Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot dan Karyawan PT. Merpati Nusantara Airlines Menuntut Pemerintah dan Komnas HAM Memfasilitasi Pemulihan Hak-Hak yang Belum Diselesaikan
Jakarta, Gramediapost.com
Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot dan Karyawan PT. Merpati Nusantara Airlines menuntut Pemerintah dan Komnas HAM Memfasilitasi Pemulihan Hak-Hak Eks Pilot, Air Cabine dan Pegawai Lain PT. Merpati Nusantara Airlines.
Captain Pilot Muhammad Trisiswa menjelaskan : PT.Merpati Nusantara (Persero) (“PT. MNA”) merupakan maskapai penerbangan milik Badan Usaha Milik Negara (‘BUMN”). PT. MNA sudah tidak beroperasi sejak Februari 2014 hingga sekarang (kurang lebih 7 tahun) yang disebabkan karena dicabutnya Surat Izin Usaha Angkutan Udara (Air Operator Certificate).
Lia Christine Sirait, koordinator Tim Advokasi menjelaskan :
PT. MNA melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan karyawan-karyawannya pada bulan April 2016 melalui “PROGRAM PENAWARAN PAKET PENYELESAIAN PERMASALAHAN PEGAWAI (“Program P5”), yang isinya mencakup, antara lain :
Nilai Gaji karyawan sejak Desember 2013 hingga Januari 2016 (27 (dua) puluh tujuh bulan) yang dibayarkan secara tunai pada tahun 2016 oleh PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero) dengan nilai gaji di bawah nilai gaji November 2013 dan sebelum-sebelumnya dan PT. Merpati Nusantara Airlines hingga kini belum menjelaskan perihal penurunan gaji tersebut.
Gaji karyawan sejak bulan Desember 2013 hingga Januari 2016, karyawan PT. Merpati Nusantara Airlines (Perseo) gajinya baru diperhitungkan dan baru dibayarkan di bulan April 2016;
Nilai Pesangon yang didapatkan oleh tiap-tiap karyawan akibat dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja melalui penawaran Program P5.
Setelah dihitung, Nilai Pesangon yang diterima karyawan melalui paket tersebut ternyata di bawah nilai pesangon sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan terkait. Nilai pesangon karyawan yang diajukan kebanyakan sebesar 85%-95% dari nilai pesangon yang sesuai dengan perhitungan perundang-undangan.
Kemudian 20% dari nilai pesangon sebagaimana disebutkan di atas, dibayar oleh PT. MNA secara tunai dan sisanya dikonversikan oleh PT. MNA dalam bentuk Surat Pengakuan Utang (SPU);
Dana Pensiun PT. MNA yang menjadi pengurang pesangon beberapa karyawan PT. MNA yang dipotong pada tahun 2016. Padahal Dana Pensiun PT. MNA sudah dinyatakan likuidasi bulan Februari 2015;
Surat Pengakuan Utang terkait keikutsertaan asuransi bagi karyawan di PT. MNA.
Pensiunan bulanan bagi para PURNA BHAKTI PT. MNA yang terhenti sejak Januari 2015 akibat dibubarkannya/ dilikuidasi Dana Pensiun PT. MNA (Dalam LIKUIDASI).
David Sitorus, anggota Tim Advokasi mengungkapkan :
Berdasarkan uraian di atas, maka negara khususnya Presiden, Menteri BUMN, dan Komnas HAM untuk memfasilitasi hak-hak ex Pilot, Air Cabine, dan pegawai lain PT.MNA dapat terbayarkan, yaitu :
Utang sisa pesangon untuk (kurang lebih 130 (seratus tiga puluh) orang sebesar kurang lebih Rp. 157.000.000.000,-( seratus lima puluh tujuh milyar)(proses verifikasi);
Utang sisa dana pensiun (kurang lebih 700 (tujuh ratus) orang (dalam proses perhitungan dan verifikasi oleh Tim Advokasi);
Mengembalikan dana pensiun yang menjadi potongan pesangon pada tahun 2016 padahal bulan Februari 2015, Dana Pensiun PT. MNA sudah dinyatakan dilikuidasi atau sudah dibubarkan. (Dalam proses perhitungan dan verifikasi oleh Tim Advokasi).
Utang Pembayaran Asuransi sebesar ± $9,000 Amerika yang dikonversikan PT.MNA dalam bentuk Surat Pengakuan Utang kepada 1 (satu) orang pilot.
Gunawan, advisor Tim Advokasi memaparkan : Di dalam proses advokasinya, TIM Advokasi telah mengadakan pengaduan ke Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden. Kedua instansi tersebut diharapkan bisa melalukan koordinasi antar kementerian dan lembaga secepatya, terutama terkait dengan rencana penutupan PT MNA oleh Menteri BUMN. Dan khusus Komnas HAM segera mengeluarkan rekomendasi utamanya terkait pelanggaran HAM eks pilot, air cabine crew dan pegawai lainnya PT MNA.
Karena cara dialogis dengan Direksi PT MNA tidak bisa lagi diharapkan, maka Tim Advokasi akan melayangkan Somasi.