Kekuasaan dan Para Pemburunya

0
580

Oleh: Yerry Tawalujan

“The day the power of love overrules the love of power, the world will know peace.”(Saat kuasa cinta mengalahkan cinta akan kekuasaan, dunia akan mengenal kedamaian)
Mahatma Gandhi

Kekuasaan sungguh menggiurkan. Hampir semua hal bisa dilakukan orang untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Gonjang-ganjing dan dinamika bernuansa huru-hara politik di republik ini juga tidak terlepas dari kekuasaan.

Dua issue utama yang ramai “digoreng” media beberapa minggu terakhir ini, baik di media sosial maupun media massa konvensional adalah tentang Perppu Ormas dan Presidential Threshold.

Baik Perppu Ormas maupun Presidential Threshold keduanya berhubungan erat dengan (perebutan) kekuasaan. Adanya Perppu pembubaran ormas anti Pancasila berarti membatasi keleluasaan pihak pemburu kekuasaan (power seeker) untuk mendapatkan kekuasaan ataupun menjegal orang lain (untuk mendapatkan kekuasaan) dengan mempergunakan pengerahan massa ormas.

Para pemburu kekuasaan ini sebelumnya telah berhasil memanfaatkan pengerahan massa ormas bukan hanya untuk menjegal seseorang agar terdepak dari kekuasaan, tapi bahkan sampai memenjarakannya. Ya, salah satu pemimpin pemerintahan terbaik di negeri ini dipenjara karena tekanan massa berbasis ormas.

Perppu pembubaran ormas anti Pancasila jelas menghalangi nafsu jahat para “Power Seeker” untuk menjegal orang baik yang sedang berkuasa. Sekaligus mempersempit ruang gerak mereka untuk bermanuver merebut tahta dengan memanfaatkan kerumunan massa yang terbiasa demo di jalanan.

“Pilpres 2019 dan Presidential Threshold”

Presidential Threshold atau ambang batas pemilihan presiden berhubungan erat dengan kekuasaan. Ini adalah pintu masuk langsung ke puncak tertinggi kekuasaan.

Tanpa Presidential Threshold, atau presidential threshold 0%, artinya pintu masuk ke puncak kekuasaan terbuka selebar-lebarnya. Jika Pilpres 2019 dilaksanakan dengan Presidential Threshold 0%, maka Parpol baru yang lolos seleksi sebagai peserta pemilu 2019 berhak mengajukan capres-cawapres sekalipun belum mendapat dukungan suara rakyat lewat Pemilu. Hal ini akan memuluskan jalan para “Power Seeker” (pemburu kekuasaan) untuk menggapai singgasana walaupun belum teruji kepemimpinannya.

Baca juga  Ekonomi Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19

Presidential Threshold yang telah dipakai sejak Pemilu 2004 memberi batasan bahwa capres-cawapres harus mendapat dukungan kuat dari parpol atau gabungan parpol sebelum dicalonkan. Ini semacam seleksi (politik) alami untuk mendapatkan calon pemimpin terbaik yang didukung rakyat untuk memerintah negeri.

Penetapan ambang batas pemilihan presiden 20% di Pilpres 2019 sejatinya adalah cara untuk menghindari negeri ini dipimpin oleh para pemburu kekuasaan yang mengejar tahta demi kekuasaan.

Mahatma Gandhi benar ketika berkata kedamaian hanya akan dikenal jika “the power of love” (kuasa cinta) mengalahkan cinta akan kekuasaan.

Orang yang cinta akan kekuasaan akan berusaha menyingkirkan penghalang-penghalang untuk merebut kekuasaan itu. Bagi para pemburu kekuasaan, Presidential Threshold merupakan salah satu penghalang terbesar untuk menggapai puncak kekuasaan. Makanya penghalang itu harus disingkirkan.

Sayangnya, para pemburu kekuasaan akan berhadapan dengan pemegang kekuasaan, yaitu seluruh rakyat nusantara, yang tahu membedakan mana pemburu kekuasaan dan mana yang telah terbukti memakai kekuasaan untuk mengusahakan kesejahteraan rakyat.

Jakarta, 12 Agustus 2017

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here