Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Lukas 21:1-4
(1) Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”
Cerita dalam perikop ini merupakan kecaman Yesus terhadap pemimpin Yahudi yang melakukan praktek memberi persembahan secara keliru. Mereka memberi supaya dipuji oleh orang banyak. Memang, dari segi jumlah mereka memberi lebih besar, tetapi Yesus tahu bahwa apa yang mereka persembahkan tidak memenuhi “syarat” persembahan. Syarat itu adalah rasa syukur disertai ketulusan. Mereka memberi bukan karena rasa syukur tapi karena ingin dilihat orang dan memperoleh pujian.
Itulah sebabnya Yesus memuji seorang janda miskin yang memasukan dua peser ke dalam peti persembahan. Didorong oleh rasa syukur yang tinggi, sang janda ini memberikan seluruh miliknya. Ia ikhlas, tak ada rasa rugi sedikitpun di hatinya, walau sesudah itu ia harus bekerja keras lagi untuk mendapatkan nafkah. Kemiskinannya tidak menyurutkan niatnya untuk memberi persembahan syukur kepada Tuhan.
Jumlah persembahan si janda miskin jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pemberian orang-orang kaya, yang notabene adalah para pemimpin Yahudi. Sekalipun kecil, tapi nilainya sangat besar di mata Tuhan. Janda miskin ini mempersembahkan seluruh hidupnya karena ia memberikan seluruh miliknya. Ia tidak kuatir akan kekurangannya sesudah itu. Ia yakin Tuhan akan memberkatinya. Inilah nilai yang berharga di mata Tuhan. Berbeda dengan para pemimpin Yahudi, mereka memberi lebih besar, tetapi itu hanya sebagian dari kelimpahannya. Rasa bergantung kepada Tuhan sangat kecil, karena mereka merasa terjamin dengan hartanya yang masih menumpuk di rumah atau di lumbung penampungan. Yesus tidak terkesan melihat persembahan mereka yang banyak. Kenapa? Karena hati mereka sesungguhnya tidak memberi, hati mereka tetap hanya mau menerima, yakni menerima pujian. Juga, karena Yesus tahu bagaimana cara mereka mendapatkannya. Jadi, dari kedua praktek memberi persembahan di atas, nyatalah bahwa mutu persembahan tidak ditentukan oleh jumlah melainkan kesungguhan memberi dan rasa syukur kepada Tuhan.
Di mata manusia orang-orang miskin selalu disepelekan. Termasuk persembahan mereka. Gereja pun seringkali memandang mereka (dan persembahannya) dengan sebela mata. Ya, karena mereka dianggap kecil dan persembahannya pun tidak seberapa besar. Tapi Yesus datang membuka mata murid-murid dan gereja bahwa Allah tidak melihat fisik dan jumlah. Yang Allah rindukan adalah penyerahan total diri dan hati manusia kepada-Nya. Sikap ini salah satunya ditunjukkan dengan cara memberi persembahan. Bilamana kita datang untuk memberikan hati dan hidup kita kepada Tuhan, terkadang kita tidak berhitung lagi dengan Tuhan. Kita akan rela memberikan apa yang kita miliki, karena Tuhan selalu memberkati kita selama ini. Dan lagi, Ia akan tetap memberkati kita pada waktu-waktu selanjutnya.
Sikap memberi (apalagi jika itu dilakukan dengan rela) mau membuktikan bahwa kita tidak bergantung pada harta tetapi kepada Tuhan. Inilah yang dikehendaki Tuhan, supaya kita bergantung kepadanya bukan kepada benda. Sungguh berbahaya, kalau hati kita sudah terikat kepada benda, kita akan mengalami kehancuran karena materi dan sulit untuk bangkit lagi. Hal ini dilukiskan dengan tepat dalam Lukas 12:34: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Hati yang melekat kepada harta akan menimbulkan keserakahan dan keserakahan menciptakan perang. Selain itu banyak orang ragu untuk menyisihkan hartanya bagi Tuhan karena mereka takut kekurangan dan jatuh miskin. Mereka lupa bahwa sumber berkat adalah Tuhan. Mereka kurang yakin dan percaya kepada Tuhan yang sanggup melimpahkan berkat. Akibat dari ketidakyakinannya ini, mereka akan selalu merasa kurang, walau sebenarnya cukup.
Di hadapan Tuhan tidak ada yang kaya atau miskin, semua adalah sama. Sama-sama diberkati. Kalaupun ada yang tampaknya berlebih, itu dimaksudkan supaya mereka dapat berbagi kepada yang miskin. Dan bagi mereka yang merasa berkekurangan, tidak boleh mengeluh. Keluhanlah yang membuat mata hati kita terhalang untuk menikmati berkat yang melimpah. Jadi baik kaya atau miskin, harus bersyukur kepada Tuhan. Datanglah kepada-Nya dengan memberikan persembahan terbaik.
Tapi jangan disalah artikan, jika tekanan memberi persembahan adalah hati yang bersyukur, lalu yang kaya memberi seadanya. Tidak demikian maksudnya. Firman Tuhan dalam Lukas 12:48b berkata, “… Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” Kuncinya adalah hati yang bersyukur. Dan yakinlah, rasa syukur selalu mendorong kita untuk mau berkorban lebih banyak bagi Tuhan. Mau memberi lebih besar lagi bagi Tuhan.