Membangun Kolaborasi dan Sinergi Guna Memperbaiki Sistem Kesehatan untuk Penderita Diabetes di Indonesia melalui Program Early Action in Diabetes (EAiD)

0
582

Membangun Kolaborasi dan Sinergi Guna Memperbaiki Sistem Kesehatan untuk Penderita Diabetes di Indonesia melalui Program Early Action in Diabetes (EAiD)

PT AstraZeneca Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) FKM UI, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) meluncurkan suatu program menyeluruh untuk menangani pasien diabetes di Indonesia.

Kemenkes dan PT AstraZeneca Indonesia bekerja sama dengan CHEPS FKM UI sebagai peneliti ternama untuk melakukan studi formatif berjudul “Scoping Diabetes in Indonesia: A Baseline Study for Designing Innovative Intervention for managing Patient with T2DM”.

Jakarta, Gramediapost.com

 

AstraZeneca bekerja sama dengan International Diabetes Federation (IDF), Primary Care Diabetes Europe (PDCE), dan World Heart Federation (WHF) mencanangkan program Early Action in Diabetes (EAiD) di 40 negara, termasuk Indonesia. Program ini menyatukan para pemangku kepentingan terkait yang mencakup advokat, tenaga kesehatan profesional, asosiasi kesehatan, dan para pembuat kebijakan dalam membentuk gerakan berskala besar yang secara progresif melawan diabetes tipe 2 di berbagai belahan dunia.

Saat ini, jumlah penderita diabetes di Indonesia telah menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan. IDF Diabetes Atlas edisi ke-8 (2017) mengungkapkan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 10,3 juta dan karenanya Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah penderita diabetes dewasa tertinggi di dunia. Angka total penderita diabetes diprediksi akan terus mengalami peningkatan dan mencapai 16,7 juta pada tahun 20451.

Lebih dari 90% kasus diabetes di seluruh dunia merupakan diabetes tipe-2 yang disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat. Diabetes tipe-2 umumnya dapat ditangani dengan mengurangi berat badan dan mengadopsi gaya hidup sehat. Selain diabetes tipe-2, jumlah prevalensi diabetes melitus di Indonesia terus mengalami peningkatan. Riskesdas 2018 menyatakan bahwa sejak tahun 2013, prevalensi diabetes melitus naik sebesar 1,6% dari 6,9% menjadi 8,5%. Untuk mengendalikan angka penderita diabetes, pemerintah Indonesia telah menghimbau masyarakat untuk melakukan aksi CERDIK dan teratur menjalani pengobatan.

Baca juga  Keterangan Pers Kemkominfo RI Senin, 29 Oktober 2018

dr. Fatimah Eliana, SpPD, KEMD; PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menyatakan, “Indonesia menempati peringkat pertama nilai %HbA1C tertinggi dari 38 negara yang berpartisipasi dalam Studi DISCOVER, dengan angka HbA1C sebesar 9.2%2. Diabetes tipe 2 secara perlahan telah menjadi keadaan darurat kesehatan masyarakaT, dan tantangannya adalah terkait dengan diagnosis. Komplikasi adalah konsekuensi dari diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, termasuk diantaranya risiko penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi yang jauh lebih tinggi.”

Untuk mengatasi masalah diabetes di Indonesia, suatu studi formatif perlu dilakukan guna menyediakan perancangan intervensi inovatif pengobatan pasien diabetes. Akan tetapi, masih sedikit studi yang menggambarkan tindak lanjut dan manajemen diabetes dengan memperhitungkan perspektif pasien dan penyedia layanan kesehatan. Menilik kondisi tersebut, PT AstraZeneca Indonesia (AZI) bersinergi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), PERKENI, dan PERSADIA serta salah satu pemangku kepentingan utama terkait yakni Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) FKM UI tertarik untuk melakukan studi formatif yang berjudul: “Scoping Diabetes in Indonesia: A Baseline Study for Designing Innovative Intervention for managing Patient with T2DM”.

Studi formatif yang dipimpin oleh Center of Health Economics and Policy Science (CHEPS) Universitas Indonesia tersebut mengangkat lima tantangan utama dalam pengobatan diabetes di Indonesia. Kelima tantangan tersebut mencakup kurangnya jumlah dan kualitas pelatihan tenaga kesehatan, kurangnya sumber daya manusia yang tersedia untuk dukungan penanggulangan diabetes, ketimpangan ketersediaan infrastruktur umum pada tingkat primer, kurangnya peralatan diagnostik di tingkat primer yang berdampak pada biaya yang lebih tinggi saat perawatan diabetes di tingkat sekunder dan tersier, dan keterbatasan jumlah obat-obatan dan variasi obat diabetes bagi pasien.

Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD, Ketua Center of Health Economics and Policy Science (CHEPS) Universitas Indonesia menjelaskan, “Kami mengadakan studi formatif “Scoping Diabetes in Indonesia: A Baseline Study for Designing Innovative Intervention for treating Patient with T2DM” sebagai studi landasan awal untuk program EAiD yang menggambarkan informasi terkini mengenai penanganan diabetes di Indonesia dengan melibatkan perspektif pasien dan tenaga kesehatan. Studi landasan ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris bagi pembuat kebijakan dalam merancang kebijakan untuk melayani dan mengobati pasien diabetes di Indonesia.

Baca juga  DI BULAN RAMADHAN MUSHOLAH AL-IKHLAS GRIA JAKARTA PAMULANG GELAR KULIAH SUBUH TIAP AHAD.

Guna mencapai tujuan utama program, EAiD menggunakan pendekatan holistik yang mencakup tiga tahapan seperti melakukan peninjauan dasar mengenai permasalahan kunci diabetes di Indonesia bersama CHEPS, menjalankan langkah konkret implementasi rekomendasi kebijakan berdasarkan data temuan awal, dan mengevaluasi hasil intervensi dengan hasil temuan awal sebelum memperluas kebijakan.

Selain menggunakan pendekatan holistik dalam proses pelaksanaannya, program EAiD juga menggunakan pendekatan triple helix dalam membangun kemitraan kerjasama, dimana program ini menyatukan akademia, industri, dan pemerintah untuk melakukan upaya sinergis serta berkolaborasi dengan asosiasi kesehatan guna mencapai kemajuan yang signifikan dalam melawan diabetes tipe-2. Di Indonesia, AZI menggandeng beberapa pemangku kepentingan lokal seperti Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, CHEPS Universitas Indonesia, PERKENI, PERSADIA, serta mitra penyedia alat kesehatan dalam mengimplementasikan program EAiD.

Rizman Abudaeri, Direktur PT AstraZeneca Indonesia menambahkan bahwa, “Menyadari situasi terkini penyakit diabetes and komplikasinya sebagai beban kesehatan negara yang besar, kita berkomitmen untuk terus menjadi mitra Kementerian Kesehatan, Peneliti CHEPS UI dan semua pemangku kepentingan terkait untuk menyediakan fakta ilmiah tentang managemen diabetes, memberikan solusi dan melakukan intervensi dengan mitra-mitra yang lain melalui konsep tripel helix yaitu pemerintah, akademia dan industri. Early Action in Diabetes bermaksud untuk memberikan gambaran tentang managemen diabetes sekarang dan perbaikan yang bisa dilakukan melalui 4 pendekatan yaitu pencegahan penyakit, deteksi dini, pengobatan dini dan akses terhadap pengobatan terkini seperti yang pasien perlukan”

Prof. Dr. dr. Agung Pranoto, SPPD-KEMD, Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) menambahkan “Umumnya, tingkat kesadaran masyarakat mengenai penyakit diabetes memang masih sangat rendah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis dan dibutuhkan peranan dari berbagai pihak baik itu dokter, perawat, keluarga pasien bahkan pasien itu sendiri. Edukasi mengenai penyakit, tindakan preventif serta dampak komplikasi penyakit diabetes merupakan hal yang sangat penting bagi pasien dan keluarga pasien dalam upaya penanggulangan penyakit diabetes melitus di Indonesia. Kami menyambut baik program EAiD ini agar melalui program ini kita dapat bersama-sama mengidentifikasi penyebab utama penyakit diabetes dan mencari solusi untuk menekan angka pertumbuhan penderita diabetes di Indonesia,” tutupnya.

Baca juga  Penjual dan Pembeli Pasar Koja Baru Dihimbau Tinggalkan Anak Di Rumah

*****

Referensi:

1. International Diabetes Federation IDF Diabetes Atlas, 8ed. Brussels, Belgium: International Diabetes Federation (2017)

2. Soeatmadji DW et al. DISCOVER: Discovering Treatment Reality of Type 2 Diabetes in Real World Settings: Interim Analysis of Baseline Data – Indonesia (2017)

Tentang AstraZeneca

AstraZeneca adalah perusahaan farmasi multinasional yang berfokus pada penemuan baru, pengembangan dan komersialisasi obat-obatan resep, terutama untuk pengobatan penyakit di tiga area terapi utama – Onkologi, Penyakit Kardiovaskular & Metabolik dan Pernafasan. AstraZeneca juga aktif secara selektif di bidang autoimun, neuroscience dan infeksi. AstraZeneca beroperasi di lebih dari 100 negara, dan obat-obatan inovatif AstraZeneca telah digunakan oleh jutaan pasien diseluruh dunia. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi www.astrazeneca.com dan follow Twitter di @AstraZeneca.

*****

Keterangan Foto: Foto 1: [kiri-kanan] Zou Zijian, EAiD Project Lead AstraZeneca Asia; Rizman Abudaeri, Direktur PT AstraZeneca Indonesia; dr. Fatimah Eliana, SpPD, KEMD, PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI); dr. Anung Sugihantono, M.Kes, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD, Ketua Center of Health Economics and Policy Science (CHEPS) Universitas Indonesia; Prof. Dr. dr. Agung Pranoto, SPPD-KEMD, Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA); dan dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.Kes, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berfoto bersama pada acara peluncuran program Early Action in Diabetes (EAiD) dan studi formatif berjudul “Scoping Diabetes in Indonesia: A Baseline Study for Designing Innovative Intervention for managing Patient with T2DM” di Hotel JS Luwansa, Jakarta (20/12).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here