SIARAN PERS SETARA INSTITUTE PERIHAL KASUS PENOLAKAN PEMBAKARAN MAYAT (CREMATION) BAGI KOMUNITAS KETURUNAN TIONGHOA DI KOTA PADANG – SUMATERA BARAT

0
556

Jakarta, Suarakristen.com

 

 

Praktik-praktik intoleransi di Negara yang menganut falsafah Bhinneka Tunggal Ika masih terus dipertontonkan dengan kasat mata oleh sekelompok warga dengan mengatasnamakan membela kesucian agamanya. Di lain pihak pemerintah daerah dengan dalih otonomi daerah seringkali menunjukkan prilaku primordialisme yang sempit melalui isu kembali pada kearifan lokalnya (local reinventing). Akibatnya  kelompok-kelompok minoritas seringkali terdiskriminasi dan menjadi pihak yang selalu dipersalahkan.

 

Kasus penolakkan pembakaran jenazah bagi kelompok keturunan Tionghoa yang difasilitasi oleh kumpulan sosial kematian Himpunan Bersatu Teguh (HBT) di Pasar Bong – (Pecinan) Kelurahan Pondok, Kecamatan Padang Barat – Kota Padang adalah salah satu dari tindakan intoleran dan diskriminasi sekaligus telah mencederai sendi-sendi kebebasan beragama dan berkeyakinan yang merupakan hak asasi. Kelompok-kelompok yang menyatakan ormas Islam diwakili GNPF MUI, Forum Masyarakat Minang, Ormas Islam Se-Sumatera Barat, telah terlalu jauh memasuki ruang privat dan keyakinan sekaligus tradisi Komunitas Tionghoa di Kota Padang.

 

Penolakan yang dilakukan oleh sekelompok ormas intoleran melalui aksi demonstrasi yang melibatkan massa mengatasnamakan Islam, mendalih pembakaran mayat (cremation) menganggu masyarakat Islam di sekitarnya. Padahal proses pembakaran dilakukan secara modern menggunakan oven dan mesin pembakaran yang ditenggarai tidak akan menganggu kesehatan masyarakat, apalagi kegiatan tersebut dilakukan di ruangkan tertutup dan tidak setiap hari.

 

Pemerintah Daerah Kota Padang ditenggarai memanfaatkan situasi penolakkan tersebut, sebab pada 2011 melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011, mengeluarkan kebijakan pelayanan pemakaman dengan ketentuan ukuran 2 x 1 M dikenakan biaya Rp 500.000/dua tahun  dan kelebihan tanah seperti pemakaman umumnya dikenakan Rp 250.000/dua tahun. Sehingga untuk kuburan warga Tionghoa akan terbiayai Rp 2.500.000/dua tahun. Kebijakan tersebut selain diskriminatif juga sangat memberatkan warga keturunan Tionghoa.

Baca juga  Pernyataan Sikap Persatuan Wartawan Kristen Republik Indonesia (PWKRI) Tentang Pemboman Gereja Oikoumene Samarinda

 

Sehubungan dengan uraian di atas, SETARA Institute menyatakan pendapat persnya sebagai berikut:

 

1. Mengutuk setiap tindakan intoleransi dan disktiminasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran yang mengatasnamakan kepentingan umat Islam.

 

2. Pemerintah harus bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok atau ormas intoleran yang menggunakan isu agama untuk mendiskriminasi kelompok minoritas lainnya.

 

3. Kepada Mendagri agar mencabut perda retribusi tentang pemakaman bagi warga keturunan Tionghoa di Padang yang dinilai sangat memberatkan.

 

4. Kepada aparat penegak hukum agar menindak ormas keagamaan apapun yang sering mengintimidasi kelompok minoritas.

 

Demikianlah pernyataan pers ini disampaikan untuk dapat menjadi perhatian bersama

 

Jakarta 23 Maret 2017

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here