Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITANasional

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dorong Kesejahteraan Petani Tembakau melalui DBH CHT yang Tepat Sasaran

41
×

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dorong Kesejahteraan Petani Tembakau melalui DBH CHT yang Tepat Sasaran

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dorong Kesejahteraan Petani Tembakau melalui DBH CHT yang Tepat Sasaran

Jakarta, Gramediapost.com

Example 300x600

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) bekerja sama dengan Fatayat Nahdlatul Ulama menyelenggarakan diskusi publik mengenai “Mewujudkan Kesejahteraan Petani Tembakau melalui Alokasi DBH CHT yang Tepat Sasaran”. Diskusi publik ini juga bertepatan dengan pengumuman press statement kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2022 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan pada 13 Desember 2021. Menteri Keuangan menyampaikan bahwa melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT), pemerintah terus meningkatkan dukungan pada tenaga kerja sektor tembakau salah satunya petani/buruh tani tembakau. Diskusi publik hari ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari pemangku kebijakan dalam melihat kehidupan petani tembakau di lapangan yang belum sejahtera dan masih kurangnya sosialisasi serta transparansi mengenai manfaat DBH CHT pada petani tembakau, terutama petani swadaya. Selain itu, diskusi publik ini dilaksanakan sebagai bentuk dalam melihat bagaimana kenaikan CHT akan meningkatkan DBH CHT, serta mencari solusi terbaik dengan pemangku kebijakan, akademisi, dan aktivis untuk kesejahteraan petani tembakau di Indonesia.

Pemerintah telah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2022 rata-rata sebesar 12% dan memulai menyederhanakan golongan tarif cukai dari 10 menjadi 8 golongan yang bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Kenaikan tarif cukai berdampak pada kenaikan harga rokok sehingga anak-anak, remaja, dan kaum ekonomi menengah ke bawah akan lebih sulit menjangkau Kenaikan cukai juga berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan para petani dan pekerja industri tembakau melalui alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). DBH CHT adalah dana yang diberikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat yang berasal dari hasil pembayaran cukai tembakau. Semakin tinggi cukai tembakau maka akan semakin banyak pula dana bagi hasil cukai yang diberikan ke daerah-daerah sentra penghasil tembakau dan petani tembakau (Setyanto, 2016).

DBH CHT dialokasikan untuk memitigasi dampak pada tenaga kerja sektor tembakau. Bantuan tersebut diantaranya pemberian bantuan langsung tunai, pelatihan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha. Selain itu, DBH CHT juga dapat digunakan petani tembakau untuk peningkatan kualitas bahan baku, iuran jaminan produksi, subsidi harga, bantuan bibit/benih/pupuk/sarana dan prasarana produksi. Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 206/PMK.07/2020 membuka peluang penggunaan DBH CHT untuk bidang kesejahteraan masyarakat sebesar 50%, terutama bagi petani tembakau. Pemanfaatan DBH CHT ini mengakomodasi gagasan exit strategy bagi para petani tembakau yang tidak ingin selamanya bergantung pada industri tembakau, salah satunya adalah dengan beralih tanam. Karena di lapangan, kesejahteraan petani tembakau di Indonesia masih belum menunjukkan hasil yang maksimal.

”Studi PKJS-UI tahun 2020 pada Kab. Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), Kab. Pamekasan (Jawa Timur), dan Kab. Kendal (Jawa Tengah) menunjukkan kondisi sosial ekonomi di ketiga daerah tersebut masih belum baik. Informan menyatakan bahwa tanaman tembakau tidak begitu menguntungkan dan lebih sering merugi. Petani tidak memiliki daya tawar maupun menentukan kategori kualitas dan harga,” jelas Ibu Suci Puspita Ratih, S.K.M., M.K.M., M.P.H. (Peneliti PKJS-UI). Hal ini pun diperkuat dengan pernyataan dari Bapak Gumilang Aryo Sahadewo, S.E., M.A., Ph.D (Asisten Profesor Departemen Ilmu Ekonomi, FEB UGM) menyampaikan bahwa pendapatan petani tembakau cenderung lebih bergejolak dibandingkan pendapatan petani non-tembakau (merugi di tahun yang buruk, dan mendapat keuntungan di tahun yang baik), bergantung kepada faktor cuaca eksternal serta mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk input pertanian. DBH CHT seharusnya menjadi peluang untuk memberikan bantuan kepada petani tembakau.

Bapak Kevin Andrean, S.T., B.Eng. (Peneliti PKJS-UI) menyampaikan bahwa realisasi penggunaan DBH CHT untuk meningkatkan kesejahteraan petani (baik melalui bantuan alih tanam atau bantuan lain) sangat bergantung kepada eratnya kerjasama antara 1) petani sebagai end-user, dan 2) pemerintah daerah (baik di tingkatan provinsi maupun kabupaten) sebagai enabler dan fasilitator. Kenyataannya di lapangan, masih ditemukan kecilnya komunikasi dua arah antara petani swadaya dan pemerintah daerah. Hal ini pun disampaikan juga oleh perwakilan petani swadaya di Nusa Tenggara Barat, Bapak Jopi Hendrayani. “Seandainya dana DBH CHT ini diberikan ke petani tembakau, saya rasa petani akan sejahtera dan bukan hanya sebatas mimpi terutama kami di Nusa Tenggara Barat. Namun kami tidak pernah melihat dana DBH CHT ini. Jadi yang kami butuhkan pemerintah lebih jelas untuk alokasi DBH CHT ini benar-benar tepat sasaran.”

Pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, memiliki kewenangan yang cukup besar untuk mengatur penggunaan DBH CHT agar sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan unik petani di daerah masing- masing. Bapak Ir. Hendratmojo Bagus Hudoro, M.Sc. (Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementerian Pertanian RI) sebagai pembicara yang hadir pada diskusi publik tersebut menyampaikan petugas pendamping/dinas kabupaten/provinsi berperan sebagai pembina petani tembakau untuk dapat melakukan sosialisasi DBH CHT, penyusunan rencana pemanfaatan, pemberdayaan petani beserta kelembagaannya, pembinaan/pengawalan, monitoring-evaluasi, dan pelaporan. “Alokasi anggaran ini mengalir ke pemerintah daerah, oleh Biro Keuangan Daerah baru kemudian didistribusi sesuai dengan porsi yang ada. Ini nampaknya belum ada sinergi antara dinas-dinas pembina teknis dari alokasi 15% yang ada. Kemudian juga belum terjalin arus yang betul bagaimana komunikasi yang berjalan antara petani sebagai penerima dan pengelola anggaran yang mempunyai kewenangan dalam merealisasikan anggaran. Rincian penggunaan DBH CHT sudah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 13/LB.030/E/01/2021 per tanggal 11 Januari 2021, jadi petani bisa mengajukan proposal,” tambah Bapak Hendratmojo.

Pembicara selanjutnya, Bapak Tohjaya, S.E., M.M. (Kepala Seksi Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak, Kementerian Keuangan RI) mengonfirmasi jika petani tembakau menanyakan DBH CHT selama ini digunakan untuk apa, berdasarkan laporan yang diterima oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2020, beberapa hasil dari penggunaan DBH CHT yang pertama misalnya di Kab. Kendal ada penerapan inovasi teknis di 0,5 Ha, kemudian pengadaan alat kesehatan dan lain sebagainya. Kemudian di Kab. Lombok Tengah digunakan untuk bantuan pupuk sebesar 9,3 ton, lalu dukungan sarpras usaha tani sebanyak 257 unit, dan sebagainya. Kab. Pamekasan pun begitu. “Jadi DBH CHT itu fokusnya untuk tiga bidang dimana porsi terbesar adalah untuk kesejahteraan masyarakat untuk membantu petani maupun buruh tani tembakau. DBH CHT merupakan sebuah menu yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Harus ada komunikasi yang baik antara masyarakat, pemangku kebijakan, dan pemerintah daerah supaya bisa memenuhi kebutuhannya,” jelas Bapak Tohjaya.

