PDI Perjuangan “Berselancar” Di Generasi Milineal So What Gitu Loh

0
1508

Oleh: Ralian Jawalsen

 

Dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Pasca Reformasi, partai PDI Perjuangan menjadi fenomena tersendiri. Di era demokrasi terbuka, PDI Perjuangan menjadi partai satu-satunya tampil elegan sebagai partai pemenang Pemilu 1999, dan dua kali pemenang Pemilu berturut-turut, Pemilu 2014 dan 2019.

Selama 10 tahun “ditekan” menjadi oposisi bukanlah hal yang mudah untuk bangkit menjadi partai pemenang Pemilu. Namun, di tengah “oposisi” itu Megawati Soekarno Putri sebagai nahkoda partai mampu membawa partai “wong cilik” menjadi partai modern. Dimana rakyat “wong cilik” itu masih yakin cita-cita bernegara masih bisa dibawa PDI Perjuangan dalam merebut kekuasaan secara konstitusional.

Tidak mudah menjadi partai pemenang Pemilu dua kali berturut-turut. Namun, visi yang kuat dengan ideologi Pancasila 1 Juni 1945 rakyat masih mempercayai bahwa partai banteng moncong putih itu masih memberikan kepastian dan harapan kepada masyarakat Indonesia. Selama 10 tahun itu, Megawati sebagai “nahkoda” partai mampu melihat tanda-tanda zaman akan perubahan. Tentu saja, kegemaran putri Soekarno itu menanam bunga membentuk karakternya mencari bibit ungggul pemimpin.

Tri Rismarini menjadi Walikota Surabaya, Bupati Kuloprogo Hasto Wardoyo, Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah. Sosok Joko Widodo dari Walikota Solo, menjabat Gubernur DKI Jakarta, lalu menjabat Presiden dua kali berturut-turut bukanlah hal yang mudah. Tapi itulah fakta sejarah Megawati tampil memberikan kepastian bahwa rakyat menginginkan pemimpin yang melayani.

Rakyat sudah “lelah” melihat pemimpin sablon yang hanya pencitraan. Alhasil, Pemilu 2019 hampir saja kita terpecah berkeping-keping akibat pembiaran dan dipeliharanya gerakan radikal selama ini. Hingga isu khilafah juga bisa masuk ke ruang publik negara. Menjadi catatan bagi SBY “lolosnya” tawaran Khilafah di TVRI tahun 2013.

Baca juga  Rampas Aset Buron Koruptor

Sosok Megawati menjadi torehan sejarah presiden dan Wakil presiden wanita pertama Indonesia. Kini Puan Maharani, Ketua DPR RI pertama di republik ini. Dan juga, PDI Perjuangan sepanjang sejarah politik Indonesia sudah dua presiden dihasilkan lewat hasil demokrasi.

Meski demikian, hasil tiga dari lima Pemilu Indonesia, PDI Perjuangan jangan sampai berpuas diri. Tantangan ke depan menghadapi oligarki politik, dimana para pemilik modal juga berupaya menancapkan kekuasaannya. Mendirikan partai, dan “jualan” kaum milineal menjadi “pekerjaan rumah” bagi PDI Perjuangan. Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah (Jasmerah) juga penting. Meski sentrum tokoh Bung Karno masih menjadi magnet bagi gerakan politik PDI Perjuangan, tapi fusi partai 10 Januari 1973 jangan sampai dinafikan. Tokoh besar Johanes Leimena (Parkindo), IJ Kasimo (Partai Katolik), Tan Malaka (Murba) dan IPKI juga “andil” terbentuknya partai ini. Tidak heran kalau PDI Perjuangan, yang sebelumnya PDI, kini menjadi rumah bersama kaum nasionalis. Rumah mininya Indonesia ada di PDI Perjuangan. Itulah keunikan yang tidak bisa diabaikan. Sebanyak 25 Anggota DPRD DKI bukti keberagaman yang mewarnai.

So what gitu loh?. Harian Kompas Sabtu 28 Desember 2019 mengupas generasi milineal. Bertajuk “Gelombang Pengaruh Kaum Milineal” sangat penting untuk disimak. Pasalnya, Pemilu 2019 suara generasi milineal sangat menentukan. Para generasi milineal memiliki cara berpikir tersendiri. Mereka ogah mengetahui apa itu marxisme, nasionalisme atau isme-isme lainnya. Di tangan mereka 91, 62 persen kaum milineal adalah pengguna aktif telepon seluler.

Sesuai data profil generasi milineal Indonesia 2018, berdasarkan hasil Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik, jumlah warga milineal mencapai 33,75 persen (88 juta) dari 262 juta penduduk. Sisanya, pascamilineal 29, 24 persen, generasi X 25,74 persen, dan baby boomer 11,27. Dengan jumlah sebesar itu mereka bisa penentu tren.

Baca juga  Tips Asah Soft Skill untuk Berkarir di Masa Depan

Candaan mereka dalam setiap aksi unjuk rasa sangat kreatif, dan menghibur. Protes yang mereka lontarkan membuat “cair” suasana. Poster seperti “Drama Korea Tidak Lebih Asyik dari Drama DPR” atau “Ga Papa Make Up Ku Luntur asa Jangan Keadilan yang Luntur”. Wow, setiap generasi memili zamannya tersendiri.

Dinginnya udara pegunungan, dan panasnya terik matahari jangan berakhir begitu saja, tapi PDI Perjuangan harus terus bergerak merebut suara kaum milineal yang menentukan itu. Tentu tidak bisa sekaku “kanebo kering” untuk memenangkan Pemilu 2024. Dibutuhkan sentuhan kreatif melihat kemauan para generasi milineal. Karena mereka mereka memiliki dunia yang berbeda dalam menyingkapi dunia di sekitarnya. Terlebih mereka telah menjadi opinion leader dengan khas bahasa mereka. MERDEKA!

Ralian Jawalsen, Praktisi Hukum dan Jurnalis spesialis Hukum dan Kriminal

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here