Oleh:Merphin Panjaitan
I.Pendahuluan.
Tulisan ini untuk memenuhi permintaan MPH PGI Wilayah DKI Jakarta dalam mengisi acara Dialog Oikumene/Keesaan Gereja dalam rangka HUT ke-64 PGI,pada 30 Mei 2014 bertempat di Graha Bethel. Dengan judul seperti diatas,diharapkan dapat dibuka suatu dialog tentang bagaimana gerakan keesaan gereja di Indonesia dapat berjalan lancar dalam “membentuk gereja yang esa di Indonesia”,sekaligus ikut serta berperan dalam memajukan Indonesia[1].Dua tujuan ini perlu diperjuangkan secara bersamaan dengan dasar pemikiran sebagai berikut.Pertama:Gereja dimanapun dia berada harus selalu berusaha menjadi satu.(Yohanes 17:21). Kedua: Gereja hadir di Indonesia tidak sekedar untuk dirinya saja,tetapi untuk membawa damai sejahtera bagi masyarakat dan negara Indonesia.Ketiga:Dalam negara demokrasi seperti Indonesia,terjadi interaksi politik negara-masyarakat,yang kalau berjalan baik akan membawa kemajuan bagi negara dan bagi masyarakat, termasuk gereja[2].
Pertanyaan yang akan dijawab melalui tulisan ini adalah bagaimana gerakan keesaan gereja di Indonesia dijalankan dengan memanfaatkan interaksi politik negara-masyarakat, dimana gereja adalah bagian dari masyarakat Indonesia,dengan baik hingga terwujud kemajuan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan di Indonesia?
II.Gerakan Keesaan Gereja di Indonesia.
Gereja adalah persekutuan orang percaya,umat pilihan yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa,keluar dari kegelapan menuju kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah terang dunia.Gereja meliputi semua orang percaya di segala tempat dan waktu. Keberadaannya nyata dalam persekutuan,pelayanan dan kesaksian ditengah masyarakat dan negara.Gereja menjadi persekutuan yang dinamis,dengan hidup,pribadi dan karya Yesus Kristus menjadi dasar terbentuk dan kehadirannya.Gereja terpanggil memberitakan Injil Kerajaan Allah,yaitu keselamatan melalui Tuhan Yesus Kristus,kepada segala mahluk.Keberadaan Gereja sebagai alat Tuhan untuk menyatakan kasih-setiaNya yang menjamin kehidupan dan keselamatan manusia.Sekalipun dalam pergumulan dan menderita,Gereja dipanggil Tuhan untuk mengupayakan damai sejahtera bagi semua orang.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia – PGI,dulu disebut “Dewan Gereja-gereja di Indonesia” didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta, sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.” PGI terus berkembang dan anggotanya bertambah.Dimulai dengan beberapa gereja pada awal pembentukan DGI,dan sekarang beranggotakan 91 Sinode Gereja dengan 27 PGI Wilayah.Dan demikian masih banyak lagi gereja-gereja yang berhimpun di aras nasional lain,seperti PGLII dan PGPI.
Dari fakta yang memperlihatkan jumlah anggota yang selalu bertambah ini,menyadarkan kita bahwa keinginan gereja-gereja di Indonesia untuk berkumpul cukup besar,dan bersamaan dengan itu keinginan membentuk organisasi gereja baru juga kuat.Kalau kedua kecenderungan ini kita akui sebagai sesuatu yang wajar dan perlu,maka “membentuk gereja yang esa di Indonesia” sulit dimaksudkan sebagai membentuk satu organisasi gereja,tetapi bersaksi dan melayani bersama dengan mengakui dan menerima kepelbagaian yang ada dalam menjalankan Tugas Panggilan Gereja. Saya lebih setuju dengan maksud yang kedua ini,karena faktanya seperti itu dan kalaupun terbentuk satu organisasi gereja tunggal,saya khawatir yang pertama mereka lakukan justru membangkang kepada Tuhan.
Saya pikir akan lebih realistis kalau apa yang terjadi sekarang di Indonesia, dengan banyak organisasi gereja disertai banyak aras nasional dan selalu ditambah lagi dengan organisasi gereja baru,diterima sebagai berkat dan sekaligus potensi untuk berjuang bersama-sama dalam gerakan keesaan gereja di Indonesia demi Kemuliaan Tuhan dan damai sejahtera di Indonesia.
III.Interaksi politik negara-masyarakat.
Logika demokrasi dapat disusun sebagai berikut. Manusia diciptakan dengan martabat manusia.Dan untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik,berupa terwujudnya kebaikan bersama(common good),yang adalah penerapan martabat manusia dalam cara dan tujuan demokrasi,sekumpulan manusia yang kemudian menyebut dirinya rakyat sepakat membentuk negara.Rakyat berdaulat atas negara yang mereka bentuk.Negara mendapat kepercayaan dari rakyat menjalankan kekuasaan negara,dengan kekuasaan sebatas fungsinya yang juga terbatas.Fungsi negara menerapkan martabat manusia dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan dibentuknya negara,masyarakat tetap memiliki fungsi dan otonomi. Rakyat menentukan dengan jelas fungsi negara,dan menentukan batas-batasnya,agar negara tidak mengambil alih fungsi masyarakat.
Kekuasaan negara harus dibatasi,dengan argumentasi::Pertama:Negara adalah alat yang dibentuk oleh rakyat,dan sebagai alat,kekuasaannya tidak boleh tidak terbatas.Kedua:Agar rakyat dapat mengendalikan negara,karena sesuatu dapat dikendalikan,kalau kekuasaannya terbatas.Ketiga:Negara dibentuk untuk membantu individu dan masyarakat dalam menjalani hidupnya..Banyak fungsi masyarakat yang akan lebih baik kalau dijalankan oleh masyarakat tanpa intervensi negara.Kekuasaan negara yang tidak terbatas akan mengambil alih fungsi masyarakat.Keempat:Agar pemenuhan hak kebebasan warga masyarakat tidak terhambat.Kekuasaan negara yang tidak terbatas pasti menghambat kebebasan individu.
Rakyat mengendalikan negara,dengan tujuan agar negara dapat digerakkan melayani rakyat seluruhnya sesuai dengan kehendak rakyat.Rakyat mengendalikan negara dengan cara demokrasi untuk mewujudkan tujuan pendirian negara. Warganegara adalah bagian dari rakyat dan setara,maka masing-masing warganegara mempunyai hak politik yang sama,antara lain hak mencalonkan dan dicalonkan dalam pemilihan umum,serta hak dipilih dan memilih “satu orang satu suara”.
Manusia saling membutuhkan satu dengan yang lain agar dapat bertahan hidup dan berkembang.Interaksi antar individu dan antara individu dengan masyarakat dalam kondisi saling membutuhkan,menumbuh-kembangkan kehidupan bersama dalam masyarakat. Manusia, sejak awal kehidupannya berada dalam masyarakat,tempat semua individu hidup dan berkembang.Beberapa keluarga menjadi jumlah minimum untuk membentuk suatu masyarakat.Mereka tinggal di suatu lokasi yang sama,dan lokasi tersebut tidak harus menetap,berinteraksi satu dengan yang lain secara teratur dan terus menerus,dengan komunikasi simbolis,menjalani hidup bersama,dalam upaya mempertahankan hidup,melanggengkan bangsa manusia, maju dan berkembang.
Herbert Blumer memperkenalkan premis interaksionisme simbolik sebagai berikut:Pertama:Manusia melakukan tindakan terhadap sesuatu berdasarkan makna yang dimiliki sesuatu tersebut untuk mereka. Kedua:Makna dari sesuatu tersebut muncul dari interaksi sosial yang dialami seseorang dengan sesamanya.
Ketiga:Makna yang dihadapi dimodifikasi melalui suatu proses interpretatif yang digunakan orang dalam berhubungan dengan sesuatu yang ditemui.Manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya, dan bukan hanya sekedar bereaksi terhadap aksi orang lain[3].
Menggunakan premis Blumer ini, puluhan, ratusan atau bahkan ribuan manusia yang tinggal berdekatan berinteraksi, bertindak berdasarkan makna dari suatu simbol,dimodifikasi melalui suatu proses interpretatif, dan kemudian terbentuklah suatu masyarakat, dengan berbagai kesepakatan demi kelangsungan hidup dan kebaikan bersama. Interaksi berlangsung antar individu,antara individu dengan masyarakat,dan antar berbagai kelompok masyarakat.Dalam interaksi tersebut terjadi proses saling mempengaruhi antara individu dengan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi individu dalam upaya menjamin kelangsungan tatanan yang ada,dan individu mempengaruhi masyarakat, agar dari waktu ke waktu masyarakat bergerak maju.
Interaksi berlangsung dalam bentuk kerjasama dan konflik. Kerjasama menghasilkan saling pengertian, saling memperhatikan dan saling membantu. Dengan kerjasama kehidupan lebih terjamin dan peradaban manusia dapat berkembang, antara lain dalam bentuk perubahan dari masyarakat tanpa negara menjadi masyarakat bernegara.Oleh karena itu,agar lebih banyak tenaga dan waktu digunakan untuk saling membantu dari pada saling membunuh, kerjasama harus lebih banyak terjadi dari pada konflik. Sebaliknya, kalau konflik sangat dominan dan berlangsung lama,masyarakat manusia kekurangan waktu untuk berkembang. Konflik berkepanjangan mengganggu kerjasama,meningkat menjadi permusuhan,dan kemudian dapat berlanjut ke peperangan.Dan kalau perang berlangsung terlalu lama,peradaban manusia merosot tajam sampai ke titik terendah seperti binatang liar.
Melanjutkan pemikiran ini,dalam kehidupan bersama manusia,kerjasama harus menjadi bentuk interaksi manusia yang paling dominan. Dalam upaya menjamin kelangsungan bangsa manusia,dan agar dari waktu ke waktu dapat terus bergerak maju,manusia sejak awal kehadirannya di muka bumi sampai sekarang harus lebih banyak kerjasama dari pada konflik. Sejak awal kehadiran manusia sampai sekarang ini, ada hukum yang tidak pernah berubah, “hidup adalah kerjasama”.Peradaban manusia berkembang terutama hasil kerjasama antar manusia,baik dalam lingkungan masyarakat, negara maupun dunia.Sejarah manusia adalah sejarah tentang kerjasama antar anak manusia.
Gereja berjalan di depan dalam mewujudkan masyarakat egaliter,antara lain dengan mengakui kesetaraan martabat manusia.Masyarakat egaliter memperjuangkan kemajuan dan kebaikan bersama dengan kerjasama sukarela,setara, dialogal dan saling mempercayai.Kemajuan pada satu pihak akan mendorong kemajuan bagi pihak lain, sebaliknya kemerosotan disatu pihak akan menahan kemajuan pada pihak lain.Interaksi sosial dalam masyarakat egaliter menghasilkan perubahan mengikuti pergerakan spiral, menaik atau menurun.Dalam masyarakat egaliter,dominasi satu pihak terhadap pihak lain akan mengakibatkan kemerosotan pada pihak yang didominasi dan selanjutnya diikuti oleh pihak yang mendominasi.Dalam kehidupan kenegaraan masyarakat egaliter memilih demokrasi sebagai tatanan kenegaraannya.
Interaksi politik negara-masyarakat dengan maksud:Pertama:Digunakan oleh negara untuk menjalankan keputusannya, sosialisasi peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan publik,dan untuk menyampaikan berbagai hal yang menurut negara perlu diketahui oleh masyarakat.Kedua:Digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya menjadi kebijakan negara.Ketiga:Interaksi ini adalah sebagian dari cara rakyat mengendalikan negara.
Interaksi politik negara-masyarakat membutuhkan kondisi:Pertama:Negara dan masyarakat, mengetahui fungsi dari kedua pihak,dan tidak mengambil alih fungsi pihak lain. Negara mempunyai fungsi tertentu dengan kekuasaan yang terbatas,demikian pula masyarakat mempunyai fungsi kemasyarakatan. Negara tidak boleh mengintervensi semua kegiatan masyarakat,dan masyarakat patuh pada keputusan negara.. Kedua: Negara dan masyarakat saling menghormati otonomi masing-masing.
Negara memiliki otonomi dalam menjalankan keputusannya,demikian pula masyarakat mempunyai otonomi dalam menjalankan fungsinya. Ketiga:Interaksi politik berlangsung demokratis,damai,dialogal, seimbang ,adil dan saling mempercayai.. Keempat: Negara tidak menghambat masyarakat menjalankan fungsinya, demikian pula sebaliknya. Kelima: Masyarakat harus kritis terhadap negara,karena negara adalah pelembagaan kekuasaan, dan sekecil apapun kekuasaan, cenderung disalahgunakan Keenam:Semua perselisihan antara masyarakat dan negara diselesaikan dengan damai,demokratis dan adil. Ketujuh:Dalam berinteraksi dengan masyarakat,juga berlangsung interaksi antar berbagai lembaga negara,terutama lembaga negara trias politika.Demikian pula sebaliknya,dalam berinteraksi dengan negara terjadi interaksi antar berbagai kelompok masyarakat. Interaksi sebaiknya berlangsung demokratis,damai,adil,saling mempercayai, saling menghormati, dan dijiwai semangat persaudaraan.
Interaksi politik seperti di atas akan membawa kestabilan negara dan kemajuan masyarakat. Masyarakat mempunyai pengaruh yang efektif dalam proses penyelenggaraan negara, sedangkan negara dapat melayani dan mengatur masyarakat secara optimal.Masyarakat menjadi lebih dinamis, kreativitas invidu berkembang, hubungan antar kelompok masyarakat harmonis,negara menjadi lebih demokratis,adil dan maju. Rakyat berdaulat atas negara,dan rakyat mengendalikan negara.
IV.Bergerak bersama.
Gereja menghadapi berbagai tantangan dan tantangan harus dijawab dengan jawaban setimpal.Oleh karena tantangannya bukan hanya dalam bidang agama,tetapi dalam berbagai bidang kehidupan,maka juga dibutuhkan jawaban dalam berbagai bidang kehidupan.Tantangan dalam kehidupan kenegaraan, seperti korupsi dan ancaman terhadap kebebasan beragama harus dihadapi dengan penyelenggaraan negara yang lebih baik,memberantas korusi dan menjamin kebebasan beragama.
Negara harus diperbarui menjadi lebih bermartabat,damai, demokrasi,menghormati hak asasi manusia dan adil. Gereja secara langsung dan atau tidak langsung,perlu ikut dalam proses pembaruan tersebut.Oleh karena itu,dalam pembekalan dan pengutusan warga ke dalam masyarakat dan negara, seharusnya dengan jelas dinyatakan perlunya keikutsertaan warga dalam semua bidang kehidupan,termasuk bidang politik. Untuk itu perlu dipertimbangkan pembentukan dan penyelenggaraan berbagai lembaga untuk peningkatan kesadaran dan pengetahuan politik warga gereja.
Gereja-gereja di Indonesia dalam gerakan keesaannya hendaknya merapatkan barisan bergerak bersama, berinteraksi dengan negara di satu sisi dan berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat di sisi lain.Gereja,dimanapun berada harus mau dan mampu menjadi saksi Tuhan Yesus Kristus,menjadi nurani bangsa dan berjuang untuk semua.Gerakan keesaan gereja di Indonesia harus terlihat dalam gerak bersama gereja-gereja di Indonesia untuk Kemuliaan Tuhan dan damai sejahtera Indonesia.Gerakan ini berlangsung dalam semua bidang kehidupan dan menjadi bagian interaksi gereja-gereja sebagai satu kesatuan di satu sisi berhadapan dengan negara dan berbagai kelompok masyarakat di sisi lain.
Menjadi saksi Tuhan Yesus Kristus.
Gereja hadir mendampingi, mendoakan,membekali dan mengutus semua warganya,agar tetap menjadi saksi Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupannya sehari-hari,dalam kehidupan bergereja,bermasyarakat dan bernegara.Menjadi saksi sampai ke “ujung bumi”[4]. Hak mendengar Berita Keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.adalah hak semua orang.Hak mendengar ini di Indoneia sulit terpenuhi karena kekurangan informasi tentang Tuhan Yesus Kristus.
Gereja di Indonesia,sebagaimana gereja di bagian lain dunia, mengakui bahwa salah satu tugas panggilan gereja adalah melaksanakan Pekabaran Injil, dengan menyebarluaskan Injil Yesus Kristus kepada segala mahluk. Bersamaan dengan itu,masyarakat memiliki hak mendengar Berita Keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus, yang sulit terpenuhi, terutama karena kemalasan kita.Banyak dari antara kita lebih suka bersembunyi didalam tembok gereja yang damai, dan melupakan tugas panggilan,walaupun banyak orang diluar sana menantikannya.
Menjadi nurani bangsa dan dunia.
Gereja bertanggungjawab dan berusaha menjadi nurani bangsa dan dunia.Di dalam dunia yang gelap ini, gereja mendidik dan mengarahkan nurani banyak orang untuk mengenal dan merindukan kehendak Allah. Gereja tidak berhak memaksakan kehendak,tetapi gereja mendapat “kuasa” mendidik masyarakat menjadi lebih cerdas dan berhikmat sesuai kehendak Allah.
Gereja mengambil inisiatif dalam mempererat kesetiakawanan sosial dan kerukunan masyarakat,dan ikut serta dalam pelestarian lingkungan hidup.Gereja mengakui bahwa jagadraya beserta isinya adalah ciptaan dan milik Allah sendiri. Dan kepada manusia diberikan tugas menatalayaninya agar selalu baik,kini dan di masa mendatang,karena pewaris jagadraya bukan hanya generasi kini,tetapi juga generasi mendatang.
Gereja bergerak dan berjuang sebagai “Garam dan Terang dunia”,di Indonesia yang sedang membusuk dan dilingkupi kegelapan. Korupsi, hedonisme,budaya malas dan instant membuat bangsa ini membusuk,dan sebagai garam kita harus masuk ke masyarakat dan negara untuk mencegahnya. Garam tidak akan berfungsi kalau diam saja di tempatnya.Kekacauan nilai dalam masyarakat, terutama tentang apa yang baik dan apa yang buruk,membuat bangsa ini berjalan dalam kegelapan. Sebagai terang dunia,kita harus masuk ke kegelapan tersebut dan berusaha meneranginya, walaupun sering ditolak.Terang tidak akan berfungsi ditempatnya bersembunyi.
Gereja harus berani menyatakan bahwa diskriminasi itu salah,dan bahwa poligami merendahkan martabat perempuan,yang juga diciptakan oleh Allah segambar dengan-Nya.Kita harus berani menyatakan bahwa siapapun,termasuk pengusaha besar dan penguasa negara,harus dihukum kalau merusak lingkungan hidup. Banjir besar yang terjadi setiap musim penghujan adalah bukti kerusakan lingkungan hidup yang masif,dan kita tidak cukup berbuat.
Hadir,bergerak dan berjuang untuk semua
Dalam berinteraksi dengan kelompok masyarakat lainnya,gereja memperlihatkan kehidupan yang bergerak maju, selaras dan bergotongroyong untuk kebaikan bersama. Gereja mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam membangun kesetiakawanan sosial dan kerukunan dalam masyarakat.Dalam berinteraksi dengan negara, Gereja mengambil posisi kritis dan konstruktif terhadap negara,untuk menjaga agar negara selalu melayani seluruh rakyat Indonesia[5].
Perlu diingat, suatu pemerintahan negara tidak pernah menjadi baik dari dalam dirinya sendiri, oleh karena: Pertama: Pemerintahan negara tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kehendak rakyat, kalau rakyat tidak menyatakannya.Agar pemerintahan negara dapat mengetahui kehendak rakyat, warganegara baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok perlu menyatakan berbagai kepentingan mereka dengan jelas dan kuat.Kedua:Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Dictum Lord Acton berbunyi: Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.Pengalaman memperlihatkan, bahwa kekuasaan negara, kecil atau besar, tanpa pembatasan dan pengawasan yang ketat sering disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan itu untuk kepentingannya sendiri atau kelompok.
Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi politik masyarakat yang luas dan kuat untuk mengawasi jalannya proses pemerintahan negara agar tidak disalahgunakan.Ketiga:Pejabat negara adalah manusia biasa, yang sama seperti manusia lainnya mempunyai kebutuhan pribadi yang sering tidak terbatas[6].
Dalam kehidupan politik,warga gereja aktif memperjuangkan demokrasi,sebab demokrasi merefleksikan paradoks manusia.Disatu sisi demokrasi menjunjung tinggi martabat manusia yang diciptakan Allah segambar dengan-Nya,dan oleh karena itu menolak pemerintahan negara tanpa persetujuan rakyat.Di sisi lain,demokrasi kritis terhadap potensi keburukan manusia akibat kejatuhannya ke dalam dosa,dengan menolak menyerahkan kekuasaan kepada satu orang atau sedikit orang.Dan bahkan menuntut dengan tegas agar kekuasaan dibagi-bagi ke banyak lembaga,untuk melindungi manusia dari kecongkakan manusia penguasa.Reinhold Niebuhr secara ringkas merumuskannya sebagai berikut: Kemampuan manusia berpikir dan bertindak adil, membuat demokrasi menjadi mungkin,tetapi kecenderungan manusia berpikir dan bertindak tidak adil, membuat demokrasi menjadi keharusan[7].Gereja tidak sekedar memperjuangkan kepentingannya sendiri,karena gereja hadir untuk menyatakan Kasih Setia Allah kepada semua ciptaan.Oleh karena itu,perjuangan menuntut hak kebebasan beragama misalnya, harus dalam kerangka perjuangan pemenuhan hak asasi manusia bagi semua manusia.Sebagai bagian dari rakyat Indonesia,warga gereja ikut serta memperjuangkan kedamaian, kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,tanpa kecuali[8]. Korupsi[9],ketidakadilan, diskriminasi, ancaman terhadap kebebasan beragama[10], pengabaian warga miskin dan lemah,pengangguran terlalu banyak[11], terorisme,kerusakan lingkungan hidup, dan berbagai permasalahan lainnya perlu diidentifikasi dan dicarikan jawabannya.Berbagai permasalahan bangsa ini timbul terutama karena penyalahgunaan kekuasaan negara oleh para pejabat negara,baik pejabat yang dipilih maupun pejabat yang diangkat.
Gereja yang bergerak dan mengerakkan masyarakat,untuk secara bersama-sama memelihara keutuhan ciptaan yang dipercayakan Tuhan kepada manusia.Gerakan tersebut meliputi gerakan pelestarian lingkungan hidup dan memelihara kelanggengan bangsa manusia untuk kehidupan bersama yang lebih baik,pada generasi kini dan generasi mendatang.Gereja mengambil posisi strategis dilingkungan masyarakat dan negara dalam perjuangan memeliharaan keutuhan ciptaan,bukan sekedar untuk kehidupan manusia yang lestari dan sejahtera, tetapi lebih dari itu untuk Kemuliaan Tuhan.
Mustain Mashud dalam tulisan berjudul Pranata Agama menyatakan sebagai berikut:Dalam keadaan pengaruh ajaran suatu agama sangat kuat dalam kebudayaan suatu masyarakat,langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman dari eksistensi dan kegiatan berbagai pranata dalam masyarakat,seperti keluarga, ekonomi, politik,pendidikan dan sebagainya,dipengaruhi,digerakkan dan diarahkan oleh ajaran agama tersebut[12].Samuel P.Huntington dalam bukunya Gelombang Demokratisasi Ketiga menyatakan terdapat suatu korelasi yang kuat antara Protestantisme dengan demokrasi.Namun demikian, banyak negeri Protestan selama dua abad atau lebih adalah negeri nondemokratis sebelum kemudian menjadi negeri demokratis[13].
Max Weber dalam penelitiannya tentang Etika Protestan menemukan hubungan antara kerja keras warga Protestan dengan ibadah dalam rangka memuliakan Tuhan.Kerja keras menjadi bagian penting dari ibadah mereka.Kerja keras bukan sekedar cara untuk meningkatkan pendapatan,tetapi lebih dari itu sebagai sikap memuliakan Tuhan dan ungkapan syukur.Penemuan ini ditulis dalam bukunya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism mengungkapkan tentang Etika Protestan,antara lain,sebagai berikut:…….Not leisure and enjoyment,but only activity serves to increase the glory of God,……….. every hour lost is lost to labour for the glory of God. ……….Work hard in your calling………He who will not work shall not eat………Unwillingness to work is symptomatic of the lack of grace[14] Tetapi walaupun di Eropa dan Amerika,tempat penelitian Max Weber memperlihatkan korelasi antara Protestantisme dengan kerja keras,kita melihat di Indonesia,di beberapa daerah Protestan penduduknya justru banyak yang lebih suka bermalasan.Demikian pula dengan temuan Samuel P.Huntington,walaupun ditemukan korelasi yang kuat antara Protestantisme dengan demokrasi,tetapi banyak negeri Protestan untuk waktu yang lama tetap nondemokratis,sebelum kemudian berubah menjadi negeri demokratis.Sebagai tambahan,walaupun agama Kristen mengajarkan tentang hidup bermurah hati,tetapi kita di Indonesia juga menemukan warga Kristen yang menjadi rentenir.Tampaknya,persoalan berat buat warga gereja di Indonesia,adalah menjalankan ajaran Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari,kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Gereja-gereja di Indonesia masih perlu banyak belajar,berdoa dan bekerja sebagai saksi Tuhan Yesus Kristus di negeri ini, dimana Tuhan dengan sengaja menempatkan gereja disini sebagai “Garam dan Terang Dunia”.
Mempererat kembali Persaudaraan Kebangsaan Indonesia.
Konflik dengan kekerasan antar berbagai kelompok masyarakat telah banyak terjadi di era orde baru,dan di era reformasi ternyata masih terus terjadi,bahkan lebih sering dan memakan korban lebih banyak.Tawuran massal dapat kita lihat di televisi hampir setiap hari,baik di kota maupun di desa.Tawuran massal terjadi karena banyak warga masyarakat yang tidak mau menyelesaikan perselisihan mereka dengan cara damai,baik melalui pengadilan ataupun melalui perundingan damai.Konflik dengan kekerasan terjadi hampir di semua wilayah Indonesia,termasuk di daerah Kristen.Hukum “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” perlu dan dapat dijadikan dasar dalam kehidupan bersama.
Gereja perlu introspeksi,menelusuri kembali jalan yang ditempuh selama ini,untuk mencari penyebab mengapa masyarakat Indonesia,termasuk komunitas Kristen justru lebih sering saling membenci dibanding saling mengasihi.Bahwa ketidakadilan di tengah masyarakat dan negara ikut menjadi penyebab mudahnya tersulut tindakan kekerasan dalam masyarakat,seharusnya membuat Gereja dan warganya mengambil inisiatif memperjuangkan keadilan bagi semua.Ketimpangan ekonomi yang sekarang semakin timpang adalah bentuk kejahatan negara terhadap kaum miskin.Ketimpangan ini harus dikoreksi,dan diwujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Bagian akhir Pembukaan UUD 1945 menyatakan: …serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Gereja perlu berjuang agar negara ikut mengatur mekanisme berbagi rasa dan berbagi beban bagi semua kelompok masyarakat,dimanapun mereka tinggal. Hidup bersama dalam suatu negara dapat terwujud kalau ada kesadaran akan cita-cita bersama, kesetaraan, kebebasan dan toleransi, dan dijiwai oleh semangat persaudaran,sebagai suatu bangsa yang telah memilih hidup bersama. Dalam kehidupan kenegaraan, semua warganegara harus dapat berbagi rasa dan berbagi beban, langsung atau tidak langsung, agar kehidupan kenegaraan terwujud.Persaudaraan kebangsaan Indonesia harus terus dipelihara dalam semua bidang kehidupan, sebagai bagian dari penerapan martabat manusia demi kebaikan bersama[15].
Semangat persaudaraan didasari pengakuan bahwa semua manusia bersaudara,dan pengakuan ini diwujudkan dalam perilaku:“semua bertanggung jawab untuk semua”. Semua warga dapat berbagi rasa dan berbagi beban.Dalam kehidupan ini, warga masyarakat yang kaya memberikan sebagian kekayaannya membantu yang miskin, sikuat menggunakan kekuatannya menolong silemah, penguasa menggunakan kekuasaannya membantu yang tidak kuasa, orang sehat mengurus yang sakit, dan orang hidup mengurus yang mati[16]. Martabat manusia terpelihara dalam semangat dan sikap persaudaraan, karena persaudaraan ini menjadi jaminan bagi kelanggengan bangsa manusia dan kehidupan yang layak bagi semua orang, seperti bunyi suatu hukum tua:Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, dan yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan, tetapi yang tidak mau bekerja janganlah ia makan.
V.Pemberdayaan PGI Wilayah.
Gerakan bersama harus terlihat di semua aras termasuk di aras daerah.Untuk itu PGI Wilayah perlu diberdayakan dan diberi kepercayaan menjalankan berbagai kegiatan diakonia,seperti pendirian dan penyelenggaraan lembaga pendidikan, lembaga kesehatan,rumah jompo,rumah singgah,panti asuhan dan seterusnya,diberbagai wilayah yang ditempati banyak gereja.Penyelenggaraan berbagai kegiatan pelayanan secara bersama-sama oleh gereja-gereja di suatu wilayah akan membiasakan diri kerja bersama dan mengurangi sekat-sekat pemisah antar gereja.
Gereja-gereja di Indonesia harus dapat melihat PGI Wilayah sebagai garda depan dalam gerakan keesaan gereja di Indonesia,karena PGI Wilayah berada paling dekat dengan masyarakat.Dengan demikian gerakan keesaan gereja dapat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat luas.Kelemahan kita selama ini adalah tidak mampu meletakkan PGI Wilayah pada posisi yang strategis dalam gerakan keesaan gereja di Indonesia.Untuk mengkoreksi kekeliruan ini,saya usulkan agar dalam Sidang Raya PGI,kepada PGI Wilayah diberikan hak suara.Dan kandidat untuk menjadi pengurus di MPL dan MPH PGI adalah warga gereja yang pernah menjabat dan melayani di PGI Wilayah.
Dan untuk gereja-gereja di Jakarta saya usulkan agar membantu PGI Wilayah DKI Jakarta dalam upaya mempercepat selesainya Jakarta Oikumene Centre.Akan sangat baik bagi gerakan keesaan gereja kalau gereja-gereja di Jakarta beramai-ramai datang membantu.Dan kemudian dalam Oikumene Centre ini nanti gereja-gereja di Jakarta merancang berbagai kegiatan bersama dalam rangka gerakan keesaan gereja.
VI.Jadikan pemberdayaan kaum miskin sebagai bagian dari gerakan keesaan gereja.
Kemiskinan adalah tingkat hidup yang rendah akibat kekurangan materi pada sejumlah orang, dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum dalam masyarakat tersebut. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai tingkat hidup yang rendah, yaitu suatu keadaan kekurangan materi pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum dalam masyarakat tersebut.Kemiskinan seperti ini disebut sebagai kemiskinan relatif. Sedangkan kemiskinan absolut adalah penerimaan yang lebih rendah dari garis kemiskinan.
Berdasarkan penyebabnya,kemiskinan dapat dibedakan kedalam kemiskinan natural,kultural dan struktural. Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor alamiah seperti cacat,sakit, bencana alam,dan atau lahan yang tidak subur. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor budaya seperti malas,tidak disiplin,dan atau boros.Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebablkan oleh faktor buatan manusia seperti distribusi faktor produksi yang tidak merata, kebijakan ekonomi yang tidak adil,korupsi dan atau tatanan perekonomian dunia yang tidak adil.
Berdasarkan banyaknya penduduk miskin dalam satu negara,kemiskinan dapat dibagi dua.Pertama:Kaum miskin yang persentasenya kecil dan hidup dalam negara kaya seperti di Amerika Serikat.Penyebab kemiskinan ini terutama berasal dari dalam diri warga miskin itu sendiri,misalnya karena kemalasannya sendiri. Kedua:Kaum miskin yang jumlahnya besar dan hidup dalam negara miskin seperti India,Filipina dan Indonesia.Penyebab kemiskinan seperti ini terutama adalah adalah akibat kegagalan negara.Melanjutkan pembagian ini,Indonesia yang alamnya kaya dengan luas wilayah sekitar 5 juta km2, termasuk dalam bagian kedua dengan penyebab utama kemiskinan adalah kegagalan negara.
