Oleh: Weinata Sairin
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. (Yermia 29 :11)
Kata “rancangan” yang acap dimaknai sebagai “rencana” sudah amat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Orang sering bertanya “apa rencana kita tour ke Bali jadi?” “Apakah rencana rapat hari ini tetap dilakukan karena ada rekan kita yang meninggal?” Kata rancangan acap dimaknai juga sebagai “draf” sebuah dokumen untuk dibahas yang kemudian disahkan.
Di lingkungan sekretariat jenderal MPR dikenal Rancangan Keputusan (Rantus) dan Rancangan Ketetapan (Rantap). Rancangan Keputusan adalah draf dokumen keputusan yang berhubungan dengan kepentingan internal yang akan dibahas. Sedangkan Rancangan Ketetapan adalah draf dokumen yang berhubungan dengan kepentingan bangsa yang akan dibahas sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Rencana, rancangan, *plan* memang merupakan sesuatu yang amat penting dan fundamental dalam pelaksanaan sebuah program. Setiap program, kegiatan, aktivitas, pada level apapun dan dibidang apapun pasti membutuhkan program. Di zaman modern sekarang ini tidak saja pesta pernikakan yang mesti dirancang, diprogram, bahkan kematianpun mesti “diprogram”, Dalam pernikahan, orang merancang banyak hal : mau indoor atau outdoor, pakai EO atau tidak, honey moonnya kemana. Dalam konteks kematian, orang merancang : mau dimakamkan atau kremasi, mau dimakamkan di San Diego Hills atau dimana. Semuanya serba dirancang, direncanakan agar program berjalan baik dan teratur. Orang bijak berkata “perencanaan yang baik akan mensukseskan pelaksanaan program”.
Akan sangat signifikan bedanya antara sebuah kegiatan yang direncanakan dengan baik dengan sebuah kegiatan yang tidak dirancang dengan baik, kegiatan dadakan, kegiatan ujug-ujug yang improvisasi. Kehidupan juga memerlukan perencanaan, tak bisa mengalir begitu saja, tak bisa “bagaimana nanti saja”, tak bisa improvisasi.
Menarik sekali bunyi Yeremia 29 : 11 yang didalamnya menegaskan bahwa rancangan Tuhan bagi umatNya itu adalah rancangan damai sejahtera, dan bukan rancangan kecelakaan. Ditengah kondisi umat yang mengalami pergumulan hebat dalam kediriannya, Allah menyapa mereka dengan penuh kasih sayang. Allah mendengar keluh kesah umat, Allah peduli terhadap kondisi umat berada dalam depresi berat dan berada di titik nadir. Allah Perjanjian Lama bukan Allah yang stagnan, yang ignore, yang kejam, yang apatis; tetapi Allah yang dinamik, bergerak, yang peduli dan bertindak, Allah yang membebaskan, yang mengangkat umat dari keterbelengguannya dan menempatkannya dalam perspektif keselamatanNya.
Kata “rancangan” yang digunakan disini memberikan gambaran yang amat jelas bahwa sejak awal Allah telah memiliki “skenario” bahwa umatNya harus diselamatkan, harus menikmati keselamatanNya. RancanganNya adalah rancangan keselamatan bukan rancangan kecelakaan. Rancangan Allah itu definitif dan pasti, kukuh dan kuat. Rancangan Allah berbeda dari rancangsn dan jalan manusia (Yes 55:8)
Didalam dan oleh Yesus Kristus rancangan keselamatan Allah menjadi amat jelas dan eksplisit. Rancangan Allah mendapat bentuk dan wujud yang nyata dalam sosok, figur yang bernama *Yesus Kristus*dan *bukan nama lain*!!
Narasi Yeremia 29 : 11 ini memberikan beberapa inspirasi dan lesson learn yang amat penting bagi kita.
_Pertama_, kita terpanggil terus menerus untuk menjalani kehidupan ini berdasarkan rancangan yang telah kita rumuskan dan berupaya menyesuaikan rancangan kita dengan Rancangan Allah.
_Kedua_, Allah tidak pernah memberikan pengharapan palsu (PHP) kepada kita anak-anakNya. Kita kini berada dalam posisi menuju keselamatan Allah yang Ia rancang.
_Ketiga_, Anugerah Allah yang besar itu harus menjadi daya dorong utama bagi kita untuk mengukir karya terbaik bagi Gereja dan NKRI hingga maut menjemput dan merenggut.
Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless.