Oleh: Ilma Sovri Yanti
Politik tidak melibatkan anak-anak karena itu melanggar UU No 23 tahun 2002 dan UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kita masih ingat ketika demokrasi pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung sejak tahun 2005, beragam dampak sosial mengikutinya. Kasus yang mencuat dengan adanya perbedaan pilihan pemimpin (pengalaman pribadi) telah menimbulkan disharmoni dalam lingkungan keluarga. Meski kita tidak punya angka prosentasi yang pasti, banyak pasangan rumah tangga berkonflik satu sama lain hanya soal perbedaan pilihan dalam Pilkada.
Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang berada di tengah-tengah kerumunan massa turut heroik mendukung calon sebagaimana yang dicontohkan orang dewasa? Bagaimana dengan pertumbuhan anak yang setiap harinya disuguhi tayangan TV kampanye partai politik, entah itu lewat lagu atau tayangan berita tentang kampanye politik?
Dalam hal penerimaan pesan dalam pikiran, anak berbeda dengan orang dewasa adalah pribadi yang masih memiliki keterbatasan dalam pengalaman berinteraksi sosial, menimbang sesuatu belum matang, masih mencari sosok figur sebagai tauladan dan karena terbatas ilmu pengetahuan faktor usia sangat mudah menerima apapun dalam pikirannya, termasuk pesan-pesan dalam kampanye politik.
Anak masih sulit membedakan mana imajinasi dengan fakta sosial termasuk materi kampanye (yang kategorinya belum terbukti). Tentu sangat berbahaya bagi pertumbuhan anak manakala disuguhkan di depannya sebuah kompetisi politik tanpa penyaringan ataupun penjelasan tuntas tanpa pendampingan. Anak akan melihatnya dan menganggapnya itu sebagai kebenaran.
Pelibatan anak dalam (kampanye) politik yang kita saksikan akhir-akhir ini telah melahirkan anak-anak yang memiliki stereotyping (pelabelan negative) dan sikap agresif terhadap orang-orang yang berbeda (pilihan politik) dengannya.
Muncul pertanyaan, mengapa kini banyak orang dewasa mudah sekali marah dan tersinggung dengan pihak lain yang mempunyai pilihan berbeda dengannya, bahkan berani memberi hukuman pada orang-orang yang berbeda dalam pilihan (bahkan belum dikenalnya) dengan syiar kebencian mengatasnamakan ajaran mau pun simbol keyakinan.
Pelanggaran Hak Anak
Betapa besarnya dampak yang diakibatkan oleh pelibatan anak dalam kampanye politik pada tumbuh kembang anak.
Pelibatan anak dalam kegiatan politik adalah pelanggaran hak anak. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 pasal 15 huruf (a) menegaskan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari penyalanggunaan kegiatan politik. Setiap orang yang melanggar hak anak ini mendapat ancaman pidana. Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 87 menjelaskan ketentuan pidana bagi pelanggar hak anak yakni penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Terbitnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 tahun 2013 pasal 32 huruf (k) mengantur larangan melibatkan anak-anak dalam kegiatan kampanye politik, lahir setelah adanya protes dari aktivis Perlindungan Anak. walau dalam pasal-pasal lainnya tidak ada penjelasan mengenai sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melibatkan anak-anak dalam kampanye politik.
Ilma Sovri Yanti
Satgas Perlindungan Anak