John Kenneth Galbraith menyatakan penyebab kemiskinan yang massif antara lain kerja birokrasi biaya tinggi yang mengakibatkan banyak warga masyarakat tidak dapat memanfaatkan kemajuan perdagangan bebas, kompetisi bebas dan pasar. Masyarakat frustasi menghadapi birokrasi yang bodoh dengan biaya tinggi.[17] Pernyataan Galbraith di atas benar, dan terjadi di Indonesia,birokrasi di Indonesia ikut menjadi penyebab kemiskinan yang massif.
Kebijakan negara sering tidak adil terhadap kaum miskin-misalnya dalam bidang pertanahan, pertanian, perdagangan dan industri- membuat kaum miskin tetap miskin. Kaum miskin terutama datang dari kalangan petani,nelayan,pemulung,dan pengangguran. Di Indonesia sebagian besar warga miskin sulit keluar dari kemiskinannya karena dihalangi oleh birokrasi yang lamban dan korup. Diperbolehkannya import garam adalah satu contoh bagaimana birokrasi tidak mau membantu petani garam Indonesia yang jumlahnya cukup banyak,dan bahkan membuat mereka menjadi lebih miskin.Bukan mustahil dalam kasus ini ada pejabat di birokrasi mendapatkan uang illegal.
Kaum miskin serba kekurangan.Petani miskin hanya memiliki sedikit lahan pertanian dan nelayan banyak yang tidak memiliki perahu.Petani yang rajin bekerja dari pagi hingga sore, tetap saja miskin karena lahan yang dimilikinya hanya sedikit,atau bahkan tidak memiliki lahan pertanian.Petani tersebut terpaksa bekerja di lahan orang lain sebagai kuli tani dengan upah sangat rendah,atau mengusahakan lahan orang lain dengan sewa yang tinggi.Kaum miskin umumnya berpendidikan rendah dengan keterampilan sekedarnya,dan oleh karena itu pendapatannya rendah dan tetap miskin,yang mengakibatkan pendidikan anak-anaknya tetap rendah.Dikemudian hari, pendapatan anak-anaknya juga rendah dan dengan demikian kemiskinan itu berlanjut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.Kaum miskin juga banyak yang kekurangan jam kerja,banyak dari antara mereka adalah penganggur dan setengah penganggur.
Emil Salim mengemukakan,mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki karakteristik,antara lain: Pertama:umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri,seperti:tanah yang cukup,modal ataupun keterampilan.Faktor produksi yang mereka miliki sangat sedikit,hingga kemampuan memperoleh pendapatan sangat terbatas.Kedua:tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh alat produksi dengan kekuatan sendiri.Pendapatan tidak cukup untuk membeli tanah garapan atau untuk modal usaha.
Ketiga:Tingkat pendidikan rendah.Anak-anak mereka terganggu sekolahnya karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan. Kondisi ini dapat membuat mereka turun temurun terjerat dalam kemiskinan. Keempat:Banyak dari antara orang miskin yang tinggal di desa tidak memiliki lahan, ataupun kalau ada sangat sempit.Banyak dari antara mereka menjadi buruh tani atau bekerja diluar pertanian. Karena petani bekerja musiman,maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka menjadi pekerja bebas yang bekerja dibidang apa saja.Oleh karena penawaran tenaga kerja sangat besar,maka upah menjadi rendah, sehingga mereka tetap terkurung dalam kemiskinan.Banyak dari antara orang miskin pindah ke kota karena kesulitan hidup di desa[18].
Eniarti B. Djohan dalam penelitiannya di Desa Campursari Kabupaten Temanggung pada tahun 2008, menemukan kehidupan kerja keluarga petani,sebagai berikut:Pada musim bertani,petani bekerja melebihi waktu kerja yang umum 35-48 jam satu minggu.Pengangguran mulai terlihat ketika pekerjaan pertanian berkurang.Pada musim panen tembakau terdapat banyak pekerjaan dan banyak anak muda di rantau yang kembali bekerja sebagi buruh.Pengangguran terselubung terlihat pada petani penggarap dan buruh tani, anggota perempuan dari keluarga petani,dan pemuda pedesaan.Pengangguran terselubung terjadi pada anak muda desa karena mereka enggan bertani.Penganguran terselubung pada buruh tani karena mereka tidak memiliki lahan.[19] Penelitian Erniati ini memperkuat pernyataan Emil Salim tentang kurangnya lahan petani miskin dan membuat petani tetap miskin.
Samuel P Huntington dan Joan Nelson bependapat bahwa kaum miskin yang hidup di pedesaan adalah petani dan buruh tani yang hidup pada tingkat subsistens dan di bawah subsistens (subsistence).Termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang memiliki,menyewa,atau mengarap atas dasar perjanjian bagi hasil lahan yang hampir tidak mencukupi untuk hidup mereka sekeluarga.atau mereka yang hidupnya tergantung pada upah kecil sebagai buruh.
Partisipasi politik kaum miskin rendah,karena bagi mereka partisipasi politik tidak relevan dengan kepentingan mereka yang paling mendesak,yaitu pekerjaan,pangan,dan bantuan kesehatan untuk hari ini,esok atau minggu depan[20].
Kemiskinan ini terlalu luas dan terlalu berat,dan telah berlangsung terlalu lama,seperti tidak akan berhenti. Kemiskinan ini membuat kita sebagai bangsa menderita dan menanggung malu,karena sebagian besar penyebab kemiskinan ini adalah kegagalan kita menyelenggarakan negara untuk kebaikan bersama.Wilayah negara sangat luas dan kaya,tetapi sebagian dari kita hidup menderita dalam perangkap kemiskinan yang justru dibuat oleh negara.Banyak dari antara kaum miskin ini telah bekerja keras,tetapi tetap miskin.Menjadi miskin karena dilahirkan dalam keluarga miskin,dan negara sering tidak peduli. Selo Soemardjan menyatakan bahwa kemiskinan yang terjadi di Indonesia terutama adalah kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosialnya membuat masyarakat itu tidak dapat menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka[21].
Kaum miskin menderita kemiskinan bukan karena kemalasan mereka,tetapi terutama karena mereka tidak mendapatkan sumber daya yang semestinya mereka dapatkan.Struktur dan prosedur kemasyarakatan dan kenegaraan menghalangi kaum miskin mendapatkan sumberdaya yang seharusnya menjadi hak mereka,dan dapat digunakan keluar dari perangkap kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di negeri kita ini terutama adalah kemiskinan stuktural.
Kemiskinan struktural terjadi karena negara mengabaikan kaum miskin.Negara berlaku tidak adil kepada kaum miskin.Dan oleh karena itu gereja-gereja di Indonesia perlu menjadikan kegiatan pemberdayaan kaum miskin sebagai bagian dari gerakan keesaan.Gereja berjalan didepan dalam membela kaum miskin.Ketidakadilan ini harus dilawan,dan gereja dengan gerakan keesaannya mampu melakukannya. Kemuliaan Tuhan dan damai sejahtera manusia diwujudkan antara lain dengan menghapus ketidakadilan dari bumi Indonesia.
VII.Surat Terbuka kepada Masyarakat dan Negara.
Dalam rangka interaksi politik ini saya mengusulkan PGI setiap tahun,disekitar tanggal 17 Agustus, dalam rangka memperingati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,mengirim “Surat Terbuka kepada Masyarakat dan Negara”. Isi surat antara lain:apresiasi gereja terhadap berbagai keberhasilan negara,kritik kepada negara atas semua kegagalannya menjalankankan berbagai fungsi negara dan diikuti dengan berbagai usulan perbaikan.
Himbauan kepada berbagai kelompok masyarakat lain untuk bersedia hidup saling membantu dan saling menghormati antara berbagai kelompok masyarakat yang ada.Toleran terhadap berbagai perbedaan dan menghormati hak asasi amnusia,khususnya hak kebebasan beragama.Surat terbuka ini adalah bagian interaksi politik negara-masyarakat dan interaksi masyarakat-masyarakat.
PGI mengirimkan Surat Terbuka kepada masyarakat dan Pemerintahan Negara di aras nasional,dan PGI Wilayah mengirimkan Surat Terbuka kepada masyarakat di daerah dan Pemerintahan Daerah. Surat ini diawali dengan salam sebagai berikut.Damai Sejahtera dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia kepada Saudara se bangsa dan se tanah air. Surat ini berisi tumpahan isi hati dari saudara silemah,yang sering dianiaya oleh saudaranya sikuat,seperti Yusuf yang dianiaya oleh saudaranya sendiri.Tidak ada sakit hati dan tidak ada dendam,tetapi menjadi kewajiban seorang saudara mengingatkan saudaranya sendiri demi kebaikan bersama.
Daftar Pustaka.
Arsyad,Lincolin dkk,2011,Strategi Pembangunan Perdesaan Berbasis Lokal,Yogyakarta,Unit Penerbit dan
Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik,2009,Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2009.
………………………..,2010,Keadaan Angkatan Kerja Indonesia.
Djohan,Erniati B.,2008,Penganguran terselubung di masyarakat petani:kasus desa Campursari,
Temanggung, Jawa Tengah,dalam Masyarakat Indonesia,Majalah Ilmu-Ilmu
Sosial Indonesia,Edisi Khusus, 2009)
End,Th.van den,2013,Ragi Carita 1,Jakarta,Penerbit BPK Gunung Mulia.
Galbraith,John Kenneth,1979,The Nature of Mass Poverty,Cambridge,Massachusetts and London, England,Harvard
Huntington,Samuel P. dan Nelson,Joan,1994,Partisipasi Politik di Negara Berkembang,Jakarta,PT.Rineka Cipta
Huntington, Samuel P.,1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti.
Mustain Mashud,2011,Pranata Agama,dalam J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto,Editor, 2011, Sosiologi, Teks Pengantar dan Terapan,Jakarta,Kencana Prenada Media Group,halaman 250.
Panjaitan,Merphin,2013,Logika Demokrasi:Menyongsong Pemilihan Umum 2014,Jakarta,Penerbit
Permata Aksara.
……………………………,2013,Dari Gotongroyong ke Pancasila,Jakarta.Penerbit Permata Aksara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa,1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.
Salim,Emil,1984,Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan.Jakarta,Inti Idayu Press.
Stott,John,2000,Isu-Isu Global,Jakarta,Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Sumarjan,Selo,Alvian,Mely G.Tan,editor,1984,Kemiskinan Sturtural,Jakarta,Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
Weber,Max,1958,The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism,New York,Charles Scribner’s Sons.
Wirawan I.B,2012,Teori-Teori Sosial,Jakarta,Kencana Predana Media Group.
[1] Gereja di Indonesia adalah bagian dari Indonesia dan ikut bertanggungjawab memajukan Indonesia.
[2] Yang dimaksud dengan gereja dalam tulisan ini adalah organisai gereja yang ada di Indonesia.
[3] Lihat Wirawan I.B,2012,Teori-Teori Sosial,Jakarta,Kencana Predana Media Group,halaman 121-122.
[4] Bagi kita di Indonesia,”ujung bumi” adalah seluruh Nusantara.
[5] Dalam negara demokrasi,semua kekuasaan negara berasal dari rakyat dan oleh karena itu harus digunakan untuk melayani rakyat seluruhnya,tanpa kecuali.
[6]Pemerintahan negara seringkali memihak kepada sikuat dan melupakan silemah.Prinsip pemerintahan semua untuk semua dalam demokrasi perwakilan hanya akan terwujud,kalau partisipasi politik masyarakat berlangsung luas,mendalam,dan berpengaruh kuat dalam kehidupan kenegaraan.Demokrasi perwakilan tanpa partisipasi politik yang efektif hanya akan menghasilkan oligarki.Partisipasi politik yang luas adalah apabila partisipasi politik datang dari semua lapisan masyarakat.Warganegara dari semua lapisan masyarakat,kaya atau miskin,mayoritas atau minoritas,pendidikan rendah atau tinggi,beragama atau tidak beragama,terkenal atau tidak terkenal,penduduk kota atau desa,buruh atau majikan,pelajar atau guru,mahasiswa atau dosen,dan seterusnya,sadar akan haknya dan ikut berpartisipasi politik.
[7] Lihat John Stott,2000,Isu-Isu Global,Jakarta,Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,halaman 46-47.
