Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Keluaran 22:28-31
(28) “Janganlah engkau mengutuki Allah dan janganlah engkau menyumpahi seorang pemuka di tengah-tengah bangsamu. (29) Janganlah lalai mempersembahkan hasil gandummu dan hasil anggurmu. Yang sulung dari anak-anakmu lelaki haruslah kaupersembahkan kepada-Ku. (30) Demikian juga harus kauperbuat dengan lembu sapimu dan dengan kambing dombamu: tujuh hari lamanya anak-anak binatang itu harus tinggal pada induknya, tetapi pada hari yang kedelapan haruslah kaupersembahkan binatang-binatang itu kepada-Ku. (31) Haruslah kamu menjadi orang-orang kudus bagi-Ku: daging ternak yang diterkam di padang oleh binatang buas, janganlah kamu makan, tetapi haruslah kamu lemparkan kepada anjing.”
Bacaan ini adalah bagian dari peraturan-peraturan sosial yang ditetapkan untuk umat Israel. Keseluruhan peraturan sosial ini diuraikan dalam Keluaran 22:15 – 23:9. Peraturan ini bersifat apodiktif (mutlak) bagi umat Israel. Yang sangat mencolok dari peraturan ini adalah kepeekaan etis terhadap tuntutan untuk mengasihi sesama. Untuk itu, kepada umat Israel ditekankan bahwa kehidupan masyarakat baru bisa muncul jika masyarakat itu sudah memperhatikan anggota-anggotanya yang lemah dan miskin (bnd. pasal 22:23-24). Khusus dalam Keluaran 22:28-31, Allah menasihatkan umat-Nya (Israel) untuk beberapa hal berikut ini.
Pertama, Israel harus menghormati Allah dan pemimpinnya. Allah adalah Tuhan. Dia patut disembah dan jangan sampai keluar kata-kata kutuk yang ditujukan kepada Allah dari mulut umat-Nya. Allah akan menghukum mereka. Kutuk berarti bahwa sesuatu harus disingkirkan atau dimusnahkan. Kata ini bertolak belakang dengan sifat Allah yang kudus. Manusia tidak mungkin menyingkirkan Allah dan tidak pada tempatnya manusia bertindak demikian. Sebagai milik Allah, manusia hanya patut menyembah Allah. Selain itu, manusia harus menghormati pemimpinnya dan jangan menyumpahi mereka. Kedudukan pemimpin pada waktu itu, selain sebagai pemimpin bangsa (politik) juga memerankan tugas ‘kenabian’ yakni mengarahkan dan menjaga kehidupan beragama rakyatnya. Dengan demikian mereka juga bekerja bagi Allah. Umat Israel tidak boleh menyumpahi pemimpinnya karena hak mengangkat sumpah hanya dimiliki oleh Allah.
Kedua, Israel harus mempersembahkan hasil (buah sulung) dari usahanya, baik hasil pertanian maupun hasil perternakan. Persembahan ini mencerminkan rasa syukur mereka atas segala berkat Tuhan yang mereka terima. Bahkan anak-anak sulung mereka juga harus dipersembahkan bagi Tuhan. Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa anak-anak sulung itu dipersembahkan bagi pekerjaan Tuhan. Jika mereka melakukan semua itu, maka Allah akan mengasihi mereka.
Ketiga, Israel harus hidup secara kudus. Mereka harus menghindari segala kenajisan. Salah satu yang disebutkan di sini adalah agar mereka tidak makan daging dari binatang yang diterkam oleh binatang buas. Baiklah itu diberikan kepada anjing saja.
Seluruh nasihat dalam firman di atas mau mengarahkan kita kepada kehidupan umat Tuhan yang diberkati. Jika kita patuh, Allah akan meyayangi kita. Kita patut menyembah Allah saja. Dunia selalu menggoda kita untuk tidak menyembah Allah. Kemajuan-kemajuan yang kita alami selalu membawa dampak bagi merosotnya panggilan hidup beriman. Kita harus mewaspadainya. Kita juga harus menghormati para pemimpin. Sikap ini, dalam kaitan dengan hidup bergereja diwujudkan melalui doa. Kita mendoakan para pemimpin agar mereka memiliki hati yang bijaksana dan dapat melakukan tugasnya dengan baik. Jika mereka melakukan kesalahan, maka kita harus memberikan masukan (bukan menyumpahi mereka!). Jangan-jangan pemimpin sekarang ini banyak yang tidak bekerja dengan baik karena rakyatnya selalu menyumpahinya?? Memang harus diakui bahwa sekarang ini banyak orang yang tidak menghormati pemimpinnya, karena merasa lebih pandai, lebih kaya dan lebih kuat.
Kita juga harus bersyukur atas segala berkat yang kita terima dan mewujudkan rasa syukur itu melalui persembahan. Persembahan adalah bentuk komitmen iman karena menyadari Tuhan tidak pernah berhenti memberikan anugerahnya dalam kehidupan ini. Untuk setiap hal yang kita terima dari Tuhan, baiklah itu syukuri. Kata syukur menandakan betapa hati kita bersukacita atas apa yang Tuhan berikan, lalu dengan rela kita memberikan persembahan kepada-Nya. Kata Paulus: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan (2 Korintus 9:7-8). Kata-kata Paulus ini menjelaskan bahwa di dalam Tuhan kita pasti akan dibuatnya berhasil dan berkecukupan, asal kita hidup di dalam Tuhan.
Kehidupan yang bersyukur akan dibarengi dengan kehidupan dalam kekudusan. Tanpa hidup kudus, persembahan kita akan menjadi tindakan ritus formal belaka. Jadi, rasa syukur selalu didasari pada kehidupan yang kudus.