Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. (Kuasa Hukum Lilianny Suryanto) Sampaikan Klarifikasi Hukum Atas Sengketa Tanah di Labuan Bajo.
LABUAN BAJO, Gramediapost.com
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. selaku Kuasa Hukum Lilianny Suryanto menjelaskan Masalah Hukum atas sengketa tanah di Labuan Bajo.
Kepada beberapa awak media yang mewawancarainya, (Senin, 13/10/25), Advokat Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. (Kuasa Hukum Lilianny Suryanto) menyatakan bahwa, “Permasalahan hukum antara Emilton Suryanto dengan Oktavianus Leo belum kunjung tuntas, meski sudah ada penetapan non eksekutable terhadap perkara sebelumnya yang berlokasi di wisata bukit Sylvia, salah satu bukit wisata menarik di Labuan Bajo yang selama ini ramai dikunjungi para wisatawan, baik lokal, domestik maupun mancanegara.’
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H., menegaskan bahwa, “Tanah seluas 10 Ha tidak diklaim oleh Emilton Suryanto, tetapi diperoleh sesuai ketentuan peraturan yang berlaku melalui transaksi jual beli. Oleh karenanya tidak terbukti Emilton Suryanto menguasai tanah tersebut secara tidak sah, tetapi diperoleh sesuai ketentuan peraturan yang berlaku melalui transaksi jual beli.”
Menurut Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H.,”Lois Leo tidak pernah mendapatkan penyerahan tanah adat dari Fungsionaris Adat, yakni Ishaka dan Haku Mustafa. Oktavianus Leo selaku ahli waris Lois Leo tidak memiliki Surat Bukti Penyerahan Tanah Adat Di Labuan Bajo. Sedangkan untuk memiliki tanah di Labuan Bajo harus melalui mekanisme penyerahan tanah adat dari Fungsionaris Adat. Tidak bisa melalui penguasaan tanah secara fisik selama waktu tertentu.
Jadi, pungkas Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. lebih lanjut, ‘Dalil Oktavianus Leo selaku ahli waris Lois Leo yang mengaku mendapatkan hak atas tanah dengan cara membuka lahan dan menguasainya selama tiga puluh tahun, menggunakan lembaga acquiitieve verjaring atau adverse possession, tidak dapat diterapkan dalam hal ini. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga acquiitieve verjaring atau adverse possession tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya.”
‘Sebaliknya dalam hukum adat digunakan lembaga rechtsverwerking, yaitu jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain, yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena diterlantarkan. Tanah di Labuan Bajo seluruhnya adalah tanah adat dimana hukum adat berlaku, sehingga yang sah untuk diterapkan adalah lembaga rechtsverwerking, jika ditelantarkan maka hilanglah haknya,”tegas Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H.
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. menyatakan, “Pernyataan Kuasa Hukum Oktovianus Leo bahwa tanah dari Gorontalo sampai ke sebelah Waecicu bukan tanah Ulayat, adalah keliru dan menyesatkan. Karena semua tanah di Labuan Bajo adalah tanah Ulayat. Labuan Bajo termasuk dalam Kedaluan Nggorang dengan wilayah ulayatnya meliputi: Kelurahan Labuan Bajo, Desa Batu Cermin, Desa Wae Kelambu, Desa Nggorang dan Desa Watu Nggelek. Karena Waecicu terletak dalam wilayah Kelurahan Labuan Bajo, maka semua tanah di Waecicu juga merupakan tanah Ulayat.”
“Jadi dalil bahwa Lois Leo yang mendapatkan hak atas tanah dengan cara membuka lahan dan menguasainya selama tiga puluh tahun dan dalil bahwa tanah dari Gorontalo sampai ke sebelah Waecicu bukan tanah Ulayat, berisi tidak benar dan cerita karangan saja, sebab Oktovianus Leo tidak memiliki Surat Penyerahan Tanah Adat sama sekali. Sedangkan pada kenyataannya semua tanah di wilayah Labuan Bajo adalah tanah Ulayat dan untuk memilikinya harus mendapatkan penyerahan tanah dari Fungsionaris Adat yang dibuktikan dengan adanya Surat Penyerahan Tanah Adat,” ungkap Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. lagI.
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. menegaskan bahwa, “Gaspar Djat, Yeni Harlina (Istri Gaspar) dan Margarith Mayorga Gande mendapatkan tanah melalui proses penyerahan tanah adat oleh Fungsionaris Adat, yakni Ishaka dan Haku Mustafa. Setelah mendapatkan penyerahan tanah adat kemudian tanah-tanah tersebut disertifikatkan.
Jadi telah sesuai prosedur hukum (due process of law) yang berlaku, setelah itu baru tanah tersebut dijual kepada Liliany Suryanto dan Amelia Pauliny Suryanto.”
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. menyatakan dengan tegas bahwa,”
Emilton Suryanto membeli tanah untuk membangun gudang dari Lois Leo, bukan dari Petronella Mesakh. Petronella Mesakh hanya melanjutkan kesepakatan jual beli yang sebelumnya telah dilakukan oleh Lois Leo sebelum meninggal dunia dan telah dilakukan pembayaran. Jadi yang dijual bukan tanah/harta warisan, tetapi tanah Lois Leo, yang dijual oleh Lois Leo sendiri. Sedangkan tanah lainnya bukan milik Lois Leo, tetapi milik Gaspar Djat, Yeni Harlina (Istri Gaspar) dan Margarith Mayorga Gande. Sementara Tanah Lois Leo hanya seluas +/- 6.972 M2 yang posisinya berada di pinggir laut (sekarang Grand Komodo), bukan 10 Ha.”
Jadi, secara hukum, menurut Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H.”Tidak ada jejak-jejak Lois Leo di atas tanah seluas 10 Ha. Jejak Lois Leo hanya ditemukan di atas tanah seluas +/- 6.972 M2 yang posisinya berada di pinggir laut (sekarang Grand Komodo). Karena sebelumnya Lois Leo dan keluarganya tinggal di atas tanah seluas +/- 6.972 M2 ini dan setelah Lois Leo meninggal dunia, tanah ini dijual oleh Oktovianus Leo (sekarang Tergugat) kepada Grand Komodo. Terbuktinya tanah tersebut adalah tanah milik keluarga Emilton selain sertipikat juga salah satunya pohon Kayu kedondong ditanam oleh Emilton, bukan oleh Lois Leo.’
Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. menjelaskan, “Terlebih lagi Klien kami Lilianny Suryanto keberatan atas peristiwa Konstatering yang dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 24 Januari 2025, sekitar pukul 09.30 WITA, dimana pada waktu pelaksanaan konstatering (Pencocokan), Oktavianus Leo telah menunjuk tanah milik Lilianny Suryanto dimasukan sebagai Objek Konstatering (pencocokan objek sengketa) dalam Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo No. 24/Pdt.G/2019/PN.Lbj Jo. No. 136/PDT/2020/PT.KPG Jo. No. 1791 K/Pdt/2021 Jo. No. 1268 PK/Pdt/2022 Jo. No. 742 PK/Pdt/2023. Padahal tanah milik Lilianny Suryanto tersebut tidak termasuk kedalam objek perkara perdata sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo No. 24/Pdt.G/2019/PN.Lbj Jo. No. 136/PDT/2020/PT.KPG Jo. No. 1791 K/Pdt/2021 Jo. No. 1268 PK/Pdt/2022 Jo. No. 742 PK/Pdt/2023 tersebut. Sehingga menurut kuasa hukum Lilianny Suryanto tidak tunduk dan tidak terikat pada putusan tersebut. Lagipula tanah milik Lilianny Suryanto tidak termasuk / bukan objek sengketa yang diputuskan dalam amar putusan perkara No. 24/Pdt.G/2019/PN.Lbj Jo. No. 136/PDT/2020/PT.KPG Jo. No. 1791 K/Pdt/2021 Jo. No. 1268 PK/Pdt/2022 Jo. No. 742 PK/Pdt/2023 tersebut.”
Menutup wawancara singkatnya, ‘Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H. menambahkan,’ Bahwa selain Oktavianus Leo telah menunjuk tanah milik Lilianny Suryanto dimasukan sebagai Objek Konstatering (pencocokan objek sengketa), tanpa dasar yang jelas Oktovianus Leo mengklaim secara sepihak kepemilikan “Objek Sengketa” dengan cara memasang tanda batas atau patok-patok dan pembersihan di beberapa titik patok di dalam “Objek Sengketa. perbuatan tersebut diatas adalah merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang sangat merugikan Lilianny Suryanto, hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata.



















