Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

Baktinendra Prawiro (Ketua Umum DPP PIKI): Perlu Kerja Keras Seluruh Komponen Bangsa Untuk Mewujudkan Indonesia yang Pancasilais dan Berbhinneka Tunggal Ika

58
×

Baktinendra Prawiro (Ketua Umum DPP PIKI): Perlu Kerja Keras Seluruh Komponen Bangsa Untuk Mewujudkan Indonesia yang Pancasilais dan Berbhinneka Tunggal Ika

Sebarkan artikel ini
Example 468x60
Para Fungsionaris dan Sesepuh PIKI sedang berpose Bersama Usai Rapat
Para Fungsionaris dan Sesepuh PIKI sedang berpose Bersama Usai Rapat

Jakarta, Suarakristen.com

“Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), kita semua dan seluruh bangsa Indonesia, selama beberapa tahun terakhir ini sudah dan masih menghadapi situasi yang dinamis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gejolak politik pada tingkat pusat dan daerah, termasuk di antaranya pemilu, pilpres dan pilkada, kadang terlihat cukup berat, tapi hingga saat ini dapat dilalui dengan baik. Ini semua menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia semakin matang ber-demokrasi.

Example 300x600

Namun dengan sangat prihatin kita masih melihat adanya percik-percik konflik sosial beraroma ketidak-adilan, bukan hanya di Tolikara dan Singkil, tapi juga di berbagai tempat di lain-lain tempat, bahkan di wilayah JaBoDeTaBeK, yang bersumber pada aturan-aturan yang diskriminatif, dan dipertajam oleh perda-perda yang “inkonstitusional” dan “segregatif.” Rupanya perjuangan untuk mewujudkan Indonesia yang satu berdasarkan Pancasila & Bhinneka Tunggal Ika masih membutuhkan kerja keras seluruh komponen bangsa.

Selanjutnya dalam situasi pertumbuhan ekonomi global dan nasional yang sedang melambat, ketika sebagai bangsa kita sedang merasakan berbagai tekanan ekonomi makro, berupa defisit perdagangan, defisit anggaran dan meningkatnya pinjaman hutang, baik untuk investasi publik dan belanja negara rutin, maupun juga untuk sektor swasta, dengan harap-harap cemas kita mencermati kiat dan kiprah pemerintah selanjutnya di bidang perpajakan (termasuk tax amnesty), pengendalian hutang dan penghematan anggaran, pembangunan infrastruktur, kecukupan dan ketahanan pangan, deregulasi, restrukturisasi industri, penguatan UMKM dll, juga dalam konteks MEA & AFCTA,”demikian disampaikan Baktinendra Prawiro, M.Si, M.H., Ketua Umum DPP Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), dalam Rapat Paripuna DPP & Lembaga-lembaga di lingkungan PIKI, di Gedung LAI, Jakarta (24/6/16).

Papar Baktinendra lebih lanjut,”Tambahkanlah issue lainnya kepada horizon pengamatan kita: Rekonsiliasi 1965, LGBT, Syariat Islam, Kekerasan terhadap perempuan & anak, Human Trafficking, Keresahan di Papua, penyebaran Narkoba & perkembangan AIDS dll, maka bukan tak heran kalau kita mulai merasa “groggy” atau gamang.

Tapi seberapapun gamangnya kita, bahkan mungkin karena kegamangan itu, oleh karena nama yang disandang sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia tetap dibutuhkan semacam acuan theologia publik, seberapapun sederhana rumusannya, agar dapat dijadikan wawasan dan pijakan dalam berorganisasi. Kalaupun tawaran atau ajakan untuk berpikir dan bertindak pragmatis bukannya tak ada.

Dalam rangka itu perkenankanlah saya untuk menyampaikan sebagai berikut:

✓ Sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, kita terpanggil untuk bersaksi dan berkarya secara efektif tentang tentang tanggung-jawab yang berangkat dari pemahaman Alkitab mengenai manifestasi kehendak Allah yang menciptakan seisi dunia dan membebaskan segenap umat manusia.

