Ada 3 Faktor Utama Retaknya Koalisi Politik
Hiruk pikuk dinamika politik perubahan koalisi dalam mendukung Capres-Cawapres kerap terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Diantaranya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) , Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), Koalisi PDIP-PPP (belum punya nama koalisi), dan terakhir Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP).
KIB yang digawangi Golkar, PAN dan PPP bubar setelah PPP mendukung Ganjar Pranowo yang di deklarasikan PDIP. KIR yang digawangi Gerindra dan PKB bubar setelah Golkar dan PAN bergabung kemudian berubah menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM). Koalisi PDIP-PPP bergejolak karena belum ada kepastian persetujuan cawapresnya Sandiaga Uno dari PPP atau siapa. KPP yang digawangi Nasdem, Demokrat dan PKS bergejolak setelah PKB bergabung dan Ketua umumnya Muhaimin Iskandar dicalonkan jadi Cawapresnya Anies Baswedan.
Mengapa terjadi fenomena bubar dan bergejolaknya koalisi politik di Indonesia?
Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan bubar dan bergejolaknya koalisi politik capres-cawapres.
Pertama, karena tidak ada satupun koalisi yang dibentuk karena kesamaan pandangan ideologis, tetapi lebih terlihat koalisi terjadi karena kepentingan pragmatis kekuasaan sehingga sangat rapuh dam rentan bubar.
Kedua, karena tidak efektifnya komunikasi politik antar elit partai disebabkan ego dan problem beban persoalan diantara mereka.
Ketiga, karena belum terjadinya kesspakatan-kesepakatan pragmatis diantara mereka terkait siapa cawapres dan sharing kekuasaanya. Semua koalisi sampai saat ini belum resmi mendaftar ke KPU. Prabowo dan Ganjar belum punya pasangan cawapres, hanya Anies Baswedan yang sudah punya bakal Cawapres yaitu Muhaimin Iskandar meskipun belum daftar ke KPU.
Setidaknya tiga faktor utama itulah yang menyebabkan sebuah koalisi politik capres-cawapres bergejolak dan bahkan bubar, jadi sesungguhnya bukan karena soal hianat menghianati.
***
Oleh: Ubedilah Badrun, Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ)