Tuhanlah Pengharapan Kita

0
1041

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

 

Yesaya 54:1-10

(1) Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembiralah dengan sorak-sorai dan memekiklah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami, firman TUHAN. (2) Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! (3) Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi. (4) Janganlah takut, sebab engkau tidak akan mendapat malu, dan janganlah merasa malu, sebab engkau tidak akan tersipu-sipu. Sebab engkau akan melupakan malu keremajaanmu, dan tidak akan mengingat lagi aib kejandaanmu. (5) Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi. (6) Sebab seperti isteri yang ditinggalkan dan yang bersusah hati TUHAN memanggil engkau kembali; masakan isteri dari masa muda akan tetap ditolak? firman Allahmu. (7) Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali. (8) Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajah-Ku terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu. (9) Keadaan ini bagi-Ku seperti pada zaman Nuh: seperti Aku telah bersumpah kepadanya bahwa air bah tidak akan meliputi bumi lagi, demikianlah Aku telah bersumpah bahwa Aku tidak akan murka terhadap engkau dan tidak akan menghardik engkau lagi. (10) Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau.

Baca juga  Bagaimana Menghadiri Kebaktian

 

Manusia dapat memiliki segala sesuatu, dan itu mungkin dapat membuatnya puas. Tapi, hidup ini tidak hanya sebatas itu. Kita tak mungkin berkata, “Cukup, saya sudah mempunyai yang saya inginkan!” Selalu ada harapan untuk mencapai yang lebih baik. Harapan ke arah yang lebih baik ini selalu dicari manusia.

Manusia tanpa harapan sesungguhnya sudah mati sebelum meninggal. Harapan sejati hanya ada di dalam Tuhan. Dialah sumber segala sesuatu yang baik. Di luar Dia tidak ada ada harapan yang memuaskan jiwa. Walaupun kita telah menghasilkan banyak hal dan berkarya begitu banyak, tapi jika kita menjauh dari Tuhan, semuanya itu akan berakhir dengan kesepian. Lebih buruk lagi, karya-karya yang kita hasilkan itu bukannya membawa kebaikan, tapi kehancuran. Ambil contoh, banyak hasil karya manusia, jikalau dilihat dari sudut ilmu pengetahuan, merupakan penemuan gemilang tapi justru menghancurkan alam dan sesama.

Manusia tanpa pengharapan kepada Tuhan, sering kehilangan akal sehatnya. Mereka tidak tanggung-tanggung melakukan proyek-proyek yang diujung kegiatannya hanya membawa petaka.

Pengharapan kepada Tuhan menolong kita untuk bersikap arif. Kita tidak hanya berpikir untuk kepentingan sesaat, tapi memandang jauh ke depan.

Selain itu, pengharapan dapat menuntun kita untuk keluar dari kesulitan. Pembacaan kita kali ini menggambarkan penderitaan yang dialami umat Tuhan. Keadaan mereka yang menderita digambarkan sebagai seorang istri yang ditinggalkan suaminya. Ia kehilangan segala-galanya dan sulit untuk bangkit lagi.

Di tengah penderitaan itu, datanglah sebuah tawaran untuk keluar dari keadaan yang penuh kepahitan itu. Apa tawaran itu? Pengharapan di dalam Tuhan! “Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi.” Dengan firman ini, seakan-akan Tuhan mau berkata kepada umat-Nya, “Berbaliklah kepada-Ku! Akulah yang akan mengampuni dosamu dan membebaskan kamu dari penderitaanmu.”

Baca juga  Pdt. Weinata Sairin: " It is impossible to begin to learn that which one thinks one already knows" (Epictetus)

Jika kita berharap kepada dunia ini, kita akan berhadapan dengan “pintu-pintu” yang tertutup, sehingga kita sulit untuk keluar dari keadaan kita yang berbeban berat. Tapi jika kita berharap kepada Tuhan, peluang menuju masa depan yang lebih baik selalu terbuka. Jadi berharaplah kepada Tuhan, Dialah penolong kita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here