Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Apologetika

Pro dan Kontra Baptisan Anak

177
×

Pro dan Kontra Baptisan Anak

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pdt. Natan Jurnawan, S.Th., M.Si.

agamataikSalah satu masalah krusial yang dihadapi oleh berbagai sinode gereja di dunia pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya adalah perbedaan dogma. Salah satu perbedaan yang sulit dijembatani adalah masalah Baptisan Air. Termasuk di dalamnya adalah munculnya pro dan kontra baptisan anak. Sinode gereja yang pro baptisan anak, melakukan baptisan bagi bayi dan anak-anak, sama seperti baptisan kepada orang dewasa. Sedangkan sinode yang kontra baptisan anak, tidak membaptis anak-anak. Sebagai solusinya, mereka melaksanakan ”Penyerahan anak”.

Example 300x600

Tentu masing-masing pihak memiliki alasannya sendiri. Dan masing-masing pihak juga mengutip ayat-ayat Alkitab sebagai dasar pembelaan dogma yang dianutnya. Namun ada satu pertanyaan yang harus kita renungkan: Apakah Alkitab mengandung multi kebenaran? Dalam arti pro dan kontra baptisan anak itu, dua-duanya benar?

Melalui topik ini, penulis mencoba memberikan tanggapan tanpa bermaksud membela atau menghakimi sinode-sinode gereja yang sudah sekian lama menjalankan dogma yang diyakini masing-masing.

Apakah Penyerahan Anak itu Ajaran Kristen?

Sebelum membahas boleh atau tidaknya baptisan anak, terlebih dulu kita akan membahas, dari mana sebenarnya ajaran tentang penyerahan anak seperti yang dijalankan oleh gereja-gereja sekarang? Sebab penyerahan anak, erat sekali kaitannya dengan baptisan anak.

Penyerahan anak bukan ajaran Kristen. Penyerahan anak tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan Yesus maupun murid-murid-Nya. Asal-usul penyerahan anak berasal dari bangsa Israel di Perjanjian Lama. Berikut ini kita akan pelajari prosedur kelahiran sampai penyerahan anak yang berlaku di kalangan umat Yahudi:

  1. Setelah dilahirkan: tali pusat anak itu dipotong, dimandikan dengan air, disapu dengan garam, kemudian dibungkus dengan lampin (Yeh. 16:4; Luk. 2:12).
  2. Setelah melahirkan sang ibu harus menunggu masa pentahiran. Jika yang dilahirkan anak lelaki, masa pentahiran 30 hari; jika yang dilahirkan anak perempuan, masa pentahiran 60 hari. Pada waktu pentahiran, ia harus membawa korban bakaran dan korban karena dosa untuk mengadakan perdamaian bagi dirinya, berupa satu ekor anak domba dan dua ekor burung merpati atau burung tekukur (Im. 12:1-8).
  3. Jika yang dilahirkan itu anak lelaki, maka pada hari yang kedelapan anak itu harus disunat dan diberi nama (Im. 12:2-3; Luk. 2:21).

 

Penyerahan Anak Sulung.

Dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan agar umat Yahudi menyerahkan semua anak sulung, baik manusia maupun hewan. Sebab semua anak sulung manusia dan hewan sudah ditetapkan milik Allah: “Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka.“ (Kel. 13:2). “Sebab Akulah yang punya semua anak sulung. Pada waktu Aku membunuh semua anak sulung di tanah Mesir, maka Aku menguduskan bagi-Ku semua anak sulung yang ada pada orang Israel, baik dari manusia maupun dari hewan; semuanya itu kepunyaan-Ku; Akulah TUHAN.“ (Bil. 3:13).

Penyerahan anak sulung dikalangan umat Israel, dilakukan pada waktu pentahiran, yakni 30 hari setelah kelahiran. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua anak diserahkan kepada Tuhan. Yang diserahkan hanya anak sulung dan berjenis kelamin laki-laki.

Di sini kita menemukan satu kebenaran tentang penyerahan anak. Jika di Alkitab, yang diserahkan kepada Tuhan hanya anak sulung dan berjenis kelamin laki-laki. Demikian pula berlaku pada hewan, yang sulung dan jantan (Kel. 13:12-15). Karena itu penyerahan anak yang dilakukan gereja-gereja saat ini tidak sesuai dengan prinsip kebenaran Alkitab. Yang diserahkan kepada Tuhan bukan hanya anak sulung, tetapi semua anak, baik yang pria maupun yang wanita.

Kesalahan Mengutip Ayat Alkitab.

Banyak hamba Tuhan – demi pembenaran dogma penyerahan anak yang dijalankan – sembarangan mengutip ayat Alkitab. Ayat-ayat pembenaran diri itu terlalu dipaksakan. Hal ini mengakibatkan kesalahan dalam penafsiran (2 Ptr. 1:20-21). Diantara ayat-ayat yang salah dikutip untuk pembenaran dogma penyerahan anak adalah sebagai berikut:

Kesalahan mengutip Lukas 2:21-24. Tentang Yesus Kristus diserahkan kepada Tuhan: 2:21 Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. 2:22 Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, 2:23 seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, 2:24 dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

Memang, ayat-ayat ini bercerita tentang penyerahan anak. Namun perlu dilihat lebih jeli lagi: Yesus Kristus diserahkan kepada Tuhan, karena Yesus Kristus adalah anak sulung dan berjenis kelamin laki-laki. Setelah itu apakah adik-adik Yesus Kristus (anak jasmani Yusuf dan Maria), juga diserahkan kepada Tuhan? Jawabannya adalah tidak!

Jika memakai ayat ini sebagai pembenaran dogma penyerahan anak, mengapa hanya mengikuti sebagian saja? Yesus Kristus disunat, apakah orang tua yang menyerahkan anak juga menyunatkan anaknya? Ketika Yesus diserahkan, juga diserahkan sepasang burung tekukur atau dua ekor burung merpati. Kenapa waktu penyerahan anak sekarang tidak mengikuti aturan ini?

Kesalahan mengutip Matius 19:13-15.  Tentang orang tua yang datang membawa anak-anak mereka untuk didoakan Yesus: 19:13 Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. 19:14 Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” 19:15 Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.

Perikop pendek ini juga tidak bisa dijadikan dasar kebenaran untuk mendukung dogma penyerahan anak. Sebab ini adalah peristiwa yang terjadi secara mendadak. Peristiwa ini terjadi bukan rencana atau perintah Yesus dan murid-murid-Nya. Ini adalah inisiatif dari beberapa orang tua yang berharap anak-anak mereka didoakan oleh Tuhan Yesus. Apakah inisiatif yang muncul dari manusia – orang tua anak-anak – itu bisa dijadikan sebagai suatu dogma gereja?

Bahkan murid-murid Yesus sendiri tidak tahu bahwa hari itu ada orang tua yang akan membawa anak-anak mereka untuk didoakan Yesus. Karena itu tidak heran jika murid-murid Yesus berusaha mencegah dan memarahi mereka. Sebab saat itu Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke suatu tempat.

Karena mereka sedang terburu-buru, tentu saja orang-orang yang meminta anak-anak itu didoakan Yesus, sangat mengganggu waktu dan menyita tenaga Yesus. Hal ini terbukti dalam ayat 15, setelah mendoakan anak-anak itu, Yesus dan murid-murid-Nya segera berangkat dari sana untuk melanjutkan perjalanan yang tertunda.

Penyerahan Anak Tidak Diperintahkan; Baptisan Air dan/atau Baptisan Roh Kudus Diperintahkan.

Dalam Perjanjian Baru, Penyerahan Anak tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan Yesus maupun oleh murid-murid-Nya. Karena itu mau dilakukan atau tidak dilakukan, bukanlah suatu keharusan. Penyerahan anak bukan suatu doktrin gereja dan tidak ada hubungannya dengan keselamatan. Namun baptisan air, jelas sekali Tuhan Yesus perintahkan: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19);  ”Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk. 16:16).

