Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Dalam pergaulan hidup sehari-hari kita banyak mendengar atau bahkan mengucapkan kata “keliru”. Kita memohon maaf kepada seseorang misalnya karena kita *keliru*menyebutkan jabatan dan eselonnya ketika kita memperkenalkan sahabat kita itu kepada kawan-kawan dikomunitas yang baru. Jabatan dan eselon yang disebutkan itu ternyata jabatan dan eselon sahabat yang lain yang memang bekerja di kantor yang sama. Ya keliru bisa terjadi dalam banyak hal; dalam proses menghitung, dalam mengenali wajah seseorang, dalam menemukan lokasi/tempat kejadian perkara/ locus delicti.
Ada konotasi yang agak berbeda antara kata “salah” dengan kata “keliru”. Pada kata “salah” dimensi kesengajaan lebih kuat, namun pada kata “keliru” nuansa ketidaksengajaan lebih kental. Keliru bermakna juga khilaf, tertukar. Kata khilaf adalah serapan dari bahasa Arab yang berarti “sesuatu yang dilakukan atas ketidaksadaran”.
Acapkali dalam kehidupan praktis ada banyak.orang yang tidak terlalu memberikan pembedaan dalam penggunaan kata “keliru” dan “salah”. Terkadang kedua kata itu bahkan digunakan secara bergantian dalam konotasi yang setara. Dalam ucapan perpisahan biasanya diungkapkan permohonan maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang telah diperbuat. Cukup jelas sekali ketika istilah ‘kekeliruan’ dimuat dan digunakan dalam salah satu diktum naskah surat keputusan.
Dalam diktum yang sering disebut “escape clausul” biasanya rumusannya telah diformat dengan baku yaitu “Jika terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan diperbaiki sebagaimana mestinya…”
Manusia dalam berbagai kapasitasnya, dengan segala kebesarannya, ia tetap sosok yang lemah, yang tiada sempurna, yang sewaktu-waktu bisa saja melakukan kekeliruan. Manusia bukanlah superman, manusia serba bisa, yang perfect, tak punya cacat cela, tak pernah tersentuh titik noda. Tatkala manusia itu keliru, maka manusia itu ada, manusia hadir.
Itulah sebabnya manusia mesti terus diperkuat dimensi spiritualitasnya, tetap rendah hati, berserah diri kepada Tuhan sehingga hidupnya semakin sempurna jauh dari kekeliruan.
Pepatah yang dikutip diawal bagian ini cukup penting memberi pengingatan bagi kita bahwa manusia adalah sosok yang bisa keliru. Dalam kekeliruan itu manusia menampilkan hakikat dan keberadaannya sebagai manusia. Salah, dosa, keliru, khilaf adalah sesuatu yang manusiawi ; tetapi jangan titik lemah itu menjadi execuse bagi kita untuk lari dari tanggungjawab. Ayo tampilkan kemanusiaan yang bertanggungjawab, bangkit dari kekeliruan.
Selamat Berjuang! God bless.