TANGGAPAN GEREJA BETHEL INDONESIA TERHADAP AJARAN PDT. DR. ERASTUS SABDONO

0
16616

 

 

 

Sehubungan dengan klaim Pdt. Erastus Sabdono (ES) yang menyatakan bahwa pengertian/pengajarannya telah “berkembang” sehingga berbeda dan tidak bisa menyesuaikan diri lagi dengan pengajaran Gereja Bethel Indonesia (GBI), sehingga menyatakan diri keluar dari Sinode GBI dan membentuk Sinode baru, maka dengan ini kami memberikan penjelasan tentang beberapa perbedaan antara ajaran Pdt. Erastus dengan pengajaran GBI, yang intinya meliputi hal sebagai berikut:

 

1.  ES: Allah  itu  Dwitunggal. Roh Kudus selalu  menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Berbeda dengan Yesus yang ketika menjadi manusia bisa memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa, sehingga ada risiko terpisah selamanya dari Bapa. Lagi pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu tidak setara.

 

GBI: Allah itu Tritunggal: satu hakekat tapi memiliki tiga pribadi yang setara yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Bisa dibedakan namun tidak bisa dipisahkan. Pandangan ES bukan hanya berbeda dengan ajaran GBI tapi dengan konsep gereja secara umum yang dirumuskan dalam konsili Nicea tahun 325 M.

 

2.  ES: Ada dua standar keselamatan dan kemuliaan, yaitu bagi orang yang percaya Injil dan sempurna akan mengalami kemuliaan dan memerintah bersama Yesus. Sedangkan orang yang belum mendengar Injil namun berbuat baik bisa selamat dan menjadi anggota masyarakat dalam dunia yang akan datang. Di Langit Baru bumi Bumi Baru (LB3) masih ada dosa dan hukuman Tuhan bagi masyarakat yang tidak taat, karena Tuhan akan memerintah dengan tongkat besi (Why. 2:27).

 

GBI: Menurut Yoh. 14:6, keselamatan hanya melalui Yesus Kristus. Tidak ada catatan Alkitab bahwa orang yang belum mendengar Injil namun berbuat baik bisa selamat.  Di langit baru dan bumi baru semua sudah disucikan, tidak ada lagi dosa. Memang di Kerajaan 1000 tahun damai di bumi yang mendahului langit baru dan bumi baru masih ada dosa, namun dosa tidak ada dalam kekekalan di langit baru dan bumi baru, dengan Yerusalem Baru sebagai ibukotanya.

 

3.  ES: Di Sorga masih ada perkawinan, dengan demikian masih ada hubungan seksual.

 

GBI: Di Sorga manusia akan hidup seperti malaikat, tidak kawin dan mengawinkan. Kasihnya agape bukan lagi eros. Perkawinan adalah lambang hubungan Kristus dan jemaat-Nya.

 

4.  ES: Lucifer bukan malaikat, tapi diciptakan sebagai anak Allah.  Ada tiga anak terkemuka Allah Bapa: Yesus, Lucifer, dan Adam. Lucifer adalah pangeran Kerajaan Tuhan di sorga yang kemudian jatuh dalam dosa. Adam gagal mengalahkan Lucifer, tapi Yesus berhasil mengalahkannya.

 

GBI: Lucifer bukan anak Allah yang diciptakan lebih tinggi dari pada malaikat. Dia adalah malaikat yang kemudian jatuh dalam dosa.

 

5.  ES: Lucifer belum terbukti bersalah hingga ada corpus delicti (bukti bahwa kejahatan itu telah terjadi). Ketaatan Yesus di kayu salib dan ketaatan orang percaya yang mengikuti gaya hidup Yesus (Why. 12:11) membuktikan  Iblis bersalah. Manusia diciptakan untuk mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa Iblis salah karena manusia bisa taat sempurna kepada Allah, sedangkan Iblis tidak.

 

GBI: Alkitab, Firman Allah sendiri sudah menyatakan Iblis salah karena ditemukan telah kecurangan padanya (Yeh. 28:15). Ini tidak harus dibuktikan dulu dengan menunggu ketaatan manusia, karena Yesus lah yang telah mengalahkan Iblis. Lagi pula manusia diciptakan bukan untuk membuktikan Iblis salah, tapi untuk memuliakan Allah (Yes. 43:7).

 

Kajian  teologis  lebih  lengkap  bisa  dipelajari  melalui  penelaahan  terhadap beberapa buku dan khotbah Erastus Sabdono, serta tanggapannya bawah ini:

 

A. Sabdono, Erastus. Roh Kudus. Jakarta: Rehobot Literatur: 2018.

 

1.  Sabdono mengatakan bahwa Roh Kudus bisa dikatakan sebagai Pribadi ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan mutlak sebagai Pribadi Ketiga, maka penjelasan mengenai Allah yang Esa menjadi sangat sulit dan kacau (hal. 15). Roh Kudus dipahami tidak terpisah dari Bapa.

Tanggapan:  Tidak demikian menurut kesaksian Alkitab dan Bapa-bapa Gereja. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu substansi/hakekat (ousia) dan adalah tiga

pribadi yang setara (hypostasis) (J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines, London: A

& C Black, 1965, hal .88). Roh Kudus adalah Pribadi ketiga Allah yang mutlak dan bukan relatif.

 

2.  Saat Tuhan Yesus menjadi manusia, Ia memiliki risiko kemungkinan terpisah dari Allah Bapa selamanya. Perpisahan Pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan Tuhan Yesus memiliki kehendak sendiri yang berbeda dengan Bapa (hal. 19, 22-23). Tanggapan: Yesus sendiri justru berkata bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh:

10:30). Berikutnya, bila  ada  kemungkinan  Yesus  terpisah  dari Allah  atau  Bapa selamanya, maka keallahan bisa berubah dari tiga menjadi dua. Sementara Allah

tidak berubah (Ay. 23:13; Mzm. 102:28; Yes. 48:12; Mal. 3:6; Ibr. 1:12; 13:8). Jika Allah berubah, Ia bukan Allah, karena yang berubah itu adalah ciptaan dan bukan Pencipta. Pemahaman Yesus yang bisa gagal dan terpisah dari Allah selamanya juga menunjukkan pemahaman keallahan yang bersifat politeistik di mana dewa-dewa bisa berhenti menjadi dewa.

 

3.  Roh Kudus dipahami menyatu dengan Bapa dan tidak terpisah, sementara Yesus benar-benar terpisah dari Bapa. Dan seperti di atas, keterpisahan dari Bapa dapat membuat Yesus terpisah selamanya bila tidak taat kepada Bapa (hal. 14, 15). Dengan demikian Allah belum tentu Tritunggal namun bisa Dwitunggal.

Tanggapan: Ini sebetulnya bukan lagi tritunggal melainkan dwitunggal, karena yang benar-benar terpisah adalah Bapa dan Anak. Namun anehnya, Anak bisa benar- benar terpisah selamanya dari Bapa dan tidak menjadi bagian dari Tritunggal lagi.

 

4.  Penekanan yang berulang-ulang diberikan adalah bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan adalah Roh Allah.

Tanggapan: Jika Roh Kudus keluar dari Bapa dan tidak keluar dari Anak, maka roh siapakah yang anak miliki? Apakah Anak tidak memiliki Roh? Padahal Alkitab menyaksikan bahwa ada Roh Yesus dalam Kis. 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan

juga  dalam  Flp. 1:19:  “karena  aku  tahu,  bahwa  kesudahan  semuanya  ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus”. Jika Roh Kudus hanyalah Roh yang keluar dari Bapa, lalu Roh Yesus atau Roh Yesus Kristus ini roh siapa, jika bukan Roh Kudus? Sebaliknya, jika Roh Yesus atau Roh Yesus Kristus juga dipahami sebagai Roh Kudus, maka dalil Sabdono gagal total.

 

Selain istilah Roh Yesus dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah Roh Kristus dalam Rm. 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” 1 Pet. 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam  mereka, yaitu  Roh  yang  sebelumnya  memberi kesaksian  tentang  segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu”. Jika Roh Kudus hanyalah Roh yang keluar dari Bapa, maka roh siapakah Roh Kristus ini? Apakah ada roh lain sehingga Allah ada 4 pribadi?

Baca juga  Rayakan HUT ke-69, Lembaga Alkitab Protestan "LAI" Gelar Ibadah Syukur dan  Peluncuran Alkitab TB-2

 

Berikutnya, Gal. 4:6 menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”. Roh Anak-Nya yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus. Lalu, jika Roh Kudus menurut Sabdono hanyalah Roh Allah yang keluar dari Bapa, lalu Roh Anak-Nya ini roh siapa? Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus dalam Rm. 8:9 menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu berarti Roh Allah atau Roh Kudus sama dengan Roh Kristus. Ini berarti dalil Sabdono juga gagal ketika ia membedakan antara Bapa dengan Anak tetapi menyamakan Bapa dengan Roh Kudus.

