Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Yeremia 31:31-34
(31) Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, (32) bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. (33) Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. (34) Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”
Hidup sebagai umat Allah adalah hidup dalam perjanjian. Perjanjian ini mengikat manusia dengan Allah. Dengan kata lain hidup manusia didasarkan pada perjanjian yang diberikan Allah kepadanya. Itu berarti ada semacam ‘hubungan bertanggungjawab’ antara manusia dengan Allah.
Perjanjian yang berlaku antara manusia dan Allah adalah kudus. Hal ini, misalnya, tercermin dalam janji baptisan, janji sidi, janji nikah, janji Majelis maupun janji Pendeta. Perjanjian dengan Tuhan berbeda dengan perjanjian biasa antar manusia. Perjanjian biasa, contohnya, Anto dan Anwar berjanji untuk nonton film pada hari Senin pukul 17.00. Ternyata Anto melanggar janji sehingga mereka tidak jadi nonton. Dalam hal ini Anto melakukan kesalahan. Perjanjian dengan Tuhan adalah perjanjian iman. Barangsiapa melanggar, dia bukan hanya bersalah tapi juga berdosa. Perbedaan ‘salah’ dan ‘dosa’ dapat dijelaskan sebagai berikut. Kesalahan bisa dan harus dikoreksi (diperbaiki). Dikoreksi dan diperbaiki oleh siapa? Oleh yang membuat kesalahan. Tapi dosa tidak dapat dikoreksi, ia hanya dapat diampuni. Seseorang yang sudah menikah, jika melanggar janji pernikahannya, ia bukan cuma melakukan kesalahan terhadap pasangannya tapi berbuat dosa di hadapan Allah. Hanya Allah yang dapat mengampuni dosanya (jika dia mengakui pelanggarannya). Manusia bisa saling memaafkan, tapi hanya Allah yang dapat mengampuni dosa!
Apa isi perjanjian Allah dengan manusia? Dalam ayat 33, Allah berkata: “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”
Dalam ayat 31 perjanjian itu disebut sebagai perjanjian baru. apakah ini berarti bahwa perjanjian Allah dengan umat sebelumnya batal? Tidak! Allah bukanlah Allah yang plin-plan. Dari dulu Allah tetap konsisten dengan janji-Nya untuk menjadikan orang-orang yang dikasihi-Nya sebagai umat-Nya. Ungkapan baru menjelaskan bahwa hubungan Allah dengan umat-Nya akan selalu diperbarui. Dari sudut mana pembaruan itu dilaksanakan? Dari bathin dan hati manusia. Dalam bathin dan hati manusia Allah akan mengisi taurat atau firman-Nya. Dengan demikian, siapa yang disebut umat Allah adalah mereka yang bathin dan hatinya terbuka pada firman Tuhan. Bagian kedua dari Alkitab disebut Perjanjian Baru. Disebut demikian karena karena seluruh kitab dalam Perjanjian Baru mengisahkan bagaimana Yesus (Sang Firman Yang Agung) dan Roh Kudus berkarya bagi manusia untuk membaharui hati manusia. Firman Tuhan dalam 2 Korintus 4:6 berkata: “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.”
Alangkah indahnya! Allah yang Mahaagung dan Mahakuasa itu mau menjadi Allah atas kita umat-Nya. Bukankah ini berarti bahwa kita memiliki Penjaga dan Pelindung yang Mahadahsyat dan tiada duanya? Jadi jangan kuatir dengan tantangan yang muncul, dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Mungkin semua itu mengancam kehidupan kita, tapi ingatlah bahwa Allah yang menjadi Allah atas kita akan memimpin dan menjagai kita. Tentang hal ini Matius 10:28 berkata: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.”
Terhadap perjanjian-Nya, Allah memberikan jaminan kepada kita: “Aku tidak akan melanggar perjanjian-Ku, dan apa yang keluar dari bibir-Ku tidak akan Kuubah” (Mazmur 89:35). Sampai kapan pun Ia akan tetap menjadi Allah kita. Dalam kondisi yang bagaimana pun Ia akan tetap memelihara kita.
Perjanjian Allah bukanlah perjanjian sepihak, karena dalam perjanjian itu selain ada Allah juga ada manusia (sebagai umat-Nya). Jika Allah menjadi Allah atas kita maka konsekuensinya kita harus menjadi umat-Nya. Konsekuensi ini harus dinyatakan dalam ketaatan kita pada-Nya. Jika kita melanggar perjanjian dengan-Nya itu berarti kita merusak perjanjian itu alias berbuat dosa di hadapan Allah. Dan ini akan membawa akibat fatal dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, jadilah umat Allah yang baik. Jika kita benar-benar telah melakukan pelanggaran (dosa) maka mohonlah ampunan dari-Nya. Setelah itu jangan melanggar lagi.