Ket. Foto: Henriette Faergemann
Pentingnya Peran Hutan dalam Ekonomi Sirkular
Jakarta, Gramediapost.com
Hutan memiliki peran sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi selama ratusan tahun dengan kapasitas biologisnya sebagai sumber energi terbarukan. Pelestarian hutan juga berkaitan dengan kegiatan ekonomi sirkular yang sudah banyak diterapkan, untuk menjaga lingkungan yang lebih baik.
Stéphane Dovert, Konselor Kerjasama untuk Kedutaan Besar Prancis dalam webinar “The Future of Forest: A Discourse on The Circular Economy” digelar hari ini sebagai bagian dari Pekan Diplomasi Iklim mengatakan, “Saya hanya akan mengingatkan bahwa dampak yang dirasakan manusia telah menyebabkan hilangnya sekitar 40% hutan dunia. Kita kehilangan hutan dengan laju 10 juta hektar per tahun. Jadi kita perlu khawatir dan perlu melindungi hutan alam. Manusia diberi kecerdasan untuk melindungi. Hutan ini benar-benar terdiri dari banyak pohon dan mendukung sejuta kehidupan. Pepohonan menciptakan lingkungan khusus yang mempengaruhi jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang dapat hidup di hutan,” ungkapnya.
Sementara Henriette Faergemann, Konselor Pertama – Lingkungan, Aksi Iklim, Digital – Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam menyampaikan bahawa pesan utama dari Pekan Diplomasi Iklim 2021 yaitu : we care, we can, and we do. Uni Eropa berharap semua pihak bertindak secara kolektif dan melangkah untuk aksi iklim. “Ekonomi sirkular sangat penting dalam untuk mengatasi perubahan iklim, karena rendahnya keanekaragaman hayati, limbah, dan polusi. Tujuannya untuk mengurangi limbah dan pada saat yang sama menciptakan pertumbuhan dan lapangan kerja yang berkelanjutan.”
Narasumber lainnya dari Environmental Bamboo Foundation, Monica Tanuhandaru dengan bersemangat mengatakan bahwa bambu memiliki manfaat ekonomi dan budaya lingkungan. Dengan mengganti bahan bangunan yang tidak dapat diperbarui seperti kayu keras, plastik, dan logam, bambu membantu menghindari emisi CO2.
“Satu meter kubik produk bambu rekayasa menyimpan 1,6 ton CO2. Karbon hanya disimpan dalam suatu produk sementara, karenanya bambu yang dipanen harus dibuat menjadi produk yang lebih tahan lama. Bambu menghasilkan lebih banyak produk dibandingkan kayu, terutama melalui praktik pengelolaan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil tahunannya. Bambu yang tahan lama dan produk yang direkayasa menyimpan lebih banyak karbon. Limbah yang dihasilkan oleh manufaktur atau produk bambu yang tidak terpakai dapat didaur ulang menjadi partikel papan (atau produk yang kurang tahan lama) dan akhirnya sebagai pengganti energi terbarukan dan lebih berkelanjutan.”
Terkait dengan jasa ekosistem, Dr. Colas Chervier, Ilmuwan di Ekologi Ekonomi , CIRAD menyampaikan pandangannya bahwa aktor kebijakan publik juga mempengaruhi desain dan hasil dari Pembayaran Jasa Ekosistem bahkan dalam konteks pemerintahan yang dianggap lemah. Kita juga harus mempertimbangkan aktor publik yang tidak transformasional atau bahkan berkontribusi untuk mempertahankan status quo.” Strategi pelengkap yang menurut saya perlu atau akan mengubah cara aktor kebijakan publik dalam membuat keputusan, yaitu mengubah nilai, yaitu kriteria otoritas untuk membuat keputusan diantara beberapa alternatif politik dan mengubah hubungan kekuasaan atau kelompok berpengaruh yang sebenarnya mempengaruhi keputusan politik yang akan kita tuju.
Narasumber Perwakilan Negara, Planète Urgence yaitu Reonaldus mengatakan, “Indonesia memiliki sekitar 3,1 sampai 3,4 juta hektar mangrove (bakau) atau sekitar 20 persen dari luas mangrove di dunia. Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 600.000 hektar hutan mangrove telah rusak. Hutan mangrove tersebut dikonversikan ke kolam budidaya, penebangan, minyak tumpahan, dll. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk merehabilitasi 600.000 ha hingga 2024 khususnya di 9 provinsi.” Reonaldus menutup presentasinya dengan menyampaikan pentingnya ekonomi sirkular untuk rehabilitasi hutan mangrove dan hutan secara umum. Ia menekankan bahwa salah satu musuh hutan mangrove adalah sampah plastik, karena menyulitkan pertumbuhan mangrove secara natural. Jika kita dapat membangun ekonomi sirkular yang efektif dan efisien, seperti reduce, reuse, dan recycle mungkin tidak akan mengancam lagi kelestarian hutan mangrove di masa depan.”
Kaum muda dari Greeneration Foundation yaitu Kepala Program Glaniz Izza pun turut bersuara. Menurutnya pada awal polusi industri, perusahaan menggunakan model ekonomi linier yaitu siklus hidup produk dibayar, dirawat, dan dibuang – namun menghasilkan miliaran ton sampah setiap tahun. Dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular berarti kita lebih bertanggung jawab dan memperhatikan bumi kita dan orang-orang sekitar. Glaniz juga mengatakan, “Ekonomi sirkular adalah sistem industri yang restoratif atau regeneratif dengan niat dan desain membantu pelestarian hutan. Untuk mencapai keseluruhan sirkularitas, setiap pemangku kepentingan perlu berkolaborasi menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular secara holistic,” tutupnya.
Pekan Diplomasi Iklim 2021 yang digagas Uni Eropa akan berlangsung hingga 16 Oktober dan menghadirkan 40 pembicara dalam 15 sesi seperti webinar, sesi bincang, dialog; dan sejumlah kegiatan lainnya termasuk aksi tanam pohon bakau di pantai Jakarta.
(Hotben)