Apakah perintah melakukan baptisan air dalam dua ayat di atas ada pembatasan usia baptisan? Sama sekali tidak! Kalau begitu dengan alasan apakah kita melarang anak-anak untuk dibaptiskan dengan air, sama seperti kepada orang dewasa?

Berikut dibawah ini akan diberikan tujuh ( 7 ) alasan anak-anak layak untuk dibaptis dengan air sama seperti orang dewasa:

  1. Bayi telah memiliki dosa sejak dalam kandungan ibunya.

Untuk mengetahui apakah bayi dan anak-anak perlu dibaptis, kita harus mengetahui apa tujuan baptisan air? Tujuan baptisan air adalah untuk menghapus segala dosa kita: “Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” (Kis. 2:38); “Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!” (Kis. 22:16). Bandingkan (Mrk. 1:4).

Sebagian denominasi gereja tidak percaya bahwa baptisan air memiliki kuasa pengampunan dosa. Padahal dari beberapa ayat di atas jelas sekali ditegaskan bahwa baptisan air memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Sebab di dalam air baptisan itu ada darah Yesus yang bekerja untuk menyucikan segala dosa kita. Di atas kayu salib, Tuhan Yesus telah melakukan transformasi dari darah ke air (Yoh. 19:34-35; 1 Yoh. 5:6-8; Ef. 1:7).

Pertanyaan kita adalah: Apakah hanya orang dewasa yang memiliki dosa? Alkitab menjelaskan bahwa manusia memiliki dua macam dosa, yakni: dosa turunan, dosa yang bersumber dari nenek moyang kita, Adam dan Hawa (Rm. 5:12,17-19). Dan dosa pribadi, yakni dosa yang dilakukan oleh setiap pribadi manusia (1 Yoh. 3:4; 5:17).

Mengenai dosa turunan, raja Daud berkata bahwa sejak dalam kandungan ibunya seseorang sudah punya dosa: ”Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku…  Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” (Mzm. 51:5,7). Akibat dari dosa adalah maut, yakni kematian kekal (Rm. 6:23; Why. 18:4-5).

  1. Setiap orang bisa mati setiap saat.

Selain menyucikan dosa, apakah baptisan air berhubungan dengan keselamatan? Sebagian denominasi gereja – terutama yang kontra baptisan anak – mengatakan bahwa baptisan air tidak ada hubungan dengan keselamatan; sebagian lagi meyakini baptisan air berhubungan dengan keselamatan. Untuk mengetahui jawaban ini, kita tidak bisa berdiri diatas dogma buatan manusia. Alkitablah yang menjadi dasar pegangan kita. Dan dalam Alkitab ditegaskan bahwa baptisan air berhubungan dengan keselamatan. Berikut ini dikutip beberapa ayat Alkitab:

Tuhan Yesus menegaskan, untuk masuk ke dalam kerajaan sorga, tidak cukup hanya percaya, tetapi juga harus dibaptis: “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk. 16:16).

Sebagai pemilik Kerajaan Allah, Tuhan Yesus menetapkan syarat sebagai berikut: “Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air  dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yoh. 3:5). Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus dilahirkan dari air. Apa yang dimaksud  ”dilahirkan dari air?” Rasul Paulus menjawabnya dalam Titus 3:5, bahwa yang dimaksud dilahirkan dari air, adalah baptisan air (permandian kelahiran kembali): “Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali  dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”

Rasul Petrus juga menegaskan, kita diselamatkan melalui suatu kiasan, yakni baptisan air: “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan — maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah — oleh kebangkitan Yesus Kristus” (1 Ptr. 3:21).

Nah, jika baptisan air berhubungan dengan keselamatan, bagaimana jika bayi dan anak-anak sebelum mencapai dua belas tahun (usia baptisan air yang ditetapkan oleh gereja), sudah keburu meninggal dunia? Dosa-dosa mereka belum dibersihkan! Siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah orang tua, guru sekolah minggu atau hamba Tuhan yang harus bertanggungjawab? Sedangkan manusia bisa meninggal setiap saat, tanpa memandang usia dan jenis kelamin (Pkh. 8:8; 9:12). Tanpa disadari kita telah mempermainkan dan mempertaruhkan keselamatan anak-anak kita.