Ibu Siti Mukaromah, S.Ag., M.A.P. (Anggota Komisi VI DPR RI) menambahkan income dari kebijakan tentang DBH CHT menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat, bagaimana persentase dana tersebut betul-betul harus sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Terkait diversifikasi, Ibu Siti Mukaromah menganggap sebagai jalan alternatif, tidak hanya sebatas alih tanam, namun juga alih fungsi. Tembakau bisa menjadi bagian dari komoditi yang bisa didiversifikasi ke fungsi lainnya. “Ketika bicara alih tanam, banyak yang harus dipikirkan secara panjang, kita bisa menyesuaikan misalnya kondisi tanahnya, pangsa pasarnya, persaingannya siap atau tidak, termasuk pasar digital. DBH CHT perlu difokuskan kepada penguatan petani tembakau dan harus fokus untuk petani memiliki bargaining position yang kuat di tengah pasar ekonomi yang bebas,” tambah Ibu Siti.

Diskusi publik ini ditutup dengan Bapak Dr. Abdillah Ahsan (Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia) yang menyampaikan bahwa kenaikan cukai rokok yang baru diumumkan menjadi win-win solution. Ada empat win. Pertama, prevalensi perokok akan turun sehingga bagus untuk kesehatan dan perekonomian. Kedua, meningkatnya penerimaan negara. Penerimaan negara dari cukai terus meningkat. Ketiga, penerimaan daerah akan meningkat dari pajak rokok dan DBH CHT. DBH CHT kisarannya 2% dari total penerimaan negara dari cukai. Jadi kalau penerimaan dari cukai meningkat, dana DBH CHT pun akan meningkat dan itu semua masuk ke kas daerah. Kemudian mengenai pajak rokok tarifnya 10% dari tarif cukai, maka kalau tarif cukai naik, penerimaan daerah dari pajak rokok akan meningkat. Win yang keempat, DBH CHT dan pajak rokok daerah bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau terutama untuk DBH CHT, dimana paparan Bu Menteri Keuangan bahwa penggunaan DBH CHT saat ini akan lebih banyak persentasenya untuk kesejahteraan masyarakat (50%), untuk kesehatan (25%), dan untuk penegakan hukum (25%). “Yang 50% ini sebagian besar bisa digunakan untuk kesejahteraan petani dan buruh rokok. Ini sebagai mitigasi nanti pada saat konsumsi rokok turun, para buruh tani dan buruh kerja rokok akan dibantu dengan DBH CHT yang programnya sudah disiapkan oleh Kementerian Pertanian dan lain-lain,” tutup Bapak Abdillah.

***

Tentang Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (PKJS-UI):

Institusi yang bergerak pada pelatihan, konsultasi, dan penelitian seputar Jaminan Sosial secara luas termasuk menangani isu ekonomi dan kesehatan, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat.
W. http://pkjsui.org/
E. csgs.pkjs@ui.ac.id
Facebook: Kajian Jaminan Sosial UI / https://www.facebook.com/kajian.j.ui Instagram & Twitter: @pkjs_ui

Tentang Fatayat Nahdlatul Ulama (NU): Fatayat NU lahir pada tanggal 24 April 1950 di Surabaya. Visi dari Fatayat NU yaitu “Terbentuknya pemudi atau wanita muda Islam yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, beramal, cakap dan bertanggung jawab serta berguna bagi agama, nusa dan bangsa”. Adapun misi Fatayat NU “Terwujudnya rasa kesetiaan terhadap asas, aqidah dan tujuan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan Syariat Islam”.
W. https://fatayatnu.or.id/
E. info@fatayatnu.or.id
Facebook: PP Fatayat NU/ https://www.facebook.com/FatayatPP Instagram: @pp_fatayatnu Twitter: @PP_Fatayat_NU

***

(Hotben)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *