Oleh: Sutrisno Pangaribuan, S.T.
Negara dan pemerintahan sejatinya hadir untuk melindungi rakyatnya. Kehadiran negara diwakili pemerintah di setiap tingkatan. Kita mengenal Pemerintah Desa/ Kelurahan, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kota/ Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat. Masing- masing kepala pemerintahan di  tingkatan itu dipilih secara langsung kecuali lurah dan camat. Rakyat memiliki peran strategis dalam sistem demokrasi kita. Maka rakyat menjadi tujuan dari semua praktek bernegara kita.
Peristiwa pembongkaran makam leluhur, kerabat, dan keluarga masyarakat Desa Janjimauli, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang dilakukan oleh Satpol PP dibantu/ dikawal oleh TNI dan Polri tentu bukan peristiwa biasa. Tindakan tersebut telah melukai hati, menghancurkan adat istiadat dan mengguncang agama dan keyakinan masyarakat Desa Janjimauli. Pemkab Tapsel dengan dukungan TNI dan Polri telah melakukan tindakan tidak layak kepada manusia dan juga terhadap tulang belulang leluhur, kerabat dan keluarga masyarakat. Atas peristiwa ini, saya yang mewakili masyarakat Tapanuli Selatan menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. Pemkab Tapsel diminta segera menghentikan pembongkaran makam secara brutal dan membabi buta. Pemkab Tapsel diminta untuk sedikit saja memiliki hati nurani, jika tidak memiliki rasa hormat kepada masyarakat Desa Janjimauli, paling tidak masih punya rasa hormat pada tulang belulang leluhur, kerabat, dan keluarga masyarakat Desa Janjimauli.
2. Keberadaan masyarakat yang mendiami Desa Janjimauli telah eksis jauh sebelum Pemerintah Tapanuli Selatan ada. Sehingga keberadaan makam tentu sudah ada di tempat tersebut juga sebelum Pemkab Tapsel pindah dari Padangsidimpuan ke Desa Janjimauli.
3. Pemkab Tapsel yang hadir belakangan tidak boleh melakukan penggusuran terhadap komunitas masyarakat dan pemakaman yang telah berada di lokasi tersebut sebelum Pemkab Tapsel hadir. Pemkab Tapsel tidak melakukan pendekatan persuasif secara maksimal terhadap masyarakat. Tindakan memecah belah, intimidasi dan berbagai bentuk tekanan terhadap masyarakat telah dilakukan Pemkab Tapsel didukung TNI dan Polri dalam kurun waktu yang lama.
4. Tindakan pembongkaran makam ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan masuk kategori pelanggaran HAM berat. Membongkar makam tanpa izin dari keturunan, kerabat atau keluarga, memindahkan tulang belulang tanpa prosesi adat dan agama merupakan tindakan beradat dan menista agama. Tindakan tersebut hanya mungkin dilakukan oleh manusia yang tidak lagi memiliki sedikitpun rasa hormat kepada manusia, kehidupan dan proses setelah kehidupan ini. Sebagai negara yang mengakui dan menghargai agama dan adat, maka Pemkab Tapsel telah melakukan Pelanggaran serius terhadap adat dan agama. Maka negara, diminta untuk melakukan tindakan penertiban terhadap Pemkab Tapsel. Penghancuran dan pembongkaran makam adalah tindakan melawan hukum. Maka aparat penegak hukum juga diminta untuk proaktif terhadap laporan masyarakat.
5. Kongres Masyarakat Adat Nusantara yang sedang berlangsung di Medan Sumatera Utara saat ini hendaknya menjadikan peristiwa pembongkaran makam, pengambilalihan lahan pertanian dan pemukiman masyarakat Desa Janjimauli secara paksa oleh Pemkab Tapsel sebagai bahan pembahasan dalam kongres. Kongres diharapkan mengeluarkan sikap dan rekomendasi untuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Pemkab Tapsel.
6. Perlawanan yang dilakukan masyarakat Desa Janjimauli melalui jalur dialog, politik, dan hukum menjadi bukti bahwa Pemkab Tapsel tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik. Masyarakat Desa Janjimauli tentu mendukung pembangunan, tetapi upaya menghilangkan Desa Janjimauli dan pemakaman leluhur, kerabat, dan keluarga masyarakat yang menjadi alasan perlawanan masyarakat.
7. Proses peralihan status hutan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan diduga sarat dengan rekayasa yang melibatkan oknum dari Pemkab Tapsel hingga oknum di kementerian kehutanan. Oleh karena itu, KPK diminta untuk melakukan penyelidikan terhadap peralihan hutan menjadi lahan perkantoran Pemkab Tapsel. Sehingga masalah ini terang benderang.
Demikian sikap ini saya tuliskan dengan kesadaran dan keyakinan serta keberpihakan kepada rakyat. Semoga semua pihak dapat memahami perasaan rakyat dan mengedepankan akal sehat dan hati nurani. Semoga kita semua sepakat menghentikan kekerasan.
Tebing Tinggi, 16 Maret 2017
*Sutrisno Pangaribuan, S.T. , Anggota Komisi C/ Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Sumatera Utara.