5.  Bapa tidak mahahadir. Anak juga tidak mahahadir. Anak ada di sebelah kanan Bapa.

Bapa menjadi mahahadir karena Roh Kudus yang ada di mana-mana (hal. 15).

Tanggapan: Walaupun Sabdono bersitegas bahwa Roh Allah adalah bagian dan keluar dari Bapa, namun pada sisi lain menunjukkan perbedaan antara Bapa dengan

Roh Kudus, yaitu Bapa hanya ada di surga dan tidak mahahadir (omnipresent) dan

kehadiran Allah lebih disebabkan karena Roh Kudus yang hadir di mana-mana. Terlihat bahwa Sabdono memahami bahwa Bapa dan Anak tidak mahahadir dan hanya Roh Kudus yang mahahadir  dan memberikan penekanan yang sangat

berlebihan pada ketigaan Allah pada satu sisi dan keterbatasan Bapa dan Anak pada sisi lain dan ini bukan ajaran kekristenan.

 

Berikutnya, dalam Rm. 8:10 dikatakan: “Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran”. Jika Kristus hanya diam di surga, maka tidak mungkin Kristus ada di dalam orang percaya. Dan Kristus yang disebutkan dalam ayat 10 ada dalam orang percaya ini, pada ayat 9 disebut sebagai Roh Allah dan Roh Kristus. Jadi dengan kata lain, pemisahan yang ketat antara Bapa dengan Anak sementara Bapa dengan Roh Kudus tidak, namun Bapa diam di sorga menjadi keliru, karena dalam teks ini, Kristus yang diam dalam diri orang percaya juga adalah Roh Allah yang juga adalah Kristus. Pada satu sisi, ini menunjukkan kekeliruan pemahaman Sabdono bahwa ada keterpisahan yang kuat antara Bapa, Anak dan Roh namun juga bahwa Roh Kudus hanyalah Roh Bapa. Teks Rm 8:9, 10 menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah juga Roh Allah adalah juga Roh Kristus dan ketiganya adalah satu.

 

B.  Buku: Sabdono,  Erastus.  Keselamatan di luar Kristen. Jakarta: Rehobot Literatur, 2016.

 

1.   Sabdono menyatakan bahwa ada dua standar dalam keselamatan. Pertama adalah bagi orang yang mendengar Injil dan kedua adalah mereka yang tidak mendengar Injil. Kualitas keselamatannya pun dengan demikian berbeda. Keselamatan bagi orang percaya berarti dikembalikan kepada gambar Allah semula sehingga suatu hari nanti dilayakkan bersama dengan Tuhan dalam kemuliaan. Keselamatan bagi orang yang tidak mengenal Injil adalah diperkenankan masuk dunia yang akan datang sebagai anggota masyarakat (hal. 65).

Tanggapan: Tidak ada dalam Alkitab yang menyatakan bahwa di dunia yang akan datang, akan ada anggota masyarakat yang merupakan orang-orang yang belum mendengar Injil.

 

2.   Sabdono mengatakan bahwa bila orang Kristen gagal mencapai keberkenanan di hadapan Bapa atau tidak sempurna, namun didapati berbuat baik menurut Tuhan, maka akan digolongkan kelompok orang yang berbuat baik yang diperkenan masuk dunia yang akan datang atau menjadi anggota masyarakat.  Tetapi bila mereka berbuat jahat, maka mereka dibuang ke dalam lautan api (hal. 66).

Tanggapan: ini juga tidak ada dalam Alkitab. Siapa yang dapat sempurna?

 

3.   Bagi mereka yang menerima anugerah keselamatan, ia harus meresponi panggilan untuk sempurna seperti Bapa (Mt. 5:48).

Tanggapan: Mt. 5:48: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Beberapa teks bahasa Inggris menuliskan: “Therefore be perfect” (MKJV); “Ye therefore shall be perfect, as your heavenly Father is perfect” (ASV); So be perfect, as your heavenly Father is perfect.” “Be then

complete in righteousness, even as your Father in heaven is complete” (BBE). Dalam teks Yunani: ἔσεσθε οὖν φμεῖς τέλειοι, ὥσπερ ὁ πατὴρ φμῶν ὁ ἐν τοῖς ουρανοῖς τέλειός ἐστιν. Dalam bahasa Indonesia dikatakan “haruslah kamu sempurna” di mana “haruslah” berbentuk KALA KINI dan IMPERATIF. Dalam teks Yunani digunakan kata ἔσεσθε yang berbentuk KALA FUTUR dan INDIKATIF. Bila diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris, maka yang tepat adalah “you shall be perfect” atau “you will be perfect”. Dalam bahasa Indonesia maka lebih tepat diterjemahkan “kamu akan menjadi sempurna”. Kata “Karena itu” merujuk kepada ayat-ayat sebelumnya, di mana Yesus membandingkan Taurat dengan ajaran-Nya di mana Ia datang bukan untuk meniadakan Taurat melainkan menggenapinya (πληρῶσαι, yang berarti juga menaikkan atau menyempurnakan). “Karena itu” merujuk pasal 5:1-47, yaitu artinya, kalau kita melakukan semua yang dijabarkan di atas, kita akan sempurna. Jadi yang terpenting, atau yang jadi fokus, bukanlah menjadi sempurna, tetapi melakukan kehendak Tuhan Allah, yaitu bahwa Ia bukan hendak menghapuskan Taurat, tetapi menggenapi (menyempurnakan), yaitu dari gigi ganti gigi dan mata ganti mata, menjadi tampar pipi kanan berikan pipi kiri, jalan satu mil, jalan dua mil, diminta baju, berikan juga jubah, berzinah bukan lagi pada tindakan tetapi pada keinginan, dll., itu semua yang Tuhan bicarakan dan itu yang dimaksud dengan “karena itu” atau “jika kamu melakukan itu, kamu akan menjadi sempurna”.

 

Berikutnya, kata ‘sempurna’ merupakan terjemahan dari τέλειός (teleios) yang berarti sempurna, tetapi juga lengkap, utuh, matang, dewasa dan berintegritas. Bila melihat keseluruhan pasal, maka kata τέλειός lebih tepat diterjemahkan berintegritas atau utuh.  Jadi kesempurnaan yang diacu bukanlah: kamu harus sempurna, tetapi yang benar adalah: KAMU AKAN MENJADI BERINTEGRITAS, UTUH, SEPERTI BAPA kalau kamu melakukan apa yang dijabarkan di pasal 5, seperti yang Yesus jabarkan. Sebaliknya, bila sempurna yang Sabdono ajarkan adalah sempurna mutlak seperti Bapa, maka tiada seorangpun yang dapat sempurna seperti Allah dan secara silogistik  tidak ada  yang selamat karena menurut Sabdono, semua orang yang menerima anugerah harus sempurna seperti Bapa (hal. 66).

 

C. Rekaman youtube Seminar Erastus Sabdono, Perceraian Sesi 2

 

Pada waktu 1:16:13, dalam link:  https://www.youtube.com/watch?v=F2bnDR- PUT0&t=4637s, pada sesi tanya jawab, penanya pertama dibacakan oleh moderator, transkripsinya adalah sbb.:

Penanya: Apakah pasangan saya yang sudah meninggal di bumi adalah pasangan saya di LB3 (ket: Langit Baru Bumi Baru) atau Tuhan menyediakan yang lain? Sabdono: Jawabannya cuma satu,  Tuhan yang tahu, oke, tetapi menurut saya, idealnya pasangan di bumi menjadi pasangan selamanya.

Baca juga  PDT. WEINATA SAIRIN: *TULUS BERPELUKAN DEMI HADIRNYA NKRI BERKEMAJUAN*

Tanggapan: Yang menjadi rujukan adalah Mt. 22:23-33 di mana pertanyaan orang- orang Saduki kepada Yesus tentang siapa yang menjadi suami dari wanita yang telah menikah 7 kali suami dan adik-adik suaminya (perkawinan levirat) di surga nanti dan Tuhan menjawab bahwa manusia hidup di surga seperti malaikat tidak kawin dan

dikawinkan (Mt. 22:30). Ini dipahami sebagai ketiadaan perkawinan levirat di surga dan bukan ketiadaan perkawinan di surga. Ini keliru. Tidak perkawinan di surga! Yesus jelas justru menolak gagasan ada perkawinan di surga. Kehidupan manusia adalah sama dengan malaikat di surga.

 

D. Buku: Sabdono, Erastus. Lucifer, Jakarta: Rehobot Literature, 2016

 

1.  Menurut Sabdono, Lucifer dipahami sebagai anak Allah. Dasarnya adalah dalam Kitab Ayub, malaikat-malaikat Allah disebut bene haelohim (םיהלאה ינב) dalam Tanakh (Ay. 1:6; 38:7) yang arti harfiahnya adalah anak-anak Allah (h. 13). Ia juga mengutip Ibr. 12:9 yang menyatakan bahwa Allah adalah “Bapa segala roh” (πατρὶ τῶν πνευμάτων) yang dipahami sebagai asal-muasal segala roh, termasuk malaikat. Karenanya, malaikat-malaikat dapat disebut anak-anak Allah. Lucifer juga memiliki roh dari Bapa dan karenanya ia adalah anak Allah Bapa yang istimewa.  Pada mulanya, Lucifer adalah anak Allah. Sejak ia jatuh, ia bukan lagi anak Allah (h. 13). Karena itu, Lucifer, yang dipahami sebagai salah satu malaikat, berarti juga adalah Anak Allah.

Tanggapan:  Kelemahan  dalam  gagasan  ini  adalah  bahwa  dalam  terjemahan

Septuaginta, bene Elohim diterjemahkan sebagai aggeloi tou Theou. Artinya, para penerjemah LXX memahami bahwa istilah bene Elohim merujuk kepada malaikat-

malaikat dan tidak memberikan suatu pengertian tersendiri atau terpisah pada Lucifer.

 

2.  Menurut   Sabdono,   Lucifer   bukan   malaikat,   karena   ia   diciptakan   dalam kesempurnaan. Selain itu, Alkitab tidak pernah menyebut Lucifer sebagai malaikat. Kemudian, komponen yang ada pada Allah juga ada padanya (h. 54). Tanggapan:  Argumentasi ini membingungkan. Komponen Allah  yang ada pada Lucifer itu komponen apa? Diciptakan dalam kesempurnaan yang dimaksud hanya karena ada 1 ayat yang menyatakan ia tidak bercela. Tidak bercela dipahami sebagai kesempurnaan. Tidak bercela, dalam teks asli adalah םימתּ (tamiym)  yang menurut BDB berarti complete, whole, sound (lengkap, utuh, menyeluruh). Tidak ada yang mengindikasikan sebuah kesempurnaan yang utopis apalagi mengandung komponen Allah. Komponen Allah pun tidak jelas yang dimaksud.

 

3.  Menurut Sabdono, Lucifer diciptakan segambar dengan Allah karena ia adalah gambar dari kesempurnaan (Yeh. 28:12) (h. 59 & 79). Lucifer adalah mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki keberadaan seperti Allah. Kesempurnaan menunjuk kepada

kualitas  Allah  sendiri  (h.  59).  Ia  diciptakan  sudah  dalam  kesempurnaan  yang permanen (h. 59).

Tanggapan: Mengingat tamiym sudah dijelaskan di atas, maka jelas Lucifer tidak

memiliki keberadaan seperti Allah. Dia makhluk biasa seperti ciptaan lainnya.

 

4.  Menurut Sabdono, Lucifer memiliki kedudukan lebih tinggi dari malaikat, bahkan lebih tinggi dari penghulu malaikat (Mikhael). Karenanya, Lucifer adalah anak Allah yang istimewa sebelum jatuh dalam dosa dan mendapat pelayanan dari para malaikat di Eden (di surga) (h. 61).

Tanggapan: Dalam banyak terjemahan, Lucifer disebut sebagai kerub saja (MKJV, ESB, German Luther Bibel, Dutch Staten Vertaling, French Louis Segond).

 

5.  Menurut Sabdono, ada tiga anak terkemuka Allah Bapa. Pertama, Anak Tunggal Bapa, Tuhan Yesus Kristus yang keluar dari Bapa, kedua, Bintang Timur Putra Fajar (yaitu Lucifer) dan terakhir adalah Adam, namun Lucifer dan Adam diciptakan oleh Tuhan Yesus. Lucifer adalah “putera” yang memberontak. Adam gagal mengalahkan Lucifer. Tuhan Yesus diutus untuk membinasakan pekerjaan Lucifer (h. 61). Lucifer adalah anak Allah yang memberontak kepada Bapanya (h. 62). Ia awalnya adalah pangeran Kerajaan Tuhan di surga (Yeh. 28:13). Ia juga dahulunya adalah anak Allah yang diciptakan-Nya (h. 92).

Tanggapan: Alkitab tidak pernah menyaksikan bahwa ketiganya adalah Anak-anak

Allah.

 

6.  Menurut Sabdono, ketika Tuhan Yesus menunjukkan ketaatan-Nya sampai mati di kayu salib (menumpahkan darah), maka Iblis terbukti bersalah. Kuasa atau kekuatan darah Tuhan Yesus terletak pada ketaatan-Nya kepada Allah Bapa (h. 100). Namun kemudian ia mengatakan bahwa Iblis (Lucifer) hanya bisa dikalahkan oleh darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus (Why. 12:11) (h. 114).

Tanggapan: Manusia tidak memiliki peranan sama sekali untuk menyatakan Lucifer bersalah. Ayat yang digunakan adalah sebuah doksologi di dalam surga yang dilihat dalam penglihatan Yohanes. Ini tidak ada kaitan sama sekali dengan keselamatan.

 

7. Menurut Sabdono, manusia diciptakan untuk menggenapi rencana Bapa, yaitu mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa ia (Iblis) bersalah (corpus delicti) (h.

124, 152).

Tanggapan: Rencana Bapa atas manusia bukanlah untuk mengalahkan Iblis karena

Yesus telah mengalahkan Iblis.  Manusia diciptakan untuk memuliakan Allah (Yes.

43:7) dan bukan untuk membuktikan bahwa Iblis salah.

 

E. Buku: Sabdono, Erastus. Corpus Delicti, Hukum Kehidupan, Jakarta: Rehobot Literature, 2016.

1.  Sabdono menyatakan bahwa darah Tuhan Yesus dan perkataan kesaksian mereka yang dikatakan “tidak menyayangkan nyawanya” (ini menunjuk orang percaya yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus: Why. 12:11). Ini menjadi dasar buku ini, di mana dikatakan  “akan  dikemukakan  secara  panjang  lebar  dalam  tulisan  ini.  Dengan demikian harus ditegaskan bahwa yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan orang percaya yang memiliki kualitas seperti Tuhan Yesus sendiri” (h. 9). Tanggapan: Pertama, buku ini menjadi sumber ajaran sentral sementara gagasan yang diambil hanya berasal dari 1 ayat, Why. 12:11, dan tiada lagi ayat lain dalam Alkitab yang berbicara mengenai hal ini. Dari segi metodologi tafsir, ini menjadi keliru, karena pokok yang sangat minor dalam Alkitab malah dijadikan pokok mayor, bahkan primer. Kedua, ayat itu sendiri bukan dalam konteks soteriologis melainkan doksologis, yaitu ketika Yohanes memperoleh penglihatan tentang surga dan ada suara nyaring di surga yang memuliakan Allah. Ketiga, kejadian yang dikisahkan sendiri belum tentu bicara tentang keadaan surga pada akhir zaman. Ada setidaknya

3 jenis tafsiran untuk ini: Pertama, melihat bahwa Naga dijatuhkan ke bumi dan mengejar wanita yang melahirkan Anak, maka ini justru berbicara tentang Maria yang mengandung  dan  melahirkan  Yesus.  Cukup  banyak  tafsiran  yang  memahami

demikian. Ada yang menafsir bahwa wanita ini adalah Gereja. Ada juga yang menafsir

bahwa wanita ini adalah Israel dalam Perjanjian Lama yang akan menghadirkan Mesias  (cf.  Ranko  Stefanovic,  Revelation  of Jesus  Christ,  Commentary  on  the Revelation, h. 380). Kemenangan orang-orang percaya atas Setan bukan atas dirinya sendiri, kesalehannya bahkan karena menjadi serupa dengan Kristus, melainkan karena karya salib Kristus belaka.

 

2.  Sabdono menyebut adanya Allah Anak yang ditujukan kepada Yesus dan ada Allah

Bapa (hal. 25).

Tanggapan: Penyebutan Allah Bapa, Allah Anak (dan dengan demikian Allah Roh Kudus) sesungguhnya tidak tepat karena Alkitab tidak pernah menyebut Allah Tritunggal seperti itu dan sepanjang sejarah Gereja, baik Bapa-bapa Gereja maupun

Baca juga  Gubernur Anies : "Munas X MUI Jadi Contoh Disiplin Prokes"

gereja-gereja kemudian, tidak mengenali Allah Tritunggal sebagai Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Yang dipahami oleh Alkitab, kemudian Bapa-bapa Gereja serta gereja-gereja kemudian, adalah bahwa kita percaya kepada Allah yang Esa yaitu Bapa, Anak dan Roh. Allah adalah Bapa, Anak dan Roh. Penyebutan Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus serupa dengan gagasan Sabelianisme atau

Modalisme.

 

3.  Menurut Sabdono, Lucifer adalah mahluk istimewa yang tidak sama pula dengan malaikat (h. 26).

Tanggapan: Kekeliruan di sini adalah bahwa Sabdono memahami nama Lucifer

sebagai sebuah kebenaran mutlak padahal nama Lucifer digunakan oleh Alkitab Bahasa Inggris versi King James yang merupakan diambil dari Alkitab Bahasa Latin lucifer (tanpa huruf capital) yang merupakan terjemahan dari לליה (hilel). Lucifer berarti bintang fajar, atau dahulu kala merujuk kepada Planet Venus. Pada zaman dahulu, Planet Venus yang muncul di pagi hari dianggap sebagai bintang. Lucifer karenanya juga berarti pembawa cahaya. Dari situ dapat diketahui bahwa Lucifer sesungguhnya bukanlah suatu nama tetapi istilah dalam bahasa Latin yang merupakan padanan dari

Bintang Fajar.  Tidak ada rujukan lain, selain dalam Yehezkiel 28 dan Yesaya 14, yang berbicara langsung tentang Bintang Fajar. Karenanya, tidak ada rujukan Alkitab bahwa Lucifer mahluk istimewa yang tidak sama dengan malaikat. Istilah Setan (ןטת, Satan) digunakan dalam Perjanjian Lama sebanyak 18 kali dan tidak ada yang merujuk kepada keadaan Setan sebelum kejatuhan. Kejatuhan Bintang Fajar dalam Yehezkiel dan Yesaya pun ditafsir dalam 2 bentuk tafsiran, yaitu pertama Bintang Fajar dipahami sebagai sepenuhnya raja manusia (Tirus dan Babel) dan kedua dipahami sebagai Iblis. Artinya, ada dua bentuk tafsiran berbeda.

 

4. Sabdono mengatakan bahwa Lucifer bukan kerub (Yeh. 28:14) walaupun ia mengakui bahwa ada terjemahan bahasa Inggris yang menerjemahkan bahwa Lucifer adalah kerub.

Tanggapan:   Sabdono   mengabaikan   bahwa    mayoritas   terjemahan   Inggris

menerjemahkan Lucifer sebagai kerub. 4 terjemahan bahasa Jerman pun menerjemahkannya sebagai kerub (di antaranya: DEB: Du warst ein schirmender, gesalbter Cherub,). Terjemahan bahasa Belanda (Dutch Staten Vertaling) juga menerjemahkannya sebagai kerub (Gij waart een gezalfde, overdekkende cherub). Begitu juga terjemahan Perancis (French Louis Segond): Tu étais un chérubin protecteur. Dalam LXX: μετὰ τοῦ χερουβ ἔθηκά σε (terj.: You were placed with the cherub). Kata μετὰ menunjuk asosiasi, atau dengan kata lain, Bintang Fajar ini sama dengan cherub. Dalam Tanakh: חשממ בורכ־תא (at kherub mimshakh) (terj.: Engkau adalah kherub yang diselubungi.) Dari semua terjemahan yang ada, maupun LXX dan Tanakh, jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah bahwa Lucifer adalah kherub. Menafsirkan Bintang Fajar bukan sebagai kerub apalagi lebih tinggi dari kerub mengabaikan baik teks asli Ibrani, LXX maupun terjemahan-terjemahan yang ada. Mengingat bahwa Sabdono bukan ahli bahasa Ibrani pendapatnya yang justru berbeda dari baik teks asli Ibrani, LXX maupun terjemahan-terjemahan yang ada justru menunjukkan terjemahannya keliru sama sekali.

 

5.  Sabdono mengatakan bahwa gagasan Lucifer sebagai malaikat yang jatuh tidaklah alkitabiah.

Tanggapan: Pernyataan ini justru yang tidak alkitabiah. Dua nama malaikat yang disebut dalam Alkitab, yang dipahami sebagai penghulu malaikat, yaitu pertama Gabriel (berasal dari Geber el, manusia Allah) yang dipahami secara umum sebagai archangel (ἀρχάγγελος, arkhaggelos, gabungan dari arkhe aggelos, malaikat kepala), disebut  sebagai  malaikat,  ἄγγελος  (lihat  Lk.  1:19;  26).  Kedua  Mikhael.  Dalam

Perjanjian Lama, Mikhael disebut ἄρχων atau pemimpin (Dan. 10:21; 12:1). Dalam Perjanjian Baru, Mikhael disebut penghulu malaikat archangel (ἀρχάγγελος, arkhaggelos) (Jud. 1:9) dan dalam Why. 12:7 Mikhael disebut memiliki malaikat- malaikat. Teks tersebut juga menyatakan bahwa naga (δράκοντος·, drakontos), yang menjadi musuh Mikhael, juga memiliki malaikat-malaikat. Jika naga itu adalah Setan atau Iblis, maka teks ini jelas hanya menaruh naga setara dengan Mikhael. Jika Mikhael adalah penghulu malaikat yang juga adalah malaikat, maka naga tersebut juga tidak lebih dari penghulu malaikat atau malaikat. Bila naga ini Lucifer, walaupun tidak ada kaitan langsung antara naga ini dengan Lucifer, maka naga ini hanyalah mahluk  yang  sekelas  dengan  Mikhael,  yang  walaupun  ἀρχάγγελος  (penghulu

malaikat) namun tetap hanya άγγελος (malaikat). Apakah Allah hanya memiliki tiga penghulu malaikat (bila Lucifer dianggap salah satunya), atau lebih dari tiga, Alkitab tidak menyatakan apa-apa. Karenanya, tidak  tepat untuk menyimpulkan apapun terkait malaikat-malaikat, bila Alkitab tidak menceritakannya. Mengorek-orek hal ini hanya memberikan hasil keluar dari Alkitab dan dari intensi Alkitab.

 

6.  Piktogram ןטת yang berasal dari huruf sin, tet dan nun diartikan oleh Sabdono sebagai the consuming and destroying snake that surround the whole life (hal. 32). Tanggapan:  Tafsiran  dari  piktogram  tidak  dapat  dijadikan  landasan  sebuah kebenaran karena itu merupakan eisegesis (memasukkan gagasannya sendiri ke dalam teks Alkitab). Alkitab sendiri tidak memberikan definisi Setan berdasarkan piktogram seperti itu.

 

7.  Sabdono mengatakan bahwa Lucifer diciptakan segambar dengan Allah sendiri.

Sabdono menyimpulkan hal ini dari Yeh. 28:12: “Gambar dari kesempurnaan engkau”.

Tanggapan: Frasa ini hanya menggambarkan keadaan Lucifer sebelum kejatuhan dan bukan menunjukkan bahwa ia diciptakan segambar dengan Allah.

 

8.  Allah tidak langsung membinasakan Lucifer karena tindakan Lucifer belum bisa dibuktikan  bersalah  selama  tidak  ada  verifikasi atau  pembuktian  bahwa  Lucifer bersalah. Karenanya harus ada semacam corpus delicti bahwa Lucifer bersalah (hal.

41, 42).

Tanggapan: Alkitab sendiri mengatakan bahwa telah ditemukan kecurangan dari Lucifer (Yeh. 28:15). ‘Kecurangan’ merupakan terjemahan dari Ibr. התלוע (awlatah) dan Yun. ἀδικήματα yang berarti tidak benar atau perbuatan jahat. Kecurangan dalam terjemahan Indonesia atau התלוע (awlatah) dan Yun. ἀδικήματα jelas menunjukkan

adanya tolok ukur. Sesuatu dikatakan jahat atau tidak benar bila ada tolok ukurnya sehingga saat Alkitab berkata Lucifer curang, maka saat itu sudah ada tolok ukurnya dan tidak perlu membutuhkan tolok ukur lain yaitu corpus delicti. Dalil untuk menghadirkan corpus delicti terlalu lemah dan malah tidak alkitabiah. Alkitab sama sekali tidak menyatakan hal tersebut.

 

KONKLUSI: Dari kajian-kajian di atas, belum termasuk buku-buku dan khotbah- khotbah lainnya, cukup banyak pengajaran yang diklaim Sabdono “berkembang” itu ternyata tidak sama bahkan berbeda, bukan hanya dengan ajaran GBI melainkan juga dengan pengajaran gereja dan kekristenan pada umumnya! Banyak kajian Sabdono, walaupun menggunakan ayat-ayat Alkitab, namun merupakan buah pikiran pribadi yang bersifat eisegese (memasukkan gagasannya sendiri ke dalam teks Alkitab, padahal Alkitab sendiri tidak memaksudkan nya demikian). Akibatnya muncul pandangan yang tidak lazim dan menyimpang dari kepercayaan umat Kristen pada umumnya yang bertitik tolak dari Alkitab.

 

Jakarta, 14 September 2018,

 

Departemen Teologia Gereja Bethel Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here