Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Renungan

Pdt.Weinata Sairin: “Perficit, qui persequitor: Yang berhasil adalah dia yang terus bertahan”.

71
×

Pdt.Weinata Sairin: “Perficit, qui persequitor: Yang berhasil adalah dia yang terus bertahan”.

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

“Perficit, qui persequitor: Yang berhasil adalah dia yang terus bertahan’.

 

Example 300x600

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

Kata “bertahan” atau “survive” banyak kita praktekkan dalam kehidupan kita, walaupun secara eksplisit mungkin kita jarang atau bahkan tak pernah menggunakan istilah itu. Kata “bertahan” mencerminkan sikap seseorang yang kuat baik fisik maupun mental, yang konsisten, kukuh, tak mudah goyah oleh pengaruh apapun ,yang berani melawan arus, berani berkata “tidak” ditengah lautan massa yang berkata “ya” atau “sumuhun”.

 

Dalam contoh kalimat berikut makna kata”bertahan” cukup memberikan penjelasan. “Ia tetap bertahan dengan pendapatnya, walaupun disanggah oleh banyak ahli, oleh karena ia memiliki argumentasi yang rasional”. “Kedua orang itu mampu bertahan selama beberapa hari ditengah pulau tanpa penduduk karena mereka membawa air minum beberapa botol”. “Pasukan itu bisa bertahan didalam bunker yang tersedia, karena posisi bunker itu tidak terdeteksi oleh musuh”

 

Hal yang berhubungan dengan *kebertahanan* ini tidak semata-mata karena faktor stamina, daya tahan fisik, tetapi juga pada aspek kekuatan mental, ketangguhan dan komitmen yang kukuh solid. Daya tahan fisik yang kuat, kukuh namun jika mental dan komitmen loyo, memble, tak mungkin seseorang bisa bertahan.

 

Dalam alam demokrasi tatkala setiap orang memiliki hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat maka hal _bertahan_ ini amat penting. Sikap bertahan dalam mempertahankan ide/gagasan bukan karena kita ngotot, merasa lebih pandai tetapi untuk membuktikan bahwa gagasan kita memiliki dasar yang jelas, rasional dan kita anggap bermakna untuk kepentingan umum dan dalam merawat kemajemukan. Catatan yang mesti digarisbawahi adalah bahwa diskusi diruang publik yang bisa diakses masyarakat tidak  perlu membahas materi ajaran agama atau tentang Pancasila dan UUD NRI 1945 karena akan membuat kegaduhan yang tak perlu. Diskusi tentang teologi agama -jika ada- biarlah itu terjadi dilingkup internal masing-masing agama dan tidak diruang publik. Diskursus tetang ideologi bangsa jika diperlukan biarlah itu terjadi dalam ruang lingkup akademis dan tidak diruang publik. Aspek ‘bertahan’ tidak begitu relevan dalam konteks ini karena bagi kita sebagai bangsa Pancasila sudah final dan definitif; demikian juga UUD NRI 1945 hingga amandemen IV kita anggap sudah final.

 

Hidup di zaman sekarang kita tak cukup memiliki hal-hal standar, tetapi juga memerlukan *hikmat Tuhan* dan *sikap bertahan* yang terus menerus. Agama-agama telah banyak memberikan panduan kepada para penganutnya agar mengembangkan sikap hidup yang tekun, tabah, konsisten dan berserah kepada Tuhan, tidak mengandalkan pada kekuatan manusia yang notabene lemah.

 

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini mengingatkan bahwa mereka yang berhasil adalah mereka yang *terus bertahan*. Mari kita terus bertahan pada kebenaran umum, pada kesepakatan kenegaraan yang telah diwariskan dengan amat baik sekali oleh para Bapak Bangsa.

 

Selamat Berjuang. God bless.

 

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *