Jakarta Gramediapost.com
Bertempat di Keluarga Sopaheluwakan – Pattinasarany dilangsungkan Pertemuan Ibadah Ikatan Keluarga Besar Quiko Minggu, 11 November 2018 Pukul 13.00. Acara diawali dengan Ibadah yang dipimpin Pdt. Samuel Abusyaman Thalib, S.Th. dilanjutkan dengan Warta Quiko, ramah tamah makan siang bersama dan saling berbagi kisah setelah sebulan tidak bersua melepas rindu.
Ikatan Keluarga Besar Quiko lahir pada tanggal 31 Desember 1975, lahir dari rasa kecintaan keluarga agar mengenal anak cucu cicit generasi berikutnya. Jadi konteks kekeluargaan dipererat di tengah dunia yang semakin egoisme yang mementingkan diri sendiri.
Keluarga Besar Quiko adalah salah satu keluarga/fam yang cukup besar yang ada di Kampung Tugu selain fam asli lainnya seperti Abrahams, Andries, Braune, Cornelis dan Michiels sementara Seymons dan Salomons telah mati obor. Semua itu membawa identitas keturunan Portugis yang telah ada sejak tahun 1661 dan yang telah dierken (diadopsi) Belanda. Memang mengisahkan cerita yang unik dan sarat nilai historis.
Peran Keluarga Quiko cukup besar di Kampung Tugu sebut saja Pdt. Albert Hermanus Quiko sebagai Ketua Majelis Jemaat Pertama GPiB Tugu DKI Jakarta. Jauh sebelumnya di tahun 1925 Joseph Quiko bersama Jacobus Quiko bersama saudara-saudara fam Tugu yang lain membentuk Keroncong Moresco Tugu sebagai rahim grup-grup Keroncong Tugu yang ada di Kampung Tugu sekarang ini. Kini grup-grup yang ada di Kampung adalah Keroncong Tugu Cafrinho dipimpin Guido Quiko, Krontjong Toegoe dipimpin Andre Juan Michiels dan Keroncong Muda-mudi Cornelis dipimpin Sherly Abrahams – Cornelis. Sayang nama besar Keroncong Tugu Moresco justru tenggelam.
Tahun 1970 bagi Komunitas Tugu merupakan tahun bersejarah karena Gubernur Propinsi DKI Jakarta Ali Sadikin mensupor Kampung Tugu bersamaan dengan kedatangan Antonio Pinto da Franca Duta Besar keliling Portugal untuk Indonesia ketika belum memiliki Kedutaan Besar yang kini beralamat di Jalan Indramayu No. 2A Menteng Jakarta Pusat. Antonio Pinton da Franca datang sebagai lawatan utusan Portugal melihat jejak-jejak Portugis di Nusantara termasuk Kampung Tugu. Kata Tugu yang berasal dari kata porTUGUesa menurut pernyataan Prof. De Graff.
Tahun 1970 itu Seni Budaya Tugu dihidupkan kembali oleh Jacobus Quiko. Kepiawaiannya di bidang Seni Budaya dan kecintaannya terhadap Kampung Tugu membuat Keroncong Tugu kembali bersinar. Bahkan upaya menghidupkan kembali Bahasa Kreol Tugu dilakukan dengan membuka Escola Papia Cristao. Menurut catatan sejarawati di Arsip Nasionak RI Mona Lohanda menyatakan tahun 1940 Bahasa Kreol Tugu ‘has gone” (punah/selesai) tapi tak surut Jacobus Quiko sejak tahun 1970-1972 melakukan komunikasi secara koresponden/surat kepada Felix Noel yang bermukim di Malaka, Malaysia Barat dilakukan untuk menghidupkan kembali Bahasa Kreol Tugu dan menambah perbendaharaan dalam kajian bahasa.
Sayang kedua tokoh itu telah tiada. Ketika Misi Keroncong Tugu Cafrinho pimoinan Guido Quiko ke Dili, Timor Leste tahun 2014 sempat bertemu dengan Felix Noel dan ketika ditanya apakah dokumen tetsebut masih ada? Sayangnya tidak ada pertinggal di Malaka tetapi Felix Noel berkata dia kirimkan 500 kata Kreol Malaka kepada Jacob Quiko sungguh hal yang sangat historik.
Dalam kesempatan Warta Keluarga dalam pertemuan ibadah yang berlangsung. Sari Yando Quiko selaku Ketua menginformasikan bahwa Ibadah Perayaan Natal Ikatan Keluarga Besar Quiko akan diselenggarakan pada Sabtu, 23 Desember 2018 bertempat di Keluarga Bapak Pdt. Samuel Abusyaman Thalib, S.Th / Carolina Yunus Jalan Tugu Indah II No 2 Rt 011/096 Semper Barat Jakarta Utara.
Ketika ditanyakan kepada Sari Yando Quiko apa harapannya selaku Ketua Ikatan Keluarga Besar Quiko : “Dapat menjaga dan meningkatkan ikatan yang kuat dalam tubuh Keluarga Besar Quiko serta menyenangkan bagi seluruh turunan nenek moyang Quiko karena jika tidak ada nenek moyang Quiko apalah kita sekarang yang hidup seperti yang masyarakat kebanyakan. Sebagai turunan keluarga Quiko kita bangga mempunyai sejarah panjang tentang nenek moyang Quiko yang kental dengan keportugisannya.” Ungkapnya.
Dan ketika ditanya apa rencananya ke depan : “Membuat Rumah Sejarah Tugu umumnya dan Quiko khususnya, melatih semua keturunan di bidang tari dan musik karena itu aset berharga yang dimiliki keturunan Tugu.” Tambahnya dengan penuh antusias.
Sari Yando Quiko lahir pada 9 Januari 1989 beristri Lianita Utami Kario dan anak Cristovao Geovanni Quiko.
Sehari-hari ia adalah Karyawan Swasta dan juga sebagai Diaken di GPIB Tugu DKI Jakarta.
Keluarga Besar Quiko senantiasa berharap dan berdoa agar Sari Yando Quiko senantiasa semangat dalam memajukan Keluarga Quiko dan Keluarga Quiko senantiasa diarahkan dalam mendukung Komunitas Tugu yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Tugu yang dipimpin oleh Erni Lisje Michiels.
(Johan Sopaheluwakan)