[8] Masyarakat adil makmur adalah cita-cita nasional yang didengungkan sejak sebelum merdeka,tetapi sampai sekarang,masih terlalu banyak warga masyarakat yang belum makmur,dan bahkan sangat miskin.Lebih buruk lagi, karena kemiskinannya mereka sering diperlakukan tidak adil, diabaikan dan dilecehkan. Kemiskinan itu menyakitkan,dan akan lebih sakit lagi kalau diabaikan oleh negara. Baik di era orde baru maupun di era reformasi kaum miskin sering diabaikan.Penggusuran perumahan kumuh yang berlangsung sejak orde baru sampai sekarang masih terus terjadi,demikian pula pelecehan terhadap pedagang kakilima yang suatu waktu diperbolehkan dengan membayar retribusi,tetapi beberapa waktu kemudian digusur tanpa dialog sebelumnya
[9] Korupsi adalah penyalah-gunaan kekuasaan negara oleh pejabat negara atau aparat negara,atau siapapun yang dipercaya menjalankan kekuasaan negara,untuk memperkaya diri sendiri atau keluarga atau pihak manapun. Korupsi di negara kita telah terjadi di masa orde baru dan berlanjut sampai sekarang, semakin meluas bersamaan dengan pemberian otonomi daerah dan penguatan lembaga legislatif.Tampaknya kemana kekuasaan negara ditempatkan, kesana korupsi ikut. Korupsi mengikuti kekuasaan negara,atau lebih parah lagi korupsi melekat pada kekuasaan negara. Korupsi tidak berkurang,bahkan meluas bersamaan dengan meluasnya kekuasaan negara.Korupsi juga terjadi dalam bentuk pemerasan yang dilakukan pejabat negara terhadap warga masyarakat,antara lain dalam pengurusan berbagai ijin.
[10] Kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bagian dari hak kebebasan yang harus dijamin dalam negara demokrasi, karena salah satu fungsi negara adalah menjamin terpenuhinya hak asasi manusia.Tetapi gangguan dan ancaman terhadap kebebasan beragama dan berkepercayaan yang terjadi sejak era orde baru, sampai sekarang masih terjadi dan bahkan semakin hebat.Perusakan rumah ibadah, khususnya gedung gereja dan rumah ibadah penganut Ahmadiyah sering terjadi. Kebebasan beragama membutuhkan jaminan dari negara dan toleransi dari masyarakat. Jaminan negara terhadap kebebasan beragama atau berkepercayaan antara lain dengan melarang pihak manapun untuk mengancam, menghambat atau mengganggu orang atau sekelompok orang dalam menjalankan hak kebebasan beragama atau berkepercayaan.Kebebasan beragama membutuhkan jaminan dari negara dan toleransi terhadap perbedaan agama atau berkepercayaan dari masyarakat.
[11]Indonesia sekarang menghadapi masalah besar dalam hal pengangguran. Selama 10 tahun,dari Agustus 2001 sampai dengan Agustus 2010,persentase pengangguran terbuka tidak banyak berubah,yaitu:Agustus 2001:8,1%,Agustus 2002:9,1%, Agustus 2003:9,7%,Agustus 2004:9,9%, November 2005:11,2%,Agustus 2006:10,3%,Agustus 2007:9,1%, Agustus 2008:8,4%,Agustus 2009:7,9% dan Agustus 2010:7,1%. Dalam sepuluh tahun,yaitu dari Agustus 2001 dengan pengangguran terbuka 8,1% turun menjadi 7,1% pada Agustus 2010,memperlihatkan tidak ada kemajuan yang berarti dalam mengurangi persentase pengangguran terbuka di Indonesia.Dan yang lebih memprihatinkan,pada Agustus 2010 penganguran terbuka tersebut masih disertai dengan 15,25 juta orang setengah pengangguran.[11] Pada Agustus 2010 jumlah penganguran di Indonesia: pengangguran terbuka 8.319.779 orang ditambah setengah penganggur 15.258.755 orang dari angkatan kerja yang berjumlah 116.527.546 orang. Setengah penganggur dari tahun 2008 sampai 2010 tidak banyak berubah, yaitu:pada Agustus 2008 : 14.916.506 orang, Agustus 2009: 15.395.570 orang dan Agustus 2010: 15.258.755 orang.
[12] Mustain Mashud,2011,Pranata Agama,dalam J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto,Editor,2011,Sosiologi,Teks Pengantar dan Terapan,Jakarta,Kencana Prenada Media Group,halaman 250.
[13]Samuel P Huntington,1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti,halaman 44.
[14]Max Weber,1958,The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism,New York,Charles Scribner’s Sons,halaman 157-159.
[15] Di Republik Indonesia kebaikan bersama dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,yang adalah kontrak sosial dari seluruh rakyat Indonesia pada waktu mendirikan negara ini,dan oleh karena itu tidak boleh diubah.(Merphin Panjaitan,2013,Logika Demokrasi,Menyongsong Pemilihan Umum,Jakarta,Penerbit Permata Aksara,halaman 41).
[16] Dalam suatu negara, kalau warga kaya menikmati kekayaannya, dan kaum miskin tetap menderita kemiskinannya, tanpa yang kaya membantu yang miskin, kehadiran negara tersebut tidak ada artinya bagi kaum miskin.Kalau yang kuasa malang melintang dengan kekuasannya,dan yang lemah justru menjadi korban dari tingkah laku yang kuasa, kehadiran negara tersebut hanya sekedar menjadi alat penguasa, dan oleh karena itu dipertanyakan keberadaannya.Sejarah membuktikan,banyak negara bukan menjadi sarana rakyat dalam upaya perwujudan kebaikan bersama, tetapi justru menjadi alat dari penguasa untuk memenuhi kerakusan mereka sendiri dan seringkali dengan menindas dan melecehkan masyarakat,terutama masyarakat lemah,miskin,dan terpinggirkan.
[17] John Kenneth Galbraith,1979, The Nature of Mass Poverty,Cambridge,Massachusetts and London, England,Harvard
University Press,halaman 5.
[18]Emil Salim,1984,Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan.Jakarta,Inti Idayu Press,.halaman 42-44.
[19] Eniarti B. Djohan,2008,Penganguran terselubung di masyarakat petani:kasus desa Campursari, Temanggung, Jawa Tengah, dalam Masyarakat Indonesia,Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia,Edisi Khusus,2009,haman 176-177.
[20]Samuel P.Huntington dan Joan Nelson,1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,Jakarta,PT.Rineka Cipta,
halaman 159-160.
[21] Kemiskinan struktural di Indonesia mulai mendapat perhatian besar secara nasional di kalangan para sarjana ilmu-ilmu sosial dan juga di kalangan khalayak ramai, setelah Selo Sumardjan menyampaikan konsep kemiskinan struktural dalam seminar HIPIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu sosial) diselenggarakan di Malang pada November 1979.
(Selo Sumardjan,1984,Alvian,dan Mely G.Tan,editor,1984,Kemiskinan Sturtural,Jakarta,Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,halaman 5.).