Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Matius 7:12-14
(12) “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. (13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Pelayanan tidak selalu berjalan mulus. Kita selalu berhadapan dengan orang-orang yang pro maupun kontra dengan kegiatan kita. Berhadapan dengan yang pro, rasanya tidak ada masalah. Tetapi menghadapi mereka yang kontra, sering kita dibuat gemes dan tidak sabar. Mereka bukan cuma memperlihatkan sikap tidak suka, acapkali mereka bergerak untuk menjatuhkan. Sudah begitu, mengecam dan mengancam pula.
Kadang-kadang kita merasa harus menjawab kecaman yang ditujukan kepada kita. Alasan paling umum adalah supaya jiwa kita tenang dan supaya semua pihak melihat dengan jelas masalah yang sebenarnya. Salahkah melakukan hal ini? Tentu saja tidak. Silahkan jika itu dirasa menentramkan hati kita. Biasanya orang menjawab dengan memberi penjelasan tertulis untuk menghindari konfrontasi langsung.
Seorang pendeta pernah memberi dua saran. Pertama tentang apa yang seharusnya kita tulis. Tulislah kata-kata yang kita sendiri ingin mendengarnya. Anggaplah bahwa kita yang akan menerima catatan itu. Dikatakan dalam Matius 7:12, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Jangan terbawa emosi. Ingatlah, amarah tidak dapat memadamkan amarah. Kedua, setelah selesai menulisnya jangan langsung dikirim. Tundalah paling sedikit sampai besok, keloni dulu barang semalam. Siapa tahu esok hari pikiran kita sudah berubah, darah tidak “mendidih” lagi. Pakai prinsip: jangan memutuskan apa-apa ketika hati sedang panas.
Intinya adalah meneladani sikap Yesus. Bila mesti menjawab, maka menjawablah seperti Yesus. Dalam Injil Lukas 5:30, kita membaca sebagai berikut, “Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Lalu apa jawab Yesus? Ia berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Lukas 5:31-32). Jawaban Yesus jauh dari sikap panas hati. Tak ada sikap membela diri di situ. Yang nampak di situ adalah kebesaran jiwa dan keluhuran batin-Nya.
Itu jika kita ingin menjawab kecaman orang. Tetapi Yesus masih memberikan pilihan lain, yakni kita tak perlu menjawab orang-orang yang mengecam dan memfitnah kita. Ketika Yesus berada di hadapan Pilatus dan pengecam-Nya, Matius 27:12-14 menyampaikan sebagai berikut, “Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apa pun. Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Tidakkah Engkau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?” Tetapi Ia tidak menjawab suatu kata pun, sehingga wali negeri itu sangat heran.” Yesus diam. Ia memakai prinsip yang dapat kita baca dalam Yakobus 1:19-20, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.”
Kita bicara atau tidak, kebenaran selalu akan menang. Jadi apa pun situasi yang kita hadapi, tetap berbuat baik.