  1. Janji tentang anugerah baptisan berlaku sampai kepada anak-anak.

Ketika banyak orang mendengarkan khotbah Petrus pada hari Pentakosta, bertanya: ”Apa yang harus mereka perbuat?” maka Petrus menjawab: (2:38) Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.
(2:39) Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.”

Dalam ayat 38, kepada orang-orang yang bertanya kepadanya, Petrus menjawab agar mereka bertobat dan memberi diri dibaptis. Selanjutnya dalam ayat ke 39, rasul Petrus menegaskan bahwa anugerah Tuhan Yesus melalui baptisan air dan karunia Roh Kudus, bukan hanya untuk mereka (orang dewasa) saja, melainkan juga untuk anak-anak mereka. Ini menegaskan bahwa baptisan air bukan hanya berlaku untuk orang dewasa, melainkan juga berlaku untuk anak-anak.

  1. Sunat Perjanjian Baru adalah baptisan air.

Sunat merupakan ikatan perjanjian Allah dengan seluruh keturunan Abraham. Setiap anak laki-laki dari keturunan Abraham yang berumur delapan hari, harus dikerat kulit khatannya. Melalui sunat Allah mengikat perjanjian dengan Abraham secara turun-temurun, menjadi perjanjian kekal (Kej. 17:7-14). Perjanjian ini sangat keras, jika dilanggar maka orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsa Israel. Disebut perjanjian kekal, artinya selamanya tidak akan dihilangkan, kecuali diperbaharui.

Akhirnya dalam Perjanjian Baru, melalui Yesus Kristus, sunat diperbaharui menjadi baptisan air:  ”Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (Kol. 2:11-12).

Salah satu alasan dari hamba-hamba Tuhan yang menolak baptisan anak-anak adalah, karena anak-anak belum tahu apa-apa. Belum bisa percaya (beriman) dan belum bisa bertobat. Alasan ini lebih mengandalkan logika daripada mengandalkan ketaatan pada firman Tuhan. Anak bangsa Yahudi ketika berumur  delapan  hari harus disunat, apakah sudah mengerti dan memiliki iman? Apakah dia tahu apa yang dilakukan oleh orang tuanya merupakan suatu ikatan perjanjian kekal antara Allah dengan mereka? Namun karena ini adalah perjanjian Allah dengan umat-Nya, maka harus dilakukan. Walaupun si bayi tersebut belum mengerti apa-apa.

Demikian pula baptisan air. Anak itu masih kecil, belum bisa percaya dan bertobat, namun karena ini menyangkut keselamatan, maka harus dilakukan. Anak berumur delapan hari sudah boleh dibaptis, tidak mesti harus tunggu ia berumur dua belas tahun atau setelah ia dewasa. Sunat Perjanjian Baru adalah baptisan air. Jika bangsa Yahudi ketika anak mereka berumur delapan hari sudah harus disunat, mengapa kita tidak boleh membaptis anak-anak?

  1. Melewati Laut Merah adalah simbol baptisan air.

Setelah keluar dari Mesir, untuk sampai ke tanah Kanaan, bangsa Israel harus menyeberangi Laut Merah. Rasul Paulus mengungkapkan sebuah rahasia, bahwa melewati Laut Merah merupakan lambang baptisan air: “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.  Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.” (1 Kor. 10:1-2).

Mesir adalah simbol dari dunia. Tanah Kanaan (tanah perjanjian) merupakan simbol dari sorga. Melewati Laut Merah adalah simbol dari baptisan air. Kita manusia yang tinggal di dunia ini, untuk masuk dalam Kerajaan Sorga, harus melalui Laut Merah, yakni baptisan air.

Ketika melewati Laut Merah, apakah hanya orang dewasa yang melewatinya? Dengan tegas nabi Musa mengatakan kepada Firaun, bahwa seluruh bangsa, dari yang tua sampai anak-anak, bahkan sampai bayi-bayi yang masih ada dalam gendongan, akan menyeberangi Laut Merah demi mencapai tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka (Kel. 10:8-9).

Jika yang melewati Laut Merah adalah orang tua sampai bayi-bayi yang ada dalam gendongan ibunya; mengapa baptisan air hanya berlaku bagi orang dewasa? Sedangkan melewati Laut Merah merupakan simbol dari baptisan air!

  1. Bayi dan anak-anak dibaptis bersandarkan iman orang tuanya.

Alasan lain dari para hamba Tuhan yang menolak baptisan anak-anak adalah bahwa anak-anak belum bisa percaya dan bertobat. Sedangkan syarat dalam baptisan – seperti yang ditegaskan oleh Tuhan Yesus – harus memiliki iman atau percaya (Mrk. 16:16).

Memang, bayi dan anak-anak belum bisa percaya. Namun bayi dan anak-anak bisa mendapatkan anugerah dan kasih karunia bersandarkan iman orang tuanya. Di dalam Alkitab terbukti beberapa kasus, anak-anak mendapatkan kesembuhan penyakit, bukan karena iman dari anak-anak itu sendiri; melainkan iman dari orang tuanya.

Perempuan Kanaan yang anaknya sakit dan kerasukan setan, disembuhkan Tuhan Yesus karena iman perempuan itu: “Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.” (Mat. 15:28).

Anak pegawai istana, anaknya jatuh sakit, bahkan akhirnya meninggal dunia. Namun dibangkitkan oleh Tuhan Yesus karena iman dari pegawai istana (ayah dari anak itu): “Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi… Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: “Anakmu hidup.” Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya.”  (Yoh. 4:50,53).

Demikian pula dalam hal baptisan air. Memang, bayi dan anak-anak belum bisa beriman. Namun jika orang tuanya mengerti kebenaran tentang baptisan dan memiliki iman, maka anak-anak mereka bisa dibaptis dengan bersandarkan iman orang tua mereka. Tentu orang tua memiliki kewajiban untuk menuntun anak-anak mereka agar rohani mereka tetap bertumbuh sampai dewasa.

  1. Fakta baptisan anak dalam gereja awal.

Setelah Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, gereja awal atau gereja mula-mula berdiri. Jemaat awal itu dimulai dengan dibaptiskannya 3.000 jiwa pada hari itu. Setelah itu, pentingnya baptisan air mulai dipropagandakan oleh para rasul dan pengerja gereja awal, dalam penginjilan yang mereka lakukan. Sebab Tuhan Yesus bukan hanya menyuruh mereka memberitakan Injil, tetapi juga membaptis orang-orang yang berhasil diinjili (Mat. 28:19; Mrk. 16:15-16).

Pada gereja awal tercatat ada lima keluarga yang dibaptis. Jika satu keluarga dibaptis, maka tidak menutup kemungkinan terdapat bayi dan anak-anak yang ikut dibaptiskan dalam keluarga tersebut. Sebab bagaimana bisa disebut seisi rumah atau sekeluarga dibaptis, jika bayi dan anak-anak dikecualikan? Apakah bayi dan anak-anak tidak termasuk anggota keluarga? Kelima keluarga yang dibaptis itu adalah:

7.1. Keluarga Kornelius

10:1 Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. 10:2 Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. 10:48 Lalu ia menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kemudian mereka meminta Petrus, supaya ia tinggal beberapa hari lagi bersama-sama dengan mereka.” (Kis. 10:1,2,48).

7.2. Keluarga Lidia

“Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus.  Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: “Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.” Ia mendesak sampai kami menerimanya.” (Kis. 16:14-15)

7.3. Keluarga Kepala Penjara

“Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” (Kis. 16:33)

7.4. Keluarga Krispus, kepala rumah ibadat

“Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis.” (Kis. 18:8)

7.5. Keluarga Lidia

“Juga keluarga Stefanus aku yang membaptisnya. Kecuali mereka aku tidak tahu, entahkah ada lagi orang yang aku baptis.” (1 Kor. 1:16)

Natan Jurnawan, S.Th., M.Si., adalah seorang Pendeta di Gereja Bethel Pembaruan (GBP), Jakarta

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *