Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Renungan

Dictum, Factum: Apa Yang Dikatakannya Itulah Yang Dilakukannya.

882
×

Dictum, Factum: Apa Yang Dikatakannya Itulah Yang Dilakukannya.

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

 

Example 300x600

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

Pada awal tahun 1965 dalam suasana sosial politik yang tidak terlalu kondusif, ruang-ruang publik di negeri ini di penuhi banyak sekali jargon, semboyan. Jargon atau semboyan itu terkadang terasa amat bombas (atau *lebay* dalam bahasa anak gaul), acap terlihat sebagai pengejawantahan dari kelompok politik tertentu yang saat itu merasa sedang berada ‘diatas angin’.

 

Diantara jargon atau semboyan itu ada yang menekankan betapa penting pemimpin itu memiliki sikap satunya kata dan perbuatan. Jargon atau semboyan itu muncul dalam media massa, dan acapkali menjadi rujukan dalam pidato para aktivis bahkan juga para petinggi negeri.

 

Berdasar pengalaman empirik memang ada dua elemen standar yang cukup penting untuk “menafsir” tentang kesiapaan seseorang. Keduanya ialah perkataan dan perbuatan. Dalam relasi antar manusia, bahkan dalam sebuah peradaban, *kata* memiliki makna yang amat penting dan strategis. Kata, words, adalah anugerah Allah bagi manusia yang berfungsi untuk mengekspresikan kedirian seseorang sekaligus mengungkapkan pemikiran seseorang.

 

Tatkala seseorang menggunakan kata yang tidak tepat, dan tidak pada tempatnya maka seseorang akan menuai bencana besar dalam hidupnya yang belum pernah ia alami sebelumnya. Kata memiliki energi dan power yang besar apalagi ditangan para penyair, politisi, petinggi negeri. Bahasa, ungkapan kebahasaan, terminus tehnikus itu integral dengan kedirian seseorang dan bisa menjadi ciri khas atau penanda individu seseorang. Ketika orang bicara tentang “mau hidup seribu tahun lagi” tentu mudah ditebak penyair siapa yang bicara idealistis seperti itu. Ketika seorang petinggi negeri tahun 90an berpidato dengan banyak menggunakan kata “dari pada” yang sebenarnya melawan bahasa baku, maka kita tahu siapa sebenarnya yang sedang berpidato.

 

Kata-kata dalam bahasa yang elegan, santun, persuasif, respektif, runtut, logis, diasumsikan sebagai potret dari sebuah pribadi yang berwibawa. Sebaliknya kata-kata dalam bahasa yang dikategorikan vulgar diyakini sebagai cerminan dari sebuah pribadi yang lemah dengan krpribadian yang non standar.

 

Perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang akan mempermudah dalam memberi tafsir atau menilai pribadi seseorang. Yang menjadi fokus dari pepatah yang dikutip diatas bukanlah soal Kata dan Perbuatan tapi apakah antara perkataan dan perbuatan itu ada Kesatuan, ada Konsistensi. Artinya apa yang dikatakan oleh seseorang itu adalah juga yang ia perbuat. Adakah kesenjangan atau inkonsistensi atau anbivalensi diantara keduanya ?

 

Sebagai umat yang beragama kita tahu persis melalaui ajaran agama kita masing-masing bahwa antara perkataan dan perbuatan kita itu ada kesatuan. Tak boleh bersikap pura-pura atau munafik. Apa yang kita katakan itu harus kita lakukan. Jika seseorang berkata ‘gantung saya dilapangan Karebosi jika saya korupsi” maka jika ia terbukti bersalah ya harus siap digantung! Kata-kata pejabat dalam pengambilan sumpah jabatan mesti dibuktikan dalam tindak nyata. Kebesaran manusia antara lain terletak pada apakah kata dan perbuatan itu Satu dan Menyatu. Mari jadi orang besar!

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *