Sinopsis Buku “Tuhan Memberkati Indonesia”.
Oleh: Merphin Panjaitan.
Melalui buku ini saya ingin mengajak para pembaca berdiskusi tentang bagaimana sebaiknya kita berpikir, berperilaku dan bertindak sebagai orang percaya di Indonesia; berdialog secara tulus dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air, dengan berbagai kelompok masyarakat dan Pemerintah; mengidentifikasi tantangan bangsa, kemudian menjawabnya bersama-sama. Bergotongroyong mewujudkan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang lebih maju, damai, demokratis, berkecukupan, lestari dan adil bagi semua ciptaan.
Untuk itu, saya ingin mengajak pembaca melihat kembali pemikiran Reformasi Protestan lima abad yang lalu di Eropa; dan kemudian melihat Indonesia kini, dan mendiskusikan pembaruan yang dibutuhkan untuk kemajuan bersama bangsa dan negara Indonesia.
Sejak awal tahun 2017, kita di Jakarta banyak mendapat undangan diskusi dalam rangka peringatan Lima Abad Reformasi Protestan. Sangat menarik untuk merenungkan kembali peristiwa penting dalam Sejarah Dunia, yang telah mengubah arah dan kecepatan perkembangan peradaban manusia setelah Revolusi Protestan.
Martin Luther memulai dengan Reformasi Protestan, tetapi sejarah kemudian mengubahnya menjadi Revolusi Protestan, yang kemudian diikuti dengan Revolusi Politik, Revolusi Ilmiah dan Revolusi Industri. Integrasi dari semua revolusi ini membuat Peradaban Barat berkembang cepat, kemudian menyebar ke seluruh dunia dan selanjutnya mengubah arah dan kecepatan perjalanan sejarah dunia.
Reformasi Protestan mencetuskan pemikiran kreatif ke dalam sejarah, dan berakibat besar dalam pembaruan dunia; para reformator berpendapat bahwa panggilan sesungguhnya bagi orang Kristen adalah melayani Tuhan di dunia ini. Pemikiran ini adalah jawaban terhadap kehidupan kekristenan di Abad Pertengahan, yang dicirikan memiliki pemikiran dan sikap antisekular; yang menganggap penghargaan terhadap kehidupan sekular sebagai kebodohan spiritual; dan sikap ini berakibat selama Abad Pertengahan biara semakin menjauh dari masyarakat luas; antara lain ditandai dengan biarawan yang mencari kesunyian, bukan hanya dari dunia, tetapi juga dari manusia lain. Pemikiran ini ditolak oleh para reformator, dan Reformasi Protestan mendorong pergeseran pusat-pusat perkembangan pemikiran Kristen secara bertahap dari biara ke tempat-tempat umum; kota-kota besar di Eropa menjadi tempat kelahiran pemikiran baru Kristen; dan pergeseran ini terlihat dalam perubahan politik, sosial, ekonomi dan gerejawi, di pusat-pusat Peradaban Barat modern. Orang Kristen diharapkan memperlihatkan penghargaan, keprihatinan dan komitmen pada dunia ini, sebagai bentuk kesetiaan dan cinta kasih kepada Tuhan; dipanggil untuk kerja keras dan kreatif di dunia ini; dan komitmen pada dunia adalah aspek vital dari pelaksanaan ajaran Kristen tentang penyelamatan. Suatu ide yang diterima luas dalam Reformasi Protestan adalah bahwa orang Kristen dipanggil untuk melayani Tuhan di dunia ini; dan ide ini dihubungkan dengan doktrin Imamat Am Orang Percaya; yang memberi motivasi bagi banyak orang percaya untuk mengabdikan diri dalam kehidupan sehari-hari.
Martin Luther menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, dengan maksud agar setiap pembaca berbahasa Jerman mendapat akses ke sumber otoritas suci; hingga setiap orang Kristen dapat menafsirkan pernyataan-pernyataan dalam Alkitab bagi diri mereka sendiri; Luther, Zwingli, dan Calvin menggunakan hak ini dalam merumuskan teologi mereka masing-masing. Masyarakat Eropa Barat beramai-ramai membaca Alkitab, dan hidup mereka berubah menjadi lebih dinamis, kerja keras, kreatif dan berpengharapan. Alkitab terjemahan Luther ke dalam bahasa Jerman, dan juga terjemahan Alkitab ke dalam bahasa nasional lainnya merupakan monumen bersinarnya Peradaban Barat; yang berkembang pesat dan membuat mereka mampu menjelajah seluruh muka bumi; dan bersamaan dengan perluasan perdagangan dan politik mereka, Injil Yesus Kristus di sebarluaskan keseluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Revolusi keagamaan Protestan membawa bersamanya sejumlah revolusi politik, yang menegaskan kemerdekaan kerajaan-kerajaan kecil dan negara-negara kota di Jerman yang secara de fakto berdaulat.
Pemikiran Reformasi Protestan lima abad lalu di Eropa, telah membawa kemajuan bagi Peradaban Barat; saya pikir hal yang sama juga bisa terjadi di Indonesia; dan dengan gerakan pembaruan pemikiran dan perilaku orang percaya, yang mengacu kepada Injil Yesus Kristus, akan terjadi pembaruan pola pikir dan perilaku masyarakat Kristen, yang diharapkan akan membawa pencerahan bagi masyarakat dan negara. Tuhan bekerja dimanapun di muka bumi ini, termasuk di Indonesia, dan saya percaya, Tuhan punya rencana besar untuk kemajuan Indonesia; yang memuliakan Tuhan dan membawa perdamaian dan keadilan bagi rakyat Indonesia seluruhnya, dan juga bagi ciptaan lainnya. Menyusuri jalan berpikir seperti ini, maka dalam rangka peringatan Lima Abad Reformasi Protestan, yang Sejarah Dunia sering menyebutnya sebagai Revolusi Protestan, saya menulis buku ini, dan saya beri judul “Tuhan Memberkati Indonesia”
Tuhan menganugerahkan Injil Yesus Kristus kepada bangsa Indonesia; Pekabar Injil dari Eropa datang ke Indonesia, dimulai pada akhir abad ke-15 oleh Spanyol dan Portugis, yang ikut serta dalam kapal-kapal dagang; dan kemudian dilanjutkan oleh berbagai lembaga Zending dari Belanda, Jerman, dll. Pekabaran Injil adalah jawaban Gereja dan orang percaya terhadap panggilan Tuhan, untuk mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada semua bangsa; pekabaran Injil berlangsung sepanjang masa dan di segala tempat. Orang percaya menjalankan pekabaran Injil, dan kepada mereka diberikan kuasa menjalankan tugas panggilan sebagai saksi Yesus Kristus. Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan: bahwa Tuhan sendiri menempatkan Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia. Injil Yesus Kristus tersebar luas di Indonesia, dan gereja-gereja tumbuh dengan suburnya. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia membawa pencerahan; mendukung kebangkitan Indonesia sebagai suatu bangsa yang berjuang untuk merdeka. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia adalah berkat Tuhan bagi Indonesia. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia adalah berkat Tuhan untuk Indonesia.
Bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang menderita di tanah airnya sendiri, korban dari kekejaman penguasa penjajah; menderita di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda yang diskriminatif, melecehkan, menghina, eksploitatif, dan tidak adil. Penguasa Hindia Belanda selalu menggembar-gemborkan bahwa kehadirannya di Indonesia adalah untuk mengadabkan penduduk pribumi, seolah-olah penduduk pribumi tidak beradab; tetapi yang terjadi adalah eksploitasi penduduk dan bumi Indonesia untuk memperkaya negaranya sendiri, menjalankan kebijakan diskriminatif, kerja paksa, suka memaksakan kehendak dan tidak adil. Bangsa Indonesia juga sangat menderita dibawah penjajahan Jepang; demi kepentingannya sendiri, Pemerintah militer Jepang menciptakan bentuk baru eksploitasi manusia atas manusia, yang mereka beri nama romusha dan jugun ianfu. Penderitaan ini bukan hanya dirasakan oleh romusha dan jugun ianfu beserta keluarganya, tetapi dirasakan oleh bangsa Indonesia secara bersama. Tentu ada pemimpin masyarakat yang melihat kekejaman ini, tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Penguasa militer Jepang yang selalu mengembar-gemborkan tentang tugas sucinya untuk memerdekakan bangsa Indonesia, ternyata berbohong; dan bahkan untuk kepentingan perangnya melawan Sekutu, mereka memperbudak banyak orang Indonesia, menjadi romusha dan jugun ianfu. Kekejaman penguasa penjajah seperti yang dilakukan oleh Jepang ini, menjadi pelajaran pahit bagi seluruh rakyat Indonesia, bahwa penjajah itu kejam dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
Tuhan menganugerahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, yang berjuang dengan sepenuh hati untuk memperoleh kemerdekaannya; dan pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia diwakili Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia; 18 Agustus 1945 negara-bangsa Republik Indonesia didirikan, dengan menetapkan UUD 1945 dan memilih Soekarno menjadi Presiden dan Hatta menjadi Wakil Presiden. Pembukaan UUD 1945 menyatakan: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Posisi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia semakin kuat; sejarah memperlihatkan bahwa semua ini bukan pekerjaan mudah yang diselesaikan dalam waktu pendek, tetapi hasil perjuangan berat para pemimpin bangsa yang memakan banyak waktu dan tenaga. Dalam persiapan kemerdekaan Indonesia ikut serta beberapa tokoh Kristen, antara lain: Mr. Johannes Latuharhary sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Gubernur Maluku yang pertama; Mr. A.A. Maramis sebagai anggota BPUPKI; dan Dr. G.S.S.J.Ratu Langie sebagai anggota PPKI dan Gubernur Sulawesi yang pertama. Pada tanggal 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945 ditetapkan dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, dan dalam sidang tersebut terjadi penghapusan tujuh kata dari draft sila pertama Pancasila, dan hasilnya sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Penghapusan itu adalah usulan para pejuang dari Indonesia Timur, dan banyak yang menyatakan bahwa pahlawan tersebut adalah G.S.S.J.Ratu Langie.
Dalam Sidang Konstituante timbul perbedaan mengenai dasar negara yang akan dituangkan dalam undang- undang dasar pengganti UUD Sementara, dan akibatnya Sidang Konstituante macet. Lembaga negara yang sudah bekerja sejak November 1956 hingga April 1959, belum berhasil menyusun undang-undang dasar yang baru. Oleh karena itu dalam pidato di depan Sidang Konstituante 22 April 1959, Presiden Soekarno menganjurkan agar memberlakukan kembali UUD 1945. Pada 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Hasilnya ialah setuju 269 suara lawan tidak setuju 199 suara, dan anggota yang hadir 474 orang. Artinya, tidak tercapai dua pertiga suara seperti yang disyaratkan UUDS 1950 pasal 137 ayat (2) yang menyatakan: Undang-Undang Dasar baru berlaku , jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah. Sesuai dengan ketentuan tata tertib Kostituante, diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terachir dilakukan pada 2 Juni 1959, dan jumlah suara dua pertiga tetap tidak tercapai, dan keesokan harinya, 3 Juni 1959, Konstituante reses dan ternyata untuk selamanya.
Pada 5 Juli 1959 sore, dalam acara yang berlangsung sekitar lima belas menit di halaman Istana Merdeka di Jakarta, dan dihadiri oleh ribuan orang, Presiden Soekarno membacakan Dekrit 5 Juli 1959. Inti Dekrit 5 Juli 1959 ialah: 1.Pembubaran Konstituante; 2.UUD 1945 berlaku kembali; dan 3.Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pembentukan Dewan Pertimbangan Agung. Dalam waktu yang kritis, ketika keadaan negara membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, dan partai-partai politik sebagai keseluruhan tidak berdaya, Presiden Soekarno dan TNI muncul sebagai kekuatan politik yang mengatasi kemacetan itu. Gagalnya upaya kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan rentetan peristiwa politik yang mencapai klimaks dalam bulan Juni 1959, membuat Presiden Soekarno sampai kepada kesimpulan bahwa: “keadaan ketatanegaraan telah membahayakan persatuan dan kesatuan negara, nusa, dan bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur”. Tuhan Memberkati Indonesia.
Reformasi Politik di Indonesia sukses dan membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: Konstitusi menjamin hak asasi manusia; hak-hak politik dan kebebasan sipil dipenuhi; kebebasan pers dijamin; pemilihan umum berlangsung adil, bebas, kompetitif dan berkala; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan Presiden hanya boleh dipilih satu kali lagi. Sistem Politik Indonesia di era reformasi ini lebih memperkuat prinsip check and balances, yang mencegah dominasi lembaga negara yang satu terhadap yang lain. Reformasi Politik telah mempunyai dasar yang jelas dalam UUD 1945 yang dari tahun 1999 sampai dengan 2002 telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan UUD 1945 telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: konstitusi menjamin pemenuhan martabat manusia serta hak-hak politik dan kebebasan sipil; kebebasan pers; pemilihan umum yang adil, bebas dan demokratis; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan masa jabatan Presiden dibatasi. Menurut Jakob Tobing, Wakil Ketua PAH III BP MPR (1999 – 2000) dan Ketua PAH I BP MPR (2000 – 2002), setelah Perubahan UUD 1945 Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat, HAM, supremasi hukum dan sistem politik checks and balances telah dimeteraikan. Ditinjau dari perspektif peradaban, revolusi politik di Indonesia telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka; dan menyelenggarakan suatu negara kebangsaan, yaitu Republik Indonesia yang demokrasi, damai dan stabil; dan kemajuan ini adalah suatu prestasi besar yang belum dapat diwujudkan oleh banyak negara di bumi ini. Tuhan Memberkati Indonesia.
Daftar Isi.
Pendahuluan.
Tuhan berdaulat atas segala ciptaan.
Tuhan memelihara ciptaan-Nya.
Tuhan menganugerahkan akal dan nurani.
Tuhan menganugerahkan iman.
Tuhan sumber pertolongan.
Tuhan sumber perdamaian.
Tuhan sumber kebenaran.
Tuhan memanggil.
Tuhan memberkati orang benar.
II. Hidup yang melayani.
Persaudaraan segala ciptaan.
Melestarikan lingkungan hidup.
Persaudaraan umat manusia.
Melayani sesama manusia.
Kesetaraan manusia.
III. Kebebasan, perdamaian dan pertanggungjawaban.
Kebebasan manusia mengikuti kehendak Tuhan.
Kebebasan membutuhkan toleransi.
Kebebasan mendukung kreativitas manusia.
Kebebasan dan kerukunan beragama.
Perdamaian.
Pertanggungjawaban.
Tolak ketamakan, panti rehabilitasi untuk para pemalas.
IV. Mewujudkan keadilan sosial.
Pemberantasan korupsi.
Menghapus kemiskinan struktural.
Penguatan koperasi.
Tetapkan Undang-Undang Pemberdayaan Kaum Misikin.
Ekonomi kehidupan.
V. Menjadi bangsa merdeka.
Masyarakat gotongroyong.
Berjumpa dengan berbagai peradaban.
Sriwijaya dan Majapahit.
Pekabaran Injil.
Pergerakan nasional Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pembukaan UUD 1945.
Pancasila.
Perang mempertahankan kemerdekaan.
Berdamai dengan sesama manusia.
Kembali ke UUD 1945.
Mewujudkan kehidupan bernegara yang damai.
VI. Menjadi negara demokrasi.
Ketidakadilan di era orde baru.
Memilih demokrasi.
Perubahan UUD 1945.
Pemenuhan martabat manusia.
Pembatasan dan pembagian kekuasaan negara.
Negara Hukum.
Pemilihan umum.
Otonomi daerah.
VII. Kita bersyukur kepada Tuhan.
Merphin Panjaitan
Lahir di Padang Sidempuan, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1948.
Tahun 1977 lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK UKI). Tahun 1997 lulus dari Program Magister Pengkajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (PKN UI).
Tahun 1985 sd 1997 bertugas sebagai Manggala non-organik di BP7 Pusat. Tahun 1997 sampai dengan Agustus 2013 bertugas sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia. Tahun 2002 sd Oktober 2017 melayani sebagai Penatua di GPIB Pasar Minggu; sejak akhir 2015 melayani sebagai Ketua Komisi Pekabaran Injil di PGIW DKI Jakarta; dan sejak Agustus 2018 dipercaya sebagai salah seorang Penasehat di DPP MUKI.
Tahun 2000 menulis buku “Memberdayakan Kaum Miskin”; 2001 menulis buku “Gerakan Warganegara Menuju Demokrasi”; 2011 menulis buku “Logika Demokrasi” ; 2013 menulis buku “Dari Gotongroyong ke Pancasila”; 2016 menulis buku “Peradaban Gotongroyong”; dan 2018 menulis buku “Tuhan Memberkati Indonesia”. Sering diundang menjadi pembicara dalam diskusi tentang demokrasi.
Merphin Panjaitan.