Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Kolose 3:5-11
(5) Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, (6) semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka]. (7) Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. (8) Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. (9) Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, (10) dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; (11) dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.
Manusia baru dalam perspektif Alkitab adalah orang yang sudah lahir baru alias bertobat. Lahir baru dalam pembacaan ini disebut sebagai berikut: “Kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (ayat 9a-10). Itulah artinya lahir baru. Kita berubah dari manusia lama menjadi manusia baru. Keadaan baru ini terus menerus diperbarui berdasarkan pengenalan kita akan Kristus.
Mari kita lihat beberapa makna dari lahir baru itu.
Pertama, orang yang sudah lahir baru selalu melakukan intropeksi diri. Setiap saat dia menilai dirinya: Apakah saya sudah sepenuhnya hidup dalam iman? Apakah saya sudah melayani dengan baik? Apakah saya sudah berkorban bagi sesama? Apakah saya sudah melaksanakan tanggung jawab saya? Lahir baru tidak membuat orang sombong rohani. Tidak menghakimi dan mengadili orang lain. Misalnya, dengan berkata: “Kamu belum lahir baru! Kamu belum bertobat!” Ungkapan-ungkapan seperti ini mencerminkan kesombongan rohani. Merasa lebih dari yang lain. Sikap utama dari orang lahir baru adalah mengoreksi dirinya supaya menjadi lebih baik. Dan apa yang baik dari hidupnya akan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Tanpa banyak bicara orang pun akan tahu akan perubahan dalam hidupnya.
Kedua, pengalaman pertobatan, dasar dari lahir baru, tidak berlaku sama bagi semua orang orang. Cara Allah membuat orang bertobat itu bermacam-macam. Ada yang melalui peristiwa besar ada yang melalui peristiwa kecil. Ada yang dengan cara keras ada yang dengan cara halus. Ada yang terjadi tiba-tiba ada yang pelan-pelan. Cara Tuhan menobatkan Petrus berbeda dengan Andreas, Yohanes, Paulus, Nikodemus dan seterusnya. Jadi tidak usah memaksakan bahwa pertobatan kita harus berlaku sama bagi orang lain. Namun demikian inti pertobatan tetap sama: lahir baru.
Ketiga, Lahir baru membuat orang semakin dekat dengan Tuhan. Tapi pada saat yang sama memiliki motivasi yang tinggi untuk mengabdikan dirinya bagi orang lain. Dalam semuanya itu ia ingin memuliakan Tuhan. Hanya untuk Tuhan dan bukan untuk dirinya. Bagaimana menjalankannya? Anda tidak perlu harus menjadi pendeta atau penginjil. Tetapi kalau ada yang terpanggil untuk mengemban tugas ini, puji Tuhan! Lahir baru dapat dikerjakan melalui peran kita sebagai dokter, guru, pegawai, pemulung, dan lain sebagainya. Kita memuliakan Tuhan melalui pekerjaan-pekerjaan kita. Karya lahir baru tidak harus dikurung dalam satu dua jabatan (misalnya dengan menjadi pendeta atau penginjil). Kalau begini, maka buah lahir baru akan terlalu sempit.
Jadi, jalan orang mengalami lahir baru bermacam-macam. Cara memanifestasikannya pun beraneka ragam. Tetapi intinya adalah: ada perubahan mendasar dalam hidup kita. Yang lama berlalu, yang baru muncul.
Buah lain dari lahir baru adalah robohnya tembok-tembok pemisah. Tidak ada sifat sukuisme, gender, fanatisme kelompok dan gereja dalam lahir baru. Semua sama sebagai satu persekutuan. Karena itu tidak ada yang akan berkata gereja A lebih suci dan benar dibandingkan gereja B. Semua terjalin satu meskipun berada dalam kepelbagaian. Inilah makna dari ayat 11: “Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.”
Lahir baru menggiring kita untuk masuk dalam persekutuan Tubuh Kristus. Semua orang percaya dipersatukan di dalamnya, di mana Kristus adalah Kepalanya. Di dalamnya kita saling menerima dan saling membangun.
Mari kita intropeksi diri, apakah dalam hati kita masih ada sekat-sekat yang menyulitkan kita untuk menjadi satu untuk semua dan semua untuk satu? Kalau sekat itu masih ada, tandanya kita belum lahir baru!