Jakarta, Suarakristen.com
“Human progress is neither automatic nor inevitable… Every step toward the goal of justice requires sacrifice, suffering, and struggle; the tireless exertions and passionate concern of dedicated individuals”.
– Martin Luther King, Jr.
Untuk Majelis Hakim Sidang Kasus Dugaan Penodaan Agama Oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
Terkait dengan tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang telah dibacakan hari Kamis tanggal 20 April 2017, kami yang namanya tercantum pada catatan kaki di bagian bawah halaman ini, ingin menyampaikan beberapa poin pemikiran kami sebagai berikut:
1. Dalam tuntutan JPU jelas bahwa Ahok sebagai terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana penistaan agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KUHP, sehingga oleh JPU pasal penistaan agama itupun akhirnya TIDAK digunakan.
2. Namun demikian, JPU tetap menyatakan bahwa Ahok memenuhi unsur pidana pasal 156 KUHP dan karenanya Ahok dituntut hukuman pidana 1 (satu) tahun penjara dengan masa percobaan 2 (dua) tahun.
3. Berdasarkan pembacaan kami atas pasal 156 KUHP, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa unsur terpenting yang harus dipenuhi dalam tindak pidana ini adalah tindakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia atas dasar ras,negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Yang seringkali kita sebut sebagai isu SARA.
4. Dari bukti-bukti dan keterangan yang disampaikan dalam persidangan, jelas bahwa dalam pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 tidak ada pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia tertentu atas dasar SARA.
5. Dalam konteks kalimat “dibohongi pakai surat Al-Maidah 51” saksi ahli dalam persidangan telah menyatakan bahwa Ahok merujuk kepada oknum politik yang menggunakan ayat tersebut untuk menjegal lawannya dalam suatu persaingan elektoral, dan bukan merujuk kepada umat Islam. Dengan demikian kami tidak melihat bahwa unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 156 KUHP dalam hal ini terpenuhi.
6. Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dan karenanya selayaknya supremasi hukum ditegakkan. Ruang pengadilan adalah tempat dimana seharusnya kebenaran dan keadilan berdiri, dan bukan sekedar menjadi ruang justifikasi dan legitimasi atas mobokrasi.
7. Bahwa suatu proses peradilan yang baik akan berpegang teguh pada rasa keadilan dan tidak menyimpang dari filosofi/tujuan yang sesungguhnya dari suatu pemidanaan sebagaimana dimaksud oleh pembuat undang-undang.
8. Besar harapan kami agar Majelis Hakim memutus perkara ini dengan seadil-adilnya berdasarkan semua bukti dan keterangan yang telah disampaikan dalam persidangan, hati nurani serta keyakinan majelis hakim, agar dari persidangan ini dapat lahir satu putusan pengadilan yang tepat dan terhormat dalam sejarah putusan pengadilan di Indonesia sehingga dapat menjadi preseden yang baik untuk kasus serupa.
Demikian kami sampaikan catatan sederhana ini dengan harapan agar supremasi hukum, keadilan serta kebenaran dapat ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus kita jaga dan rawat bersama.
Jakarta, 25 April 2017
“Ahok Tidak Menista Agama” Initiator team:
Gatot Soemartono, Harvard Law School, LLM 1997
Bambang Harymurti, Mason Fellow, Fulbright Scholar, Harvard Kennedy School, MPA 1991
Dini Purwono, Fulbright Scholar, Harvard Law School, LLM 2002
Rudy Setiawan, Harvard Business School, MBA 1996
Melli Darsa, Harvard Law School: LLM 1994, East Asian Legal Studies Visiting Scholar 2010
Nona Pooroe Utomo, Fulbright Scholar, Harvard Graduate School of Education, Ed.M 1992
Ali Kusno Fusin, Harvard Business School, OPM 2016
Nugroho Budi Satrio Sukamdani, Post Graduate Harvard Business School PGL1, 1998
Ludi Mahadi, Harvard Kennedy School, MPA 2010
Adrianus Waworuntu, Fulbright Scholar, Harvard Graduate School of Arts and Sciences, MA 1992
MSM Ondi Panggabean, Harvard Law School, LLM 1991
Philip S. Purnama, Harvard Business School, MBA 1997
Endy Bayuni, Nieman Fellow 2004, Harvard University
Danny I. Yatim, Fulbright Scholar, Harvard Graduate School of Education, Ed.M 1992
Togi Pangaribuan, Harvard Law School, LLM 2011
Zenin Adrian, Harvard Graduate School of Design, M.Arch 2007
Darwin Silalahi, Harvard Business School, AMP 2003
Wawan Mulyawan, Harvard Business School, OPM28 1999
Brigitta Aryanti, Harvard Kennedy School, MPAID 2014
Wahyu Dhyatmika, Nieman Fellow 2015, Harvard University
Junaidi, Harvard Business School, MBA 2008
Johannes Ardiant, Harvard Kennedy School, MPP 2015
Todung Mulya Lubis, Harvard Law School, LLM 1988
Hendrik Kianto, Harvard Business School, MBA 2000
Paul W Broto, Harvard Business School, OPM43