Oleh: Dr. Merphin Panjaitan
Pemisahan negara dengan agama
Kehidupan keagamaan berada dalam ruang lingkup masyarakat. Kehidupan keagamaan adalah sukarela tanpa paksaan. Agama terutama mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesuatu hal yang tidak mungkin diatur oleh negara. Hubungan antara Tuhan dengan manusia diatur oleh Tuhan sendiri. Kehidupan beragama diatur oleh masing-masing agama dan sukarela. Sesuai dengan pemikiran di atas, kehidupan keagamaan harus dipisah dari kehidupan kenegaraan. Agama tidak membawahi negara, demikian pula sebaliknya. Intervensi negara dalam kehidupan keagamaan berupa pemaksaan negara terhadap penduduknya untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya, tidak hanya melecehkan manusia, tetapi juga melecehkan Tuhan sendiri. Tuhan dianggap lemah dan tidak mampu membuat manusia tunduk kepadaNya, dan oleh karena itu perlu minta bantuan kepada negara. Negara yang bijaksana akan memberikan kebebasan kepada setiap orang di negara tersebut untuk menentukan jalannya sendiri. Negara dibentuk untuk mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan dengan alam. Negara hanya mengatur hubungan yang dapat diperdebatkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan oleh negara sesuai dengan kehendak rakyat, sementara hubungan antara manusia dengan Tuhan ditentukan oleh masing-masing agama yang dipercayai oleh manusia.
Agama menggunakan paradigma iman, yang kebenarannya hanya tergantung kepada kepercayaan masing-masing agama dan tidak perlu dibuktikan. Seseorang menganut suatu agama karena ia percaya akan kebenaran agama tersebut dan tidak akan menerima pendapat orang lain yang mempermasalahkan kebenaran agamanya. Sementara negara harus mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan dari rakyat yang beraneka ragam, dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam agama. Oleh karena itu kalau suatu negara mengintervensi agama, misalnya dengan menentukan agama mana yang menjadi agama resmi, atau menentukan suatu agama menjadi dasar negara, maka berarti negara telah merampas kebebasan dari penganut agama yang lain, dan tindakan itu bererti negara tidak mengakui nilai kesetaraan dan pada akhirnya akan menghancurkan persaudaraan bangsa tersebut. Negara tidak berwenang memaksa seseorang untuk melaksanakan ibadah agama, walaupun seseorang tersebut menganut suatu agama. Ibadah agama dilaksanakan oleh penganutnya secara sukarela, bebas dari paksaan pihak manapun. Kehidupan beragama adalah kehidupan pribadi.
Soepomo dalam pidatonya di Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 31 Mei 1945 menyatakan: Dengan sendirinya dalam negeri nasional yang bersatu itu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu urusan agama akan diserahkan kepada golongan agama yang bersangkutan. Dan dengan sendirinya dalam negara sedemikian seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya.Baik golongan agama yang terbesar, maupun golongan yang terkecil, tentu akan merasa bersatu dengan negara….. Kebebasan beragama membutuhkan jaminan dari negara, dan secara konstitusional kebebasan beragama di Indonesia sudah terjamin. Tindakan selanjutnya adalah memperjuangkan agar hak kebebasan beragama dapat dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Kesimpulan.
Manusia dikaruniai akal dan nurani, dan karena itu mampu berpikir. Manusia dengan kemampuan berpikir mengembangkan dirinya, meningkatkan pengetahuan, mempelajari apa yang benar dan apa yang salah, mempelajari apa yang baik dan apa yang buruk, menentukan apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak perlu. Kemampuan berpikir itu membuat manusia mampu bertindak bebas, yaitu kemampuan mengambil keputusan.
Hak kebebasan adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin dalam negara demokrasi, karena salah satu tujuan negara adalah menjamin terpenuhinya hak asasi manusia. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Rakyat membentuk negara, dan oleh karena itu rakyat berdaulat atas negara. Negara dipercayakan menjalankan kekuasaan negara untuk melayani rakyat seluruhnya. Demokrasi adalah pemerintahan seluruh rakyat, bukan sebagian rakyat, dan juga bukan sebagian besar rakyat. Rakyat secara bersama-sama memerintah diri mereka, dengan memilih sebagian dari rakyat menjadi penyelenggara negara. Dalam negara demokrasi semua warganegara ikut memerintah, pemerintahan oleh semua untuk kepentingan semua, dan negara demokrasi menolak diskriminasi. Martabat manusia terpelihara pada manusia yang bebas, karena kebebasan adalah bagian dari martabat manusia, dan dengan kebebasan manusia dapat mengembangkan diri, menggunakan akal dan nurani, dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Martabat manusia melekat pada semua manusia karena ia seorang manusia, pemberian langsung dari Tuhan Sang Pencipta. Martabat manusia adalah pemberian Tuhan Sang Pencipta kepada semua manusia, tanpa kecuali. Kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bagian dari hak kebebasan, yang pemenuhannya membutuhkan jaminan dari negara dan toleransi dari masyarakat. Secara konstitusional kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia sudah terjamin, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kebebasan beragama dan berkepercayaan menghadapi banyak hambatan dan gangguan. Perjuangan kita selanjutnya adalah menuntut agar hak kebebasan ini dapat dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Kerukunan umat beragama harus datang dan terjadi dalam masyarakat, khususnya umat beragama itu sendiri. Kerukunan beragama tidak bisa dipaksakan oleh negara, karena kerukunan adalah perilaku sukarela warga masyarakat. Tanpa intervensi dari negara, masyarakat secara sukarela menjalani kerukunan beragama dalam kehidupan sehari-hari. Dibutuhkan dialog yang terus-menerus, terbuka dan tulus antar berbagai kelompok penganut agama. Pengadilan tidak berwenang menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang tidak rukun, karena ketidak-rukunan bukan pelanggaran hukum. Pemaksaan kerukunan beragama oleh negara akan membuat kerukunan umat beragama hanya menjadi ajang pemaksaan kehendak oleh pihak yang kuat terhadap yang lemah.
Daftar Pustaka
Bahar, Saafroedin dkk, penyunting,1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Sekretariat Negara Republik Indonesia
Dahl, Robert A, 2000, On Democracy, Yale University Press.
Huntington, Samuel P, 1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti.
Hatta, Mohammad, 1976,Kumpulan Karangan,Jakarta,Penerbit Bulan Bintang.
Locke, John,2002, Kuasa itu Milik Rakyat, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Lubis, Mochtar 1994, Demokrasi Klasik dan Modern, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Mill,John Stuart,1998, On Liberty and Other Essays,New York,Oxford University Press.
Nickel,James W,1996, Hak Asasi Manusia,Jakarta,Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Panjaitan,Merphin, 2013, Logika Demokrasi:Rakyat Mengendalikan Negara, Jakarta, Penerbit Permata
Aksara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 1948.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya
Rouseau, John-Jacques,1986,The Social Contract,New York,Penguin Books.
Sodaru, Michael J, 2006, Comparative Politics A Global Introduction, New York, Mc Graw Hill
Surbakti,Ramlan,1992, Memahami Ilmu Politik,Jakarta,Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suseno, Frans Magnis,1991, Etika Politik, Jakarta, Penerbit PT Gramedia
.