Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Renungan

Pdt. Weinata Sairin: “Omnia humana brevia et caduca sunt: Semua yang manusiawi itu pendek dan akan lenyap musnah”

14
×

Pdt. Weinata Sairin: “Omnia humana brevia et caduca sunt: Semua yang manusiawi itu pendek dan akan lenyap musnah”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

 

Example 300x600

Sejak kita mulai bisa membaca, sebenarnya kita sudah diperkenalkan dengan gagasan atau konsepsi pemikiran tentang kesiapaan manusia dan alam semesta. Secara sederhana kita diberi edukasi bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu menciptakan manusia, alam semesta beserta seluruh isinya. Gagasan dan konsepsi pemikiran yang berbasis keilmuan itu lalu dalam komunitas keagamaan kita masing-masing diberi pendasaran teologis yang lebih mendalam, yang pada saat awal, otak kita sulit mencernanya dengan baik. Dan itulah yang kemudian dalam terminologi agama disebut *iman*/faith yaitu sebuah konsepsi teologis vertikalistik yang tak perlu diragukan dan atau dipertanyakan lagi keabsahan dan kebenarannya.

 

Dan pada saat-saat awal itu kita diberi penjelasan bahwa manusia itu _fana_, tidak kekal dan abadi. Manusia suatu saat akan mati, meninggalkan dunia ini dan sebab itu, begitu pesan orangtua atau para guru waktu itu, kita mesti berbuat baik sebelum masa-masa itu terjadi. Semua benda yang ada di dalam dunia ini tidak abadi, suatu saat akan lenyap. Gagasan pemikiran seperti itu tentu saja makin matang kita terima seiring dengan perkembangan psikologis yang kita alami sebagai manusia yang bertumbuh dan berkembang. Kefanaan manusia dan keterbatasan semua benda yang ada didalam dunia, makin kita hayati dengan bantuan berbagai disiplin ilmu dan mendapat peneguhan dari ajaran agama yang kita peroleh dari lembaga-lembaga keagamaan. Soal kefanaan kemudian menjadi bagian dari memori kita yang menjadi penanda penting dari hakikat kita sebagai manusia.

 

Namun sayangnya tidak setiap orang memahami kefanaan ini sebagai kesempatan untuk mengukir karya terbaik. Bahkan ada kecenderungan orang mencoba mengabaikan kefanaan itu, tanpa disengaja. Mereka tidak melihat bahwa waktu-waktu di kekinian yang tersedia (entah hingga usia berapa) tidak digunakan secara efektif untuk melakukan hal-hal yang baik, yang berguna bagi kemaslahatan publik. Sebaliknya “era kekinian yang fana” justru digunakan untuk melakukan hal-hal yang kontra produktif bagi kehidupan. Manusia melakukan teror, mnghujani orang lain dengan ujaran kebencian, menghasut, menista, menghujat, menghina, korupsi, suap, manipulasi, mengintimidasi, mendiskriminasi dan lain sebagainya. Era kefanaan yang dirasuki roh kebencian yang merendahkan peradaban memasung kedirian manusia.

 

Manusia melalui jabatan yang diembannya melakukan tindakan penyalahgunaan jabatan, berkorupsi tak kenal lelah untuk membangun imperium keluarga hingga tujuh turunan dan sama sekali lupa bahwa semuanya akan lenyap pada suatu saat tanpa terduga. Kedepan lembaga-lembaga keagamaan harus makin keras mengingatkan bahwa manusia itu fana, jabatan pada eselon berapapun tidak abadi, bahkan dunia ini dengan segala isinya juga fana, tidak ada yang kekal. Dengan pengingatan itu manusia akan lebih cerdas dan berhikmat melewati hari-hari kefanaannya dikekinian dunia.

 

Pepatah kita amat tegas menyatakan bahwa semua yang manusiawi itu pendek, singkat dan semuanya akan musnah. Mari memberi yang terbaik dalam hidup ini sebelum masa kemusnahan itu datang menjemput kita.

 

Selamat Berjuang. God Bless.

 

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *