Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Yesaya 8:11-15
(11) Sebab beginilah firman TUHAN kepadaku, ketika tangan-Nya menguasai aku, dan ketika Ia memperingatkan aku, supaya jangan mengikuti tingkah laku bangsa ini: (12) “Jangan sebut persepakatan segala apa yang disebut bangsa ini persepakatan, dan apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya. (13) Tetapi TUHAN semesta alam, Dialah yang harus kamu akui sebagai Yang Kudus; kepada-Nyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar. (14) Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem. (15) Dan banyak di antara mereka akan tersandung, jatuh dan luka parah, tertangkap dan tertawan.”
Kekuatan yang paling merusak kedamaian dan keutuhan internal di dalam diri kita adalah ketakutan. Bagi beberapa orang, ketakutan berakar pada pengalaman traumatis. Ketakutan itu muncul merongrong jiwa sehingga mereka selalu merasa tertekan. Ketakutan jenis ini tidak dapat diatasi dengan menekan atau menyembunyikannya. Keadaan malah akan semakin buruk. Cara mengatasinya adalah: angkat dan lawanlah ketakutan itu sedikit demi sedikit.
Jenis ketakutan lain adalah takut kepada tekanan kelompok. Takut dikucilkan. Karena tekanan ini banyak orang Kristen “ikut arus” dan bersikap kompromistis. Konsistensi terhadap iman tidak dipedulikan lagi. Akibatnya kekristenan tidak dapat menunjukkan mutu sejatinya. Padahal dalam Kisah Para Rasul 5:29, di hadapan mahkamah agama, Petrus dan teman-temannya berkata dengan tegas: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” Mereka tidak takut terhadap ancaman yang ditujukan kepada mereka.
Ada juga orang yang takut gagal, karena itu tidak berani mencoba. Ambil contoh, hamba yang menerima satu talenta (Mat 25:14-30), karena takut dia pergi menyembunyikan talenta itu dalam tanah. Alhasil, talentanya tidak bertambah. Takut gagal selalu membawa sengsara.
Masih ada jenis takut yang lain. Beberapa orang takut tua. Mereka membayangkan bahwa menjadi tua akan penuh dengan beban. Yang membuat mereka tertekan adalah pikirannya sendiri. Ada juga orang yang takut merepotkan orang lain. Sungguh-sungguh ia tidak mau menjadi beban bagi siapa pun termasuk anak-anaknya. Padahal di hati terdalam anak-anaknya ada keinginan untuk menunjukkan baktinya.
Ketakutan selalu membuat orang berpikir negatif dan sulit untuk maju. Ragu-ragu untuk melangkah dan tidak percaya diri dalam bertindak. Itulah sebabnya Tuhan berfirman kepada Israel melalui Yesaya, “…Apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya” (Yes 8:12). Ketakutan yang membuat kepribadian sering menjadi lembek, bisa datang berbagai sudut. Dari keluarga, masyarakat dan bahkan dari bangsa sendiri. Ketakutan tidak pernah membawa kebahagiaan, yang ada hanyalah kekacauan jiwa.
Umat Allah tidak boleh dikuasai oleh ketakutan dunia. Karena itu nabi Yesaya berseru, “Tetapi Tuhan semesta alam, Dialah yang harus kamu akui sebagai Yang Kudus; kepada-Nyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar” (Yes 8:13). Allah adalah sumber kasih, ketika kita takut kepada-Nya, kita akan hidup dalam kasih-Nya. Camkanlah: kasih selalu mengalahkan ketakutan.