Memperkuat Ketahanan Ekonomi Indonesia di Tengah Tantangan Global Tahun 2025
Oleh: Jeannie Latumahina.
Menghadapi tahun baru 2025, Indonesia berdiri di persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya. Berbagai tantangan global dan domestik menuntut perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks ini, penting untuk mengevaluasi kondisi ekonomi saat ini serta merumuskan langkah-langkah strategis untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Secara umum ketahanan ekonomi Indonesia menunjukkan prospek yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 4,8% hingga 5,6% pada 2025, dengan didorong oleh konsumsi domestik dan investasi infrastruktur.
Namun perlu diketahui pada sektor riil menghadapi tantangan serius adanya perlambatan konsumsi rumah tangga juga dari dampak otomasi global dari kecerdasan buatan (AI), yang diprediksi akan dapat menghilangkan sekitar 85 juta pekerjaan pada 2025.
Situasi lapangan kerja tentu akan semakin memburuk, dengan indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang mengalami penurunan, dan ini mencerminkan pesimisme masyarakat terhadap peluang kerja di masa depan. Kemudian deflasi yang terjadi selama salam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan dampak terjadi penurunan harga barang dan jasa, yang jelas telah berpotensi mengurangi daya beli masyarakat serta menghambat pertumbuhan sektor riil. Ditambah lagi dengan nilai tukar rupiah pada hari ini tercatat di level Rp 16.162 per dolar AS. Sedangkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah telah menetapkan asumsi nilai tukar sebesar Rp 16.100 per dolar AS.
Namun oleh berbagai analisis keuangan ada memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah berpotensi menembus level Rp 17.000 per dolar AS pada akhir tahun 2025 akibat dari ketidakpastian global dan kebijakan proteksionisme yang dapat memicu volatilitas tinggi.
Kemudian juga kenaikan pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% juga akan dapat menambah tekanan pada daya beli masyarakat, dan tentu ini berpotensi akan memperburuk kondisi lapangan kerja yang sudah sulit.
Disisi lain Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diharapkan dapat meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi dengan adanya ketidakpastian nilai tukar dan inflasi, jelas dapat menghambat pelaksanaannya. Jika nilai tukar rupiah terus melemah, maka biaya proyek akan meningkat, akan mempengaruhi baik anggaran dan waktu penyelesaian.
Selanjutnya rencana program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak sekolah yang telah dialokasikan akan memakan anggaran sebesar Rp 71 triliun dalam RAPBN 2025. Program ini dengan bertujuan memberikan makanan bergizi kepada sekitar 19,47 juta penerima manfaat, termasuk siswa dari berbagai jenjang pendidikan serta ibu hamil dan balita yang berisiko stunting.
Meskipun program ini menjanjikan peningkatan gizi anak dan akan dapat pemberdayaan UMKM, tingkat keberhasilan program ini sangat bergantung sekali pada implementasi program dengan cara yang efektif dan tentunya akuntabel.
Selanjutnya yang perlu diketahui dari adanya struktur kabinet gemuk pada saat ini juga perlu diperhatikan. Dimana dengan kabinet yang terdiri dari 109 anggota ini juga dapat berpotensi memicu persaingan internal dan perebutan akses terhadap program strategis pemerintah. Jelas hal ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada koordinasi antarpihak serta tumpang tindih kewenangan antar kementerian. Selain daripada itu kabinet gemuk ini pada akhirnya dapat menambah beban anggaran negara, baik melalui gaji dan tunjangan menteri serta wakil menteri yang banyak sedemikian banyak. Maka sebaiknya perlu dikaji ulang dengan struktur kabinet yang sekarang apakah tetap atau perlu dilakukan perampingan.
Perampingan struktur kabinet tentu saja dapat meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pemerintahan. Dengan mengurangi jumlah kementerian menjadi lebih ramping, maka pemerintah akan bisa menghemat biaya operasional serta mempercepat pengambilan keputusan. Saat ini, struktur kementerian di Indonesia dinilai sangat banyak yaitu terdapat 34 kementerian, sementara untuk negara-negara lain seperti Korea Selatan memiliki 22 kementerian dan juga Vietnam hanya memiliki 18 kementerian.
Dalam konteks ini, perlu langkah-langkah yang sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia meliputi penguatan kebijakan fiskal yang proaktif untuk menjaga daya beli masyarakat serta memastikan bahwa transparansi dalam pengelolaan anggaran program MBG. Kemudian pemerintah juga perlu untuk meningkatkan investasi dalam pendidikan dan pelatihan guna mempersiapkan tenaga kerja menghadapi perubahan teknologi serta memperkuat infrastruktur kesehatan untuk mendukung program-program sosial seperti makan bergizi gratis.
Sebagai tambahan untuk pencapaian rencana makan bergizi gratis yang mencakup koordinasi antar kementerian untuk memastikan bahwa semua kementerian terkait mampu bekerja sama dalam pelaksanaan program agar tidak terjadi tumpang tindih. Sehingga sangat penting selalu memonitoring dan evaluasi juga penting dengan menyusun sistem pemantauan untuk mengevaluasi efektivitas program secara berkala. Kemudian pendidikan gizi masyarakat perlu dilakukan untuk mengedukasi tentang pentingnya gizi seimbang agar manfaat program dapat maksimal. Selain tentunya kemitraan dengan sektor swasta diperlukan untuk menggandeng perusahaan lokal dalam mendukung penyediaan bahan makanan berkualitas.
Dengan demikian dapat dikatakan adanya keterkaitan antara deflasi, nilai tukar, kebijakan pajak, dan program-program sosial, serta mengetahui bagaimana upaya negara lain dalam bidang ekonomi ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moneter dan fiskal yang bijaksana diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan ini.
Rabu, 1 Januari 2025