Ket.Foto: Universitas Pelita Harapan (UPH), salah satu universitas Kristen Protestan terbaik di Indonesia
Rebut Kembali Supremasi Kristen Protestan atas Sains!
Oleh: Hotben Lingga
Ada sebuah kabar baik dan angin segar bagi dunia Kristen Protestan di AS dan seluruh dunia saat ini. Ilmuwan Protestan di AS sudah Bangkit! Dan, relasi dan kerja-sama antara sains dan kekristenan kini semakin terintegral (harmonis,serasi) kembali. Propaganda kaum anti-kristen (atheis, humanis sekuler, new-ager) melalui media-media massa bahwa sains dan iman Kristen bertentangan, berkonflik, tidak bisa koperatif dan saling menegasi kini mulai ditinggalkan/dilucuti. Tidak benar mitos yang diciptakan kaum anti-kris bahwa Kekristenan merupakan musuh atau penghalang perkembangan sains. Hasil sebuah survei terbaru menyatakan keduanya sebenarnya tidak berkonflik dan tidak begitu bertentangan seperti yang orang pikirkan, tetapi saling melengkapi dan saling membutuhkan. Pandangan umum bahwa sains dan agama tidak bisa bekerja sama merupakan sebuah salah pengertian (miskonsepsi) yang menghalangi kemajuan keduanya. Kenyataannya saat ini, ada 2 juta dari hampir 12 juta ilmuwan di AS menyebut dirinya Protestan Injili.
Pada sebuah konferensi tahunan di American Association for the Advancement of Science (16/2/14), sosiolog Elaine Howard Ecklund melaporkan bahwa 17% dari ilmuwan yang disurvei menggambarkan diri mereka sebagai Injili (Protestan konservatif). Majalah Christianity Today, sebuah majalah kaum Protestan Injili terbesar di AS melaporkan bahwa Ecklund dan rekan-rekannya di Rice University mensurvei 10.000 orang ilmuwan. Hasil pengkajian terakhir Christianity Today juga menunjukkan ada 2 juta orang ilmuwan AS yang menyebut dirinya Protestan Injili.
Studi berjudul “Pemahaman Religius atas Sains” yang dipimpin oleh Elaine Howard Ecklund dan disajikan di Chicago selama konferensi tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS), memperlihatkan ada kemajuan dalam jumlah ilmuwan yang mengklaim dirinya sebagai Kristen Protestan yang Injili/konservatif, dan ada “peningkatan kualitas iman” (religiositas) dalam banyak hal, -dibandingkan dengan survei sejenis di tahun 2010, dimana hanya sekitar 2% ilmuwan yang menyebut dirinya Protestan Injili.
Ecklund adalah seorang professor sosiologi dan direktur Program Agama dan Kehidupan Masyarakat di Universitas Rice.
Hasil menarik dari survei itu adalah bahwa para ilmuwan Protestan Injili: 54,2% pergi ke gereja setiap minggu (dibandingkan dengan kaum Protestan Injili non ilmuwan, -51,2 % menganggap diri mereka “sangat religius” (bandingkan dengan 44,1% kaum Injili non ilmuwan); – 46,8% membaca Alkitab/buku rohani setiap minggu (bandingkan dengan 40,5% kaum Injili non ilmuwan); 55,6% berdoa beberapa kali sehari (bandingkan dengan 54,7% dengan kaum Injili non-ilmuwan).
Hasil survei ini juga memperlihatkan bahwa 48% kaum Protestan Injili percaya bahwa sains dan agama bisa berkolaborasi dan saling mendukung (bandingkan dengan hanya 38% orang Amerika yang percaya bahwa sains dan agama bisa bekerja sama). 27% masyarakat Amerika berpendapat bahwa sains dan agama saling bertentangan; 22% ilmuwan berpendapat kebanyakan umat beragama memusuhi sains; Hampir 20% masyarakat Amerika berpandangan bahwa orang yang religius bermusuhan dengan sains. Hampir 22% masyarakat Amerika yang berpandangan bahwa kaum ilmuwan bermusuhan dengan agama. Dan, hampir 36% ilmuwan tidak ada yang meragukan keberadaan Tuhan. Sedangkan populasi Ilmuwan Protestan liberal di AS saat ini berjumlah sekitar 3 juta orang.
Hasil survei ini juga mematahkan pandangan umum bahwa orang yang bekerja dalam dunia sains akan semakin tidak beriman atau mempunyai keraguan yang lebih besar kepada Tuhan. Kaum ilmuwan Injili lebih mempraktekkan agama mereka daripada kaum Protestan Injili awam. Kaum ilmuwan yang menyebut diri sebagai Injili lebih religius daripada kaum Injili biasa yang bukan ilmuwan.
Temuan-temuan ini memberi harapan bagi banyak orang yang ingin memajukan lebih banyak dialog produktif antara kaum ilmuwan dan kaum Injili. Menurut Galen Carey, wakil ketua umum National Association of Evangelicals (NAE) AS “Kadang-kadang kita saling menyerang secara agresif, tetapi kita seharusnya mencari pijakan bersama seperti pendanaan untuk perkembangan sains dan membersihkan lingkungan hidup, daripada saling menyerang atas perbedaan-perbedaan pendapat kita yang kontroversial.”
Penemuan ini juga merupakan langkah pertama yang bagus menuju komunikasi dan kerja-sama antara kaum Injili dan masyarakat ilmiah. Ini merupakan pesan yang berpengharapan untuk tokoh-tokoh sains dan agama dan para guru, karena kedua kelompok tidak perlu bersikap saling berperang tetapi bekerja-sama. Survei ini mematahkan mitos bahwa hubungan antara sains dengan iman Kristen bersifat antagonis, bertentangan dan berperang. Survei ini, yang merupakan studi paling besar dan teranyar tentang pandangan orang Amerika pada agama dan sains, memperlihatkan sedang terjadi perubahan iklim dalam dunia ilmu pengetahuan di AS saat ini.
Apakah sains dan agama Kristen bertentangan? Jika Anda menanyakan pertanyaan ini kepada berjuta-juta ilmuwan yang ada di AS, jawabannya adalah “Tidak”
Dialektika Sains dengan Kekristenan
Sains modern lahir di Eropa Barat pada abad 16 dan 17 M, yang dikenal sebagai era revolusi ilmiah. Mengapa ilmu pengetahuan empiris pertama kali dimulai di wilayah Eropa Kristen? Mengapa sains tidak dimulai dari dunia Cina atau India? Esensi agama-agama Timur tersebut adalah bahwa dunia fisik tidak mempunyai realitas, yaitu hanya sebuah ilusi. Penyelidikan ilniah memerlukan asumsi bahwa dunia bersifat nyata/riil. Mengapa sains juga tidak dimulai dari dunia Arab? Ini karena worldview mereka didominasi oleh fatalisme, dan fatalisme merupakan antithesis pada konsep kemajuan. Walaupun sarjana-sarjana Arab unggul dalam pengetahuan praktis seperti geografi atau astronomi, mereka tidak mengembangkan sains dalam arti menjelaskan mengapa dunia fisik bekerja. Para pemikir Arab mengajarkan bahwa mencari penjelasan atas proses-proses fisik itu (hukum-hukum alam) tidak mungkin atau tidak tepat, karena itu menyangkal kebebasan Tuhan untuk mengatur alam semesta. Juga, orang-orang Arab yang berani menantang kitab suci mereka dengan pemikiran ilmiah dianggap sebagai orang kafir, dan merupakan kewajiban bagi orang beriman yang baik untuk membunuh orang-orang Kafir.
Fakta menarik adalah bahwa mayoritas semua perkembangan ilmiah lahir dari peradaban Barat, yang dasarnya dibangun di atas Kekristenan. Gagasan gagasan tentang hukum-hukum alam berasal dari agama Kristen. Dan konsep-konsep menaklukkan alam dan menjadi pelayan alam berasal langsung dari kitab pertama Alkitab, Kitab Kejadian. Kekristenan memandang Tuhan sebagai rasional dan dapat dipercaya, yang menyiratkan bahwa ciptaanNya bersifat rasional dan tertib dan karena itu bisa diuji. Alam dalam pandangan Kristen (sebagaimana dibandingkan dengan pandangan dunia bukan Kristen) bukan lagi merupakan obyek ketakutan dan ibadah.
Ada banyak akar Kristen dalam sains. Kebanyakan bapak-bapak pendiri sains modern (paling sedikit ada 50 ilmuwan terbesar) adalah orang-orang Kristen yang percaya pada Tuhan dan Alkitab! Kebanyakan ilmuwan-ilmuwan pertama adalah orang Kristen (Copernikus, Galileo, Pascal, Isaac Newton, Carl Linnaeus, Johannes Kepler, Robert Boyle,Louis Pasteur, Jan Henri Fabre, Michael Faraday, John Ambrose Fleming, dll). Iman para ilmuwan besar ini tidak terpisah pikirannya dari kerangka berpikir secara alkitabiah, melainkan menyatu dalam pola berpikir Kristen. Sains modern berkembang melalui penekanan penekanan Kristen tentang pentingnya akal budi dan karena karya/kontribusi ilmuwan-ilmuwan Kristen yang yang sangat besar. Pengaruh positif Kristen atas perkembangan institusi-institusi seperti rumah sakit, Gereja, sekolah-sekolah, amal, panti asuhan, panti sosial dan universitas-universitas sangat besar.
Jadi, Kekristenan sama sekali tidak anti ilmu pengetahuan. Kekristenan bukan saja harmonis dengan sains, tetapi koperatif dan bermanfaat bagi sains. Karena kekristenanlah yang sebenarnya melahirkan sains modern dan telah memberi inspirasi tradisi intelektual dan kultural yang kaya. Kekristenan yang sejati merupakan sahabat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang sejati juga merupakan sahabat Kekristenan.
Pergumulan Pendidikan Protestan di AS
Fenomena pendidikan untuk masyarakat berakar dalam Reformasi Protestan. Dengan mempromosikan kebebasan individu untuk mempelajari Firman Tuhan dan mendorong agar setiap orang melek huruf dan melek Alkitab, umat Kristen Protestan telah menjadi pemimpin-pemimpin dalam pengembangan pendidikan modern. Tren ini dipercepat dengan datangnya perusahaan percetakan pada masa-masa reformasi Protestan. Banyak bahasa-bahasa dunia pertama sekali disusun menjadi tulisan oleh para misionaris Protestan agar orang bisa membaca Alkitab. Di abad ke 19 saja, para misionaris Protestan mendirikan puluhan ribu sekolah di seluruh dunia!
Di AS, kaum puritan Protestanlah yang mempelopori pendidikan untuk masyarakat luas. 122 dari 123 perguruan tinggi pertama di AS merupakan sekolah-sekolah Protestan. Sekolah-sekolah dan universitas-universitas di AS didirikan oleh orang-orang Kristen Protestan. Harvard, Yale, Princeton dan ratusan universitas yang pertama sekali dibangun di AS didirikan atas dasar Alkitab, untuk mengajarkan alkitab dan teologi. Orang-orang Kristen seperti Robert Raikes dan Hannah More yang memulai sekolah-sekolah modern dan berusaha membawa pendidikan kepada semua orang. Louis Braille membuat abjad buat kaum tuna netra. Sir Alexander Graham Bell membuat bahasa isyarat.
Jadi, pada masa awal Amerika, pendidikannya bercorak swasta dan berorientasi pada Protestantisme. Harvard merupakan sekolah teologi Protestan. Akan tetapi, kemudian secara perlahan-lahan Harvard diambil alih kaum anti-kris yang percaya bahwa ada banyak jalan ke Tuhan, tidak hanya melalui Yesus. Para anti-kris akhirnya berhasil mentransformasi Harvard dan ratusan universitas pertama yang dibangun oleh berbagai denominasi Protestan menjadi “musuh-musuh Kristus dan Alkitab yang paling besar”. Saat ini universitas-universitas ini telah kehilangan identitas Protestan mereka. Semuanya telah berubah menjadi lembaga pendidikan yang liberal, humanistis-atheis. Pendidikan humanistis ini yang sedang membentuk kebudayaan manusia.
Harvard telah menjadi acuan standar bagi universitas-universitas dunia. Saat ini pendidikan negeri di AS bersifat anti-Alkitab, anti_kris, pro-aborsi, prohomoseksual, melawan moralitas Alkitab; pro evolusi; dan menjadi musuh utama Kristus. Pendidikan kini menjadi ajang indoktrinasi bagi anak-anak menjadi penyembah berhala yang atheistis. Saat ini, penyalahgunaan narkoba, perzinahan, homoseksualitas dan lesbianisme begitu subur di sekolah-sekolah. Batas-batas moral sudah hilang.
Saat ini sekolah-sekolah, kolese-kolese dan seminari Protestan yang diakreditasi pemerintah harus mengikuti peraturan pemerintah dan mengajarkan pelajaran dari buku-buku teks dan idiologi-idiologi seperti di universitas-universitas sekuler. Sekolah-sekolah Kristen yang terakreditasi sedang mengajarkan Evolusi dan sosialisme dan filsafat liberal. Iman pada Alkitab sedang dihancurkan bahkan di dalam banyak sekolah-sekolah Kristen Protestan.
Pelajar-pelajar di sekolah-sekolah negeri di AS diindoktrinasi secara sistimatis menjadi atheis dan anti Kris. Marxisme yang bersifat atheistis, anti-Alkitab, anti-Kris dan sosialistis telah membajak sistim pendidikan publik beberapa dekade lalu. PBB sedang mempromosikan pendidikan universal bagi semua bangsa. Inilah alasannya mengapa banyak pelajar dari negara-negara dunia ketiga dibawa ke Inggris dan AS dan diberikan beasiswa. Dengan strategi ini semua bangsa akan menerima pendidikan yang sama dan akan berada di halaman yang sama dan berpikirnya juga sama. Banyak anak-anak muda yang dididk menjadi kloning sistim dunia baru yang atheis.
Sampai 100 tahun yang lalu, sebagian besar pendidikan AS masih bersifat Kristen Protestan. Akan tetapi dalam 1 abad terakhir ini, pendidikan Protestan di AS telah diinfiltrasi oleh musuh-musuh Injil, sehingga menjadi sangat sekuler dan kompromistis. Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini kaum Protestan Injili telah berusaha merebut kembali kepemimpinan dalam dunia sains dengan membangun ratusan universitas. Kaum Injili berusaha memperkuat dan menanam kembali nilai-nilai biblikal di masyarakat melalui bidang pendidikan, antara lain untuk terlibat dalam perang dunia pemikiran dan perang budaya, dan untuk membentuk pikiran kaum muda. Kaum ilmuwan Injili ingin menjadi mediator sains dan kekristenan dan membangun masyarakat ilmiah dan biblikal. Sains dan agama merupakan dua kekuatan terkuat di dunia saat ini, keduanya menyentuh seluruh kehidupan kita. Rebut kembali supremasi Kristen Protestan atas dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan! Amin!