Oleh: Jeannie Latumahina
Sebagai seorang aktivis sekaligus sebagai seorang caleg, saya berdiskusi dengan teman- teman di Kediri, tentang tidak adanya konsultan IT yang independen untuk mengaudit setiap hasil data yang di keluarkan oleh KPU sehingga kemungkinan bisa terjadi manipulasi data. Mengingat sistem perhitungan suara di Indonesia masih mempergunakan
1. Sistem manual
(TPS, kelurahan, kecamatan, kota , propinsi) yang diharapkan jujur dan bersih
2. Sistem komputerisasi di KPU, dimana semua data perhitungan manual dari Propinsi di masukkan ke komputer KPU. Tepatnya yang terjadi adalah munculnya potensi cybercrime yang artinya meragukan independensi KPU.
Cybercrime bisa diartikan ada permainan didalam sistemnya sendiri dan ini sangat lebih berpotensi terjadinya kecurangan dalam perhitungan suara. Cybercrime menekankan pada sistem pengamanan dari sistem komputer yang dibangun. Baik itu keamanan internal atau eksternal.
Sehubungan dengan sistem manual dan komputerisasi ini, maka perlu di jaga sistem manual yang bersih dan sistem komputerisasi yang juga bersih serta jauh dari manipulasi data di KPU.
Sebab baik yang sistem manual maupun komputer masih berpotensi akan adanya kecurangan.
Sistem pengamanan secara manual dan komputerisasi harus bersih, sistem pengamanan internal mulai dari TPS sampai KPU harus bersih.
Jangan sampai oleh karena uang, menjadi ada permainan suara, oleh karena itu perlu mengaudit sistem KPU yang berjalan oleh eksternal auditor yang kredibel dibidang IT. Benar tidak pengamanan dalam sistem komputer, dan mengetahui dimana saja letak kerawanan tersebut. Mengingat bahwa KPU menggunakan sistem manual dan komputer, dapat disimpulkan bahwa kerawanan lebih cenderung pada, Potensi Cybercrime dari dalam KPU. Karena hacker menyerang dari luar sistem, akan perlu bekerja dua kali untuk menyerang sistem Perhitungan KPU.
Tidak ada hacker, Yang ada adalah potensi kejahatan dari dalam sistem, tentunya adalah internal KPU sendiri.
Seperti di ketahui bahwa didalam komputer juga menganut apa yang dinamakan jalur komando. Yang terdiri dari Administrator, Seperisor Managment hingga paling bawah yaitu data entrinya.
Sistem komputer KPU masih model jadul. Sistem komputer KPU tidak antar database atau terpusat. Server Databasenya cuma satu tidak tersebar. Yang tersebar itu adalah pemasukan datanya yang kemudian menggunakan Pencocokan Manual.
Karena yang online itu cuma data entry. Yaitu operator pemasukan data, bukan pada komunikasi antar database. Maka serangan hacker tidak lebih kepada pelambatan arus data saja, tidak akan menyentuh pada database perolehan suara. Boleh bicara ada potensi hacker JIKA sistem yang dibangun komunikasi pertukaran data antara database server. Dalam hal ini sukar dilakukan, dibanding kemungkinan manipulasi oleh oknum-2 didalam KPU.
Maka selanjutnya berujung pada pertanyaan, Netralkah KPU selaku panitia penyelenggara Pemilu dan Pilpres.
Didalam masyarakat saja sudah banyak pertanyaan mengenai kemunculan parpol-parpol baru yang boleh disebut sama sekali tidak ada suara disebutkan, apakah memang sungguh benar ada sesuai persyaratan yang ditetapkan perundangan atau sebenarnya tidak lebih siluman antah berantah.
Secanggih apapun sistem dibangun jika dijalankan tidak dengan semestinya, maka potensi kecurangan bisa terjadi pada muara perolehan. Menghadang diakhir pertandingan kontestan. Tidak ada yang terlambat dilakukan untuk perbaikan-perbaikan pada KPU sebelum saatnya Pesta Demokrasi berlangsung tahun depan.
Kediri 9 Agustus 2018