Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

Dari “Diskusi Sindonews.com ‘Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi’: Perkebunan Sawit Bukan Penyebab Utama Deforestasi Hutan

65
×

Dari “Diskusi Sindonews.com ‘Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi’: Perkebunan Sawit Bukan Penyebab Utama Deforestasi Hutan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

Example 300x600

Jakarta, Suarakristen.com.,

 

Beberapa pakar utama kehutanan menyatakan perkebunan kelapa sawit bukan merupakan penyebab utama deforestasi atau berkurangnya hutan dan kerusakan lahan di tanah air. Perkebunan kelapa sawit hanya berkontribusi sekitar 4% sebagai salah satu penyebab proses deforestasi tersebut.

 

Demikian salah satu kesimpulan utama Diskusi Sindonews.com  ‘Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi’, di Jakarta (30/3/17).

 

Para Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Prof Dr Yanto Santosa, DEA (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB), Prof Dr Supiandi Sabiham (Guru Besar Fakultas Pertanian IPB), Prof Ir Chairil Anwar Siregar, Ph.D (Peneliti Utama Badan Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Dr Petrus Gunarso (Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia/Persaki).

 

Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Supiandi Sabiham, deforestasi mulai terjadi jauh sebelum tahun 1960-an dan puncaknya terjadi tahun 1980-1990-an yaitu saat transmigrasi dan hak pengusahaan hutan (HPH) berkembang pesat yang sebagian besar dari lahan hutan.

 

Sementara itu, tegasnya, sawit muncul jauh sesudah kerusakan hutan terjadi, yakni setelah tahun 2000-an. Perubahan penggunaan lahan sejak tahun 1990 sampai tahun 2010 berkembang memang sawit.

 

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dia lakukan, didapati perkebunan kelapa sawit di Riau dan Kalimantan Barat, dua provinsi yang banyak mengembangkan sawit di lahan gambut, mengkonversi hutan primer hanya kurang dari satu persen.

 

“Tidak tepat bila deforestasi yang terjadi di Indonesia adalah karena pengembangan perkebunan kelapa sawit,” Ungkapnya dengan penuh antusias.

 

Menurut guru besar ilmu tanah dan sumber daya lahan itu, saat ini kebutuhan dunia terhadap minyak nabati sangat tinggi, di lain pihak sumber minyak terbesar dari sawit, yang lainnya jauh di bawah, sepersepuluhnya.

 

Sementara itu, tambahnya, perkembangan sawit di Indonesia sangat pesat karena kebutuhan internasional, begitu juga kesesuaian tanahnya sangat tinggi untuk pengembangan komoditas tersebut.

 

Kemudian permasalahannya muncul isu apakah (sawit penyebab) deforestasi dan degradasi, katanya.

 

Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa mengatakan di Malaysia sawit dimasukkan dalam kategori hutan sedangkan di Indonesia belum diakui sebagai hutan padahal luasnya mencapai 11 juta hektar.

 

Menurut hukum Indonesia, tambahnya, deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Terjadi perubahan maknam fungsi kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan.

 

“Kalau hutan menjadi kebun sawit itu jadi deforestasi dalam konteks hukum Indonesia. Kalau kawasan yang atasnya sudah alang-alang, perdebatan soal tutupan ini menjadi aneh. Alang-alang sebagai kawasan hutan walaupun tak ada pohonnya,” katanya.

 

Oleh karena itu pihaknya kemudian melakukan penelitian di empat kabupaten di Riau yakni Kampar, Kuantan Sengigi, Pelalawan dan Siak, hasilnya status hukum kebun sawit yang diteliti bukan penyebab deforestasi.

 

“Sawit sebenarnya adalah penyelamat dari ancaman deforestasi dalam konteks yg tadinya tak produktif menjadi produktif,” ujarnya.

 

Sedangkan Pakar hidrologi dan konservasi lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prof. Dr. Chairil Anwar Siregar menyatakan, tidak benar jika sawit merupakan tanaman yang mengganggu keanekaragaman hayati maupun penyerap air paling tinggi.

 

Menurut Prof. Siregar, sawit bahkan paling efisien dalam pemakaian air, tingkat produktivitas dalam menghasilkan minyak 10 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai, begitu juga karbon stok lebih tinggi daripada kedelai serta sedikit dibawah mangium.

 

Sawit kebanyakan ditanam pada hutan yang terdegradasi jadi tidak tepat jika dikatakakan sawit penyebab deforestasi. Satu ‘dosa’ sawit, dia tak tumbuh di Eropa. Kalau tumbuh di Eropa, maka selesai perdebatan soal sawit,” kata peneliti di Badan Litbang KLHK itu.

 

Ketua Perhimpunan Sarjana Kehutanan (Persaki) Dr.Petrus Gunarso seperti dilansir Antara mengatakan, menurut penelitian luar negeri, 85 persen sawit Indonesia membongkar hutan, padahal sebenarnya hal itu tidak benar.

 

Dia mengungkapkan di Sumatera misalnya, tahun 2000 antara hutan yang terganggu dan perkebunan kelapa sawit tak bersinggungan yang mana hutan yang terdegradasi mencapai 6,5 juta ha sedangkan sawit hanya dua juta ha.

 

Menurut Doktor Petrus, persoalan industri sawit di Indonesia sebenarnya lebih terkait dengan persaingan dagang, karena secara internasional Indonesia dan Malaysia pemasok 85 persen minyak sawit dunia.

 

“Ini terlalu dominan, sehingga Indonesia akan terus ditodong untuk tanggung jawab. Ada perubahan iklim, hak asasi manusia dan lain-lain. Deforestasi dianggap penyebab utama perubahan iklim. Katanya itu dari fosil fuel, penggunaan di Indonesia kecil dibandingkan di China, AS,” paparnya.

(Hotben Lingga)

 

 

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *