Jakarta, Gramediapost.com
Pemilihan Umum telah selesai dilaksanakan. Pasca pemilihan Presiden dan Wapres, publik mengharapkan adanya rekonsiliasi antara pihak Jokowi-Ma’ruf (01) dan Prabowo-Sandi (02) di mana salah satu wujudnya adalah bergabungnya kedua kubu di dalam kabinet pemerintah ke depan.
Sekjen Pemuda HKBP, Yudhi Vanstepan Simorangkir menyampaikan ketimbang mengakomodir calon menteri dari lawan politiknya, Presiden dan Wakil Presiden terpilih lebih baik mengutamakan masuknya unsur kalangan zaken (ahli) ke dalam struktur kabinetnya. Pernyataan ini disampaikan Yudhi di Tebet, Jakarta pada hari Minggu (7/7).
“Keunggulan dari kalangan profesional adalah mampu adaptif mengejawantahkan setiap program yang ditetapkan oleh Presiden. Mereka juga akan fokus mendukung visi misi Presiden, ketimbang kepentingan mereka sendiri,” ujarnya.
Yudhi mengatakan, selain harus profesional dan mendukung agenda Presiden, kriteria selanjutnya adalah mewakili generasi muda dan komitmen dengan keberagaman.
“Para menteri ke depan harus yang menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Sama seperti Pak Jokowi. Sehingga dalam menjalankan tugas, tidak akan melakukan kebijakan yang diskriminatif ataupun hanya mengutamakan kelompoknya sendiri,” tegas mahasiswa program magister Studi pembangunan UKSW Salatiga ini.
Yudhi menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif untuk menentukan susunan kabinet. Oleh karena itu partai politik pendukungnya harus menghormati keputusan Presiden dan tidak melakukan tekanan ataupun permintaan yang berlebihan.
“Para pimpinan parpol seharusnya mengesampingkan ego kelompok dan mengutamakan kepentingan bangsa. Tidak tepat jika ada partai politik ataupun organisasi masyarakat yang meminta jatah menteri dengan jumlah yang berlebihan. Kita percaya, Presiden dan Wapres pasti akan menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat,” ujarnya.
Terkait menteri dari kelompok milenial, aktivis yang juga merupakan peneliti ILPOS (Institute of Indonesia Local Policy Studies) ini mengatakan bahwa calon menteri dari kalangan milenial tidak cukup hanya dilihat dari segi intelektualitas, kekuatan ekonomi/bisnis, ataupun darah biru politik.
“Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa kriteria menteri adalah memiliki kemampuan manajerial yang baik, memiliki integritas dan mampu mengeksekusi. Jadi belum tentu anak dari tokoh elit politik ataupun pengusaha serta merta cocok menjadi menteri. Justru yang memiliki pengalaman manajerial dalam organisasi, serta yang paling utama, selama ini calon menteri tersebut komitmen terhadap Pancasila dan keberagaman,” ujarnya.
Yudhi kemudian memaparkan nama-nama calon menteri dari segmen milenial.
“Sejumlah generasi muda yang layak dipertimbangkan menjadi calon menteri milenial antara lain
mantan Ketua Umum PB HMI drg Arief Rosyid Hasan, yang juga Plt Sekjen Dewan Masjid Indonesia, mantan Ketua Umum PB PMII Aminuddin Ma’ruf, mantan Ketua Umum PP PMKRI yang saat ini baru terpilih menjadi anggota DPD RI, Angelius Wake Kako. Selain itu mantan Ketua Umum PP GMKI Mamberob Rumakiek yang saat ini aktif sebagai anggota DPD RI, mantan Ketum GMNI Twedi Noviadi Ginting, dan Ketua Umum DPP AMPI Dito Ariotedjo,” paparnya.
Menurut Yudhi, nama-nama yang dia usulkan ini sudah berpengalaman memimpin organisasi yang beranggotakan ratusan ribu anggota dan memiliki kemampuan manajerial.
“Mereka memiliki kemampuan manajerial dan sudah terbiasa mengeksekusi program. Dan yang paling utama, mereka masih memiliki idealisme dan selama ini berjuang menghadapi bahaya radikalisme serta berupaya menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda,” jelasnya.
“Secara khusus Arief Rosyid, Angelius Wake Kako dan Mamberob Rumakiek adalah representasi generasi muda dari Indonesia Timur. Arief Rosyid berasal dari Sulawesi Selatan, Angelius berasal dari NTT, dan Mamberob dari Papua Barat. Mereka saat ini menjadi inspirasi bagi generasi milenial dari Indonesia Timur dan sangat layak membantu Presiden membangun pemerintahan yang inklusif, toleran, dan majemuk,” pungkasnya.