✓ Sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, kita terpanggil untuk menjunjung tinggi citra manusia yang diciptakan sebagai “gambar dan rupa Allah,” yang dalam kehendak bebasnya dapat merealisasi semua potensi dan talenta pada dirinya, bahkan ketika akibat dosa ia kehilangan sebagian dari kemuliaannya.

✓ Sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, kita ingin punya dampak yang positif, melalui perkataan dan perbuatan, pada kehidupan yang tercipta dan kemanusiaan yang di sana-sini masih berada dalam keadaan terbelenggu, baik secara individual maupun secara sistemik, khususnya dalam konteks pergumulan bangsa Indonesia.

✓Sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, kita ingin punya punya keterpanggilan yang nyata, bukan hanya secara pribadi, tetapi juga secara kolektif dan organisatoris serta melalui institusi-institusi publik yang ada, dalam rangka turut mewujudkan peri-kehidupan yang adil dan beradab, khususnya di bumi Indonesia.

✓ Kalau eksistensi komunitas bangsa Indonesia boleh dianggap sebagai COVENANT sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, kita ingin ikut mendorong tumbuhnya ikatan persaudaraan yang bekerja-sama, bergotong-royong dengan semangat solidaritas, dengan ditopang oleh akuntabilitas dan integritas organisatoris yang layak diteladani.

✓ Bahkan lebih lagi daripada itu sebagai Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia, secara konsekwen kita terpanggil untuk menyampaikan kritik dalam kasih terhadap fenomena dosa sistemik yang ada, yang bersumber pada egosentrisme dan keserakahan individu manusia, namun termagnifikasi dan termultiplikasi pada bentuk-bentuk dominasi dan eksploitasi dari yang lebih kuat dan maju terhadap yang lebih lemah dan terbelakang, baik terhadap maupun di antara bangsa Indonesia.”

Tegas Baktinedra lagi,”Barangkali pada saat ini belum terlihat jelas peran dan kontribusi PIKI dalam pengokohan proses reformasi, demokratisasi dan penegakan supremasi hukum, yang berkeadilan, juga pada bidang-bidang sosial, ekonomi dan politik, baik di tengah masyarakat maupun pada institusi-institusi publik yang ada.

Atau dalam arti kata lain belum ada KONSEPSI & KARYA oleh PIKI yang mampu menjembatani antara pemahaman pada dimensi theologia publik dan dimensi sosio-politiko-ekonomi.

Sehingga secara kritis boleh diungkapkan bahwa dalam berbagai kiprahnya sebagai organisasi intelektual / inteligensia, PIKI bukan hanya belum mampu mengunduh konsep penatalayanan (stewardship) yang menghubungkan dimensi Ekumene dan Ekonomi, akan tetapi juga belum paham betul apa yang mau di-unduh dan untuk siapa.”

“Namun mungkin terlalu cepat juga kalau ada yang menilai bahwa PIKI tidak mampu untuk memberi kontribusi yang punya arti, bagi gereja dan sesama, untuk bangsa dan negara. Karena dalam kenyataannya setiap pergumulan tentang eksistensi PIKI selalu terkait dengan konteks keterpanggilannya di tengah pergumulan bangsa. Selalu ada banyak pertanyaan, akan tetapi juga selalu dengan pengharapan bahwa ada jawaban, … bukan untuk dan demi persoalannya sendiri, tetapi untuk dan demi obyek pelayanannya. Dalam “collective psyche”-nya seolah ada proses naluri & nalar yang menegaskan bahwa ia, PIKI, siap untuk melahirkan gagasan dan pemikiran yang kreatif dan inovatif, dengan dampak yang konstruktif dan positif pada masyarakat, melalui ide-ide terobosan yang transformatif.”ungkap Baktinedra dengan penuh semangat.

Menurut putera salah satu ekonom besar Indonesia, Alm. Radius Prawiro,”Berangkat dari hal-hal tersebut di atas DPP PIKI perlu kerja-keras yang ditopang oleh kerja-sama semua pihak, terutama lembaga-lembaga dan perorangan di lingkungan organisasi PIKI untuk terus melakukan:
1) Sosialisasi atas PIKI kepada berbagai pihak di lingkup pemerintah, gereja-gereja dan masyarakat ~ termasuk kalangan dunia riset dan akademis,

2) Konsolidasi organisasi pada tingkat DPD dan DPC,

3) Kajian-kajian sesuai program dan bidang yang ada, dengan tetap mengacu kepada masalah-masalah yang urgen dan menjadi prioritas
Juga dengan tetap memperhatikan pesan dan saran yang pernah disampaikan oleh para senior friends / members PIKI pada acara-acara sarasehan Inteligensia Kristen sebagai berikut:

➢ PIKI lahir sebagai sebuah organisasi massa, tapi memiliki karakteristik “perkumpulan” dan “inteligensia.” Karena itu hendaknya PIKI tidak membangun organisasi dengan penampilan sebagai ormas pada umumnya. Selalu menekankan kualitas dalam hal keanggotaan dan kegiatan lebih daripada sisi kuantitasnya.

➢ PIKI perlu membangun elan dan gaya kepengurusan yang bersifat kolektif-kolegial, di mana ada pembagian tugas yang efektif di satu sisi dan kerja-sama yang saling melengkapi di sisi lain, sehingga memastikan berjalannya aktivitas organisasi yang sinergis.

➢ Kepemimpinan PIKI juga harus mengembangkan modus komunikasi yang punya bobot intelektualitas sekaligus integritas, karena diharapkan mampu berinteraksi dalam kesetaraan dengan lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat yang serupa.

➢ PIKI diharapkan mempunyai program yang pasti, mengacu pada kalender aktivitas organisasi dan jelas terukur, sehingga dapat dikaitkan dengan kegiatan penggalangan dana yang “program oriented”.

➢ Program kaderisasi perlu disiapkan untuk merekrut para mantan aktivis lembaga-lembaga keumatan, seperti GMKI, GAMKI, Perkantas, Pemuda Gereja dsbnya yang terpanggil menjadi anggota dan pengurus PIKI berikutnya.

➢ Dalam jangka menengah dan panjang PIKI diharapkan bisa membangun sebuah lembaga kajian (research institute) dan dilengkapi dengan sebuah “PIKI center” yang dapat menjadi penghubung dan pemandu interaksi para anggota dan pengurus PIKI.”

“Ungkap Baktinendra mengakhiri kata sambutannya,”tradisi liturgis kekristenan di Barat cenderung lebih memberikan tekanan pada aspek KENOSIS atau Pengosongan Diri Dari Kodrat Ilahi, sesuai teladan Kristus, sedangkan tradisi liturgis kekristenan di timur pada THEOSIS atau Pengambilan Bagian Dalam Kodrat Ilahi, seperti Kristus yang bangkit. Secara pragmatis, akan tetapi juga mistis, dalam berbagai aktivitas keumatan, termasuk di PIKI, kiranya kita juga terinspirasi untuk mengosongkan diri kita dari berbagai rupa AMBISI dan MOTIVASI yang egosentris, supaya apabila karena pelayanan kita dimuliakan, kiranya hal itu terjadi sebab kita telah terlebih dahulu memuliakan Allah dan meninggikan sesama manusia.”

Hadir dalam Rapat Paripuna DPP & Lembaga-lembaga di lingkungan PIKI tersebut adalah para fungsionaris DPP PIKI seperti Audy Wuisang dan Sesepuh-sesepuh PIKI seperti Hashim Djojohadikusumo, Prof. Irzan Tandjung Ph D, Martin Hutabarat SH, Letjen Purn Johny Lumintang, Dr Pos Hutabarat, Cornelius R, Ny SAL Tobing, M Alex Paath, Dr Mangiring Lumbantoruan, Dr. Theofransus Litaay, Abadi Parulian Hutagalung dan anggota DPR RI Marthin Sirait.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *