untuk menghibur orang yang tertindas. Pertanyaan disini adalah: Bukankah hal-hal ini seringkali sulit kita lakukan? Tapi Tuhan menyuruh kita ke “jalan” ini. Kita harus menjadi berkat bagi orang lain, dan bukan sebaliknya, membuat mereka terbeban.

Jika kita mampu menempuh “jalan” ini, maka kata Tuhan, “Terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. Tuhan akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.” Inilah kehidupan sejahtera yang dijanjikan dan disediakan Tuhan.

Baca juga  Pdt. Weinata Sairin: "Fraus fraude compensatur: Penipuan (biasanya juga akan) dibalas dengan penipuan".

Tuhan ingin kita hidup dalam sejahtera-Nya. Ia memimpin kita ke situ. Tapi, terlebih dahulu, kita harus siap menjadi berkat bagi orang lain. Ketika kita bersedia menjadi berkat bagi orang lain, sejahtera Tuhan pun melimpahlah dalam hidup kita.

Kalau kita sudah hidup dalam sejahtera Tuhan, apakah tugas kita sudah selesai? Belum. Ada tugas baru yang harus kita jalankan. Kata Tuhan selanjutnya, “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan “yang memperbaiki tembok yang tembus”, “yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni”. Singkat kata, kita diminta untuk memulihkan kehidupan yang “rusak”. Jadi, tak ada kata “usai” untuk menjadi berkat bagi orang lain, sama seperti curahan sejahtera Tuhan yang tidak kenal batas.

Anda ingin hidup dalam sejahtera Tuhan? Jadilah berkat bagi orang lain! Jangan hanya meminta, tapi kita juga harus memberi!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here