Dari Perang Dagang Menuju Perang Politik

0
1087

Oleh:  Jeannie Latumahina

Amerika menyatakan perang dagang ke China dan kemudian Indonesia. Apa yang terjadi sekarang sebenarnya kepanikan Amerika sendiri, terhadap apa yang mereka terapkan dalam konsensus bersama. Ternyata setelah masuk dalam era persaingan bebas, mereka sendiri tidak berdaya berhadapan dengan China dan bangsa lain saat ini.

Proteksionisme bisa menjadi satu jalan sebagai bagian dari perang dagang.

Dalam konteks Indonesia, perang dagang ini akan menjadi perang Politik, mengingat  Indonesia akan melakukan Pilpres tahun depan, 2019.

Bagi US dan sekutunya, Indonesia mesti dihancurkan terlebih dahulu secara politik agar Indonesia tidak terlanjur kuat seperti China.

Rezim Jokowi bagi US dan sekutunya merupakan halangan sangat besar untuk menghancurkan Indonesia. Mengapa? Jokowi sebagai presiden memiliki visi yang genial, yang tidak semua orang paham dalam percaturan sosial politik global-lokal, makro-mikro.

Langkah- langkah yang diambil Indonesia sudah tepat, dibawah kepemimpinan Jokowi, membenahi di dalam dan secara cerdik mengambil peluang di luar untuk bersaing sebagai bangsa yang besar.

Visi Jokowi adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Visi ini berangkat dari dua problem utama Indonesia dulu yakni kesenjangan yang sangat besar antara kaya dan miskin ( rasio sebesar 0,41 yang sangat berbahaya), dan kesenjangan antar wilayah, Jawa dan luar Jawa terutama dalam hal infrastruktur dan industrialisasi.

Jokowi berupaya mengatasi hal itu semua. Sebab, jika tidak demikian, maka, yang akan terjadi adalah Indonesia yang rawan konflik sosial karena kemiskinan dan pengangguran yang besar, dan disintegrasi bangsa karena ketidakadilan dalam pembangunan.

Visi keadilan sosial ini secara akademis mesti dipahami dalam dua tegangan aliran sistem sosial-ekonomi-politik yang berkembang pada zaman modern yakni kapitalisme dan sosialisme.

Baca juga  Prospek Alkitab Cetak di Jaman Now

Kapitalisme mengambil prinsip persaingan bebas antara setiap orang dalam kehidupan ekonomi dan berlanjut pada Politik dan sosial.

Persoalannya adalah setiap orang yang bersaing dalam pasar bebas berangkat dari kondisi ketidaksamaan material dan kognisi. Ada yang kaya, berpendidikan tinggi, tapi ada juga yang miskin dan berpendidikan rendah.

Kalau hal ini dibiarkan bersaing bebas, maka yang kaya itulah yang menang. Ada jurang kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.

Negara hadir untuk menjadi penengah dan mengatasi situasi  ini. Seperti  apa caranya?

Negara mengambil konsep welfare state. Konsep ini merupakan kristalisasi kritik kaum sosialis yang menginginkan keadilan sosial dalam masyarakat kapitalis.

Intinya adalah harus ada subsidi silang, dimana yang kaya membantu yang miskin, yang mampu membantu yang kurang mampu.

Apakah kita kemudian menolak kapitalisme? Jelas itu tidak mungkin, karena kita tidak bisa lagi bergerak mundur melawan arus kehidupan dunia dalam sistem perdagangan global.

Yang terpenting bagi kita adalah melakukan keseimbangan antara ekonomi dan sosial melalui prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penting diingat bahwa kita tidak condong ke salah satu sisi entah kapitalisme ataupun sosialisme. Apa yang salah dari kapitalisme adalah mereduksi kehidupan sosial kepada kehidupan ekonomi, maksudnya segala hubungan sosial diukur dalam perspektif untung-rugi.

Padahal, kehidupan sosial tidak pernah bisa diukur segalanya dalam hubungan untung rugi.

Cinta ibu pada anaknya tidak bisa diukur dalam hubungan ekonomi, atau solidaritas antar dua sahabat tidak bisa diukur dengan hukum untung-rugi.

Apa yang salah dalam sosialisme adalah mereka mau mengubah kondisi ketidaksamaan material dan kognisi menjadi sama untuk semua orang. Misalnya, seorang profesor digaji sama dengan seorang pengangguran. Itukan tidak adil? Adil, tidak berarti kita memperlakukan semua orang sama, tetapi kita menjaga keseimbangan yang relatif dalam aspek sosial ekonomi di antara individu dan masyarakat.

Baca juga  Ekonomi Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19

Ada yang kaya, tetapi juga tidak ada yg miskin. Kesenjangannya kecil, meskipun sulit hilang. Bagaimana ini dilakukan?

Inilah peran politik negara. Indonesia, melalui rezim Jokowi sudah dalam track yang benar. Tetapi ini menjadi hambatan bagi US dan sekutunya yang tidak ingin Indonesia kuat.

Sebab, mereka tahu potensi kita yang besar baik sumber daya alam maupun manusianya. Karena itu, mereka berupaya menghancurkan Indonesia melalui kaki tangannya di Indonesia yang adalah orang-orang Indonesia sendiri.

Mereka ini pada umumnya antek-antek orde baru, dan juga oligarki baru. Pada masa lalu, mereka adalah kapitalis yang hidup karena perselingkuhan dengan pejabat negara dan militer, terutama angkatan darat.

Ketika rezim Jokowi memotong akses mereka kepada sumber daya, dan menyerahkannya kembali kepada rakyat Indonesia,  mereka menjadi marah, karena itu bisa mematikan mereka.

Bagi US dan sekutunya, kehancuran mereka berarti juga hilangnya kontrol US dan sekutunya terhadap sumber daya alam Indonesia yang sangat kaya dan telah memberikan banyak keuntungan bagi mereka sekian puluh tahun sejak zaman Orba.

Kasus Freeport bisa diambil contoh yang bagus tentang ini misalnya. Maka, kepentingan mereka sekarang adalah menjatuhkan rezim Jokowi yang sekarang, dengan segala macam cara.

Hal ini sudah dimulai dengan perang dagang. Nanti akan dilanjutkan dengan perang Politik. Mereka akan mendukung kaki tangannya di Indonesia, memanfaatkan isu agama terutama kekuatan kelompok radikal yang lagi mendapatkan panggung, dan memobilisasi para Jenderal di TNI yang memihak mereka dan yang biasanya oportunis, rakus dan tamak dalam menguasai sumber daya alam Indonesia.

Kita tidak perlu heran mengapa seorang mantan panglima TNI pergi ke Amerika untuk bertemu Trump, atau juga berkumpulnya para Jenderal penjajah yang sebenarnya tidak punya nasionalisme sama sekali dan kapitalis hitam untuk bersekongkol melawan Rezim Jokowi yang pro rakyat.

Baca juga  Organisasi Kemasyarakatan Media Sosial (Ormas Medsos)

Jadi, semua permainan politik yang tampak kelihatannya rumit. Tapi, dengan mengikuti sejarah perkembangan negara ini, kita bisa melihat siapa sesungguhnya yang menjadi nasionalis sejati dan ingin membangun bangsa dan negara ini, dan siapa sesungguhnya yang menjadi pengkhianat dan berhamba kepada asing.

Dalam Politik internasional, kita harus otonom. Itu berarti kita tidak boleh dijajah ataupun menjajah bangsa lain. Itu sesuai konstitusi kita. Itu tidak berarti kita tidak boleh bersekutu. Kita harus berekutu karena negara-negara saling membutuhkan dalam pergaulan internasional, entah melalui perdagangan, pendidikan, dll. Kita bisa bersekutu dengan siapa saja, terutama negara-negara yang kuat secara ekonomi dan politik dalam tata dunia internasional.

Pilihan Jokowi yang bersekutu dengan China dan Rusia sudah tepat, sambil juga memperluas juga dengan negara-negara lain yang respek terhadap Indonesia.

Ini semua kita lakukan karena kita turut bertanggungjawab atas keamanan dan perdamaian dunia, dan menghapus penjajahan di atas bumi.

Mari kita mendukung Presiden Jokowi karena dia membawa Indonesia kepada jalan yang benar!.

Mari kita menghukum para pengkhianat negara dengan tidak memilih mereka dalam pemilihan caleg maupun  pilpres nanti. Mereka itulah penjajah, dan kita tahu siapa mereka itu.

Mereka itulah oposisi Politik selama ini yang menyerang pemerintah yang sah secara membabi buta, dan gagal memberikan kritik yang membangun peradaban negara jadi lebih baik.

God bless Indonesia!

Kediri, 7 Juli 2018