Salah satu sifat menonjol dari manusia adalah sikap egoistis, pementingan diri, introvert. Seorang yang egois tak pernah memperhitungkan atau mempertimbangkan orang lain, dan atau pihak lain diluar dirinya. Semua terarah dan demi dirinya atau keluarga besarya, kroni dan ikatan primordialnya. Seorang egois adalah juga seorang yang kemudian merasa “paling” diantara yang lain; otoriter dan memiliki semacam “hak veto”.
Seorang yang egois adalah seorang yang rendah rasa pedulinya terhadap orang lain. Ia tidak memiliki “sense of human” yang tinggi, ia kehilangan sentuhan kemanusiaan yang amat penting dalam membangun relasi dengan orang lain. Kebaikan hati, sikap solidaritas terhadap orang lain agak kurang terlihat dari figur seorang yang egoistis. Kisah-kisah zaman baheula acapkali memberikan banyak inspirasi bagi kita untuk mewujudkan sebuah kehidupan yang lebih berkualitas. Berikut salah satu contohnya: ‘Pemimpin besar pasukan konfederasi Robert Lee sedang melakukan perjalanan dengan kereta api bersama dengan beberapa pejabat kantor dan tentara. Di sebuah stasiun masuklah seorang perempuan miskin ke gerbong yang mereka tumpangi. Tak ada tempat duduk kosong digerbong itu dan tak ada seorangpun yang peduli terhadap perempuan itu. Perempuan itu kemudian tiba ditempat Robert Lee sedang duduk. Lee berdiri dan menawarkan tempat duduknya kepada perempuan itu.
Pada saat itu juga semua orang yang ada di gerbong itu berdiri dan menawarkan tempat duduknya kepada Jendral Robert Lee. Tetapi Lee segera berkata : ” Tidak usah, Tuan-tuan. Bila kalian tidak mau memberikan tempat dudukmu kepada seorang miskin, kalian *tak pantas* memberikannya kepadaku”. Robert Lee tentu saja bukan seorang yang egois, tetapi seseorang yang amat peduli kepada orang lain sehingga rela memberikan tempat duduk (yang satu-satunya) kepada perempuan miskin itu. Ia juga rela berdiri karena ia menolak tempat duduk yang diberikan anak buahnya di gerbong itu.
Pepatah yang kita kutip diawal bagian ini adalah sebuah ungkapan yang sering kita dengar dalam berbagai kegiatan lintas agama baik pada aras regional, nasional maupun internasional. Ungkapan yang biasa disebut *Golden Rule* atau Kaidah Kencana isinya senada dengan pepatah ini. Misalnya pernyataan Confucius “Apa yang kamu sendiri tidak inginkan, jangan kamu lakukan pada orang lain”. Rabbi Hilel juga menegaskan “Jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak ingin mereka lakukan padamu”.
Dalam pemikiran diseputar Etik Global (Hans Kung, 1993) narasi-narasi Kaidah Kencana itu menjadi nada dasar dari upaya untuk membangun kehidupan antar umat beragama secara mondial.
Pemikiran yang dikembangkan dalam Etik Global dan apa yang diungkapkan oleh pepatah sebagaimana diungkapkan dibagian awal, penting menjadi bagian dari roh dan spirit kita dalam membangun masyarakat majemuk Indonesia. Jika kita menginginkan apa ya baik dan positif dilakukan orang kepada kita, maka kita harus melakukan hal yang baik dan positif kepada orang lain. Sikap egois harus kita tinggalkan, sikap care dan solider terhadap orang lain mesti terus ditumbuhkan. Sikap care dan solider adalah sikap yang telah diajarkan oleh agama-agama kepada kita umatnya. Mari implementasikan dan berlakukan itu dalam realitas empirik.
Selamat Berjuang. God Bless.
Weinata Sairin.