Ratu Tribuana Tunggadewi Mempersatukan Nusantara.
Oleh: Merphin Panjaitan.
Pengantar.
Saudaraku, pagelaran dengan lakon, Ratu Tribuana Tunggadewi Mempersatukan Nusantara, bukan sekedar pagelaran kesenian; tetapi lebih dari itu, pagelaran ini sengaja diadakan untuk mendukung gerakan penguatan perempuan. Penguatan perempuan untuk menghentikan ledakan penduduk bumi; karena ledakan penduduk telah mengakibatkan kerusakan bumi; dan kerusakan bumi mengancam kehidupan segala mahluk, termasuk kehidupan manusia. Oleh kaena itu, sebelum saudara ikut serta dalam pagelaran ini, atau ikut menjadi penonton, saya anjurkan saudara mempelajari terlebih dahulu, hubungan antara ledakan penduduk dengan kerusakan bumi dan penguatan perempuan; dan tulisan tentang itu saya tampilkan dalam pengantar ini. Selamat membaca.
Ledakan Penduduk, Kerusakan Bumi, Dan Penguatan Perempuan.
Ledakan penduduk disebabkan banyak perempuan beranak cucu terlalu cepat dan terlalu banyak, yang antara lain diakibatkan banyak perkawinan perempuan pada usia dini; akibatnya rata-rata perempuan melahirkan bayi terlalu banyak. Data BPS: Pada tahun 2013, usia perempuan melangsungkan perkawinan pertama kalinya: Usia 10-15 : 11,00 %; Usia 16-18 : 32,19 %; Usia 19-24 : 43,95 %; Usia 25 + : 12,86 %. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2020: usia perempuan melangsungkan perkawinan pertama kalinya: 10 – 15 tahun: 8, 19 %. 16 – 18 tahun: 26, 55 %. 19 – 24 tahun: 48, 59 %. 25 tahun ke atas: 16, 67 %. Data di atas memperlihatkan, usia perkawinan pertama perempuan Indonesia terlalu banyak pada usia dini. Pada tahun 2013, 12, 86 % kawin pada usia 25 tahun ke atas, dan pada tahun 2020, meningkat menjadi 16, 67 %; dan selebihnya kawin pada usia 24 tahun ke bawah. Data ini memperlihatkan terlalu banyak perempuan Indonesia yang kawin pada usia terlalu muda, yang tentunya mengakibatkan perempuan Indonesia terlalu banyak melahirkan bayi; dan terjadilah peningkatan angka pertumbuhan penduduk; selanjutnya diikuti dengan ledakan penduduk. Sekarang ini ledakan penduduk terjadi di lingkup dunia dan di Indonesia.
Pada tahun 2020 penduduk Indonesia berjumlah 270 juta dengan pertumbuhan penduduk 1,25 % pertahun.
Dua juta tahun lalu, diperkirakan penduduk Bumi kurang dari 1 juta; awal Revolusi Pertanian, 12000 tahun lalu, diperkirakan tidak lebih dari 10 juta. Pada awal Masehi penduduk Bumi diperkirakan sekitar 250 juta jiwa, dan pada tahun 1830: 1 M. Selanjutnya penduduk dunia bertumbuh dengan cepat, pada tahun 1930: 2 M, 1960: 3 M, 1975: 4 M, 1986: 5 M, 1990: 5,3 M, 2000: 6,1 M, 2010: 6,9 M, 2015: 7,3 M, 2019: 7,7 M. Data ini memperlihatkan ledakan penduduk bumi, pada tahun 1930 penduduk bumi 2 M, dan pada tahun 2023 meledak menjadi sekitar 8 M dengan pertumbuhan penduduk 1 % per tahun; meningkat menjadi empat kali lipat dalam waktu kurang dari satu abad. Ledakan penduduk bumi, terutama diakibatkan masih tingginya pertumbuhan penduduk di Asia, Amerika Selatan dan Afrika; dan hal ini diakibatkan banyaknya perkawinan perempuan pada usia dini.
Di Indonesia juga terjadi ledakan penduduk, pada tahun 1930 penduduk Indonesia sekitar 60 juta, 1960: 87,79 juta, 1970: 114,8 juta, 1980: 147,5 juta, 1990: 181,4 juta, 2000: 211,5 juta, 2010: 242,5 juta, dan pada 2020: 270 juta. Sebagai perbandingan, penduduk Amerika Serikat tahun 1960: 187,7 juta, 1970: 205,1 juta, 1980: 226,5 juta, 1990: 250,1 juta, 2000: 282,2 juta, 2010: 309,3 juta, dan 2017: 325,7 juta. Pertumbuhan penduduk Amerika Serikat sudah sangat rendah, dan inipun terutama akibat kedatangan migran dari negara lain. Penduduk Rusia pada tahun 1960: 119,9 juta, 1970: 130,4 juta, 1980: 139 juta, 1990: 148,3 juta, 2000: 146,6 juta, 2010: 142,8 juta, dan tahun 2017: 144,5 juta. Pertumbuhan penduduk Rusia sudah di sekitar 0 % pertahun. Pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi, pada 1971 – 1980: 2, 31 % per tahun; 1980 – 1990: 1, 98 % per tahun; 1990 – 2000: 1, 45 % per tahun; 2000 – 2010: 1, 49 % per tahun; 2010 – 2020: 1, 25 % per tahun.
Pertumbuhan penduduk dunia pada awalnya sangat lambat, tetapi setelah Revolusi Industri, penduduk dunia bertumbuh dengan sangat cepat, sehingga sekarang ini kita mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang terlalu cepat ini, kalau tidak bisa dikendalikan, akan mengancam kehidupan segala ciptaan di muka bumi ini, termasuk kehidupan manusia dan bumi itu sendiri.
Dua juta tahun lalu, diperkirakan penduduk Bumi kurang dari 1 juta; awal Revolusi Pertanian, 12000 tahun lalu, diperkirakan tidak lebih dari 10 juta. Pada awal Masehi penduduk Bumi diperkirakan sekitar 250 juta jiwa, dan pada tahun 1830: 1 M. Selanjutnya penduduk dunia bertumbuh dengan cepat, pada tahun 1930: 2 M, 1960: 3 M, 1975: 4 M, 1986: 5 M, 1990: 5,3 M, 2000: 6,1 M, 2010: 6,9 M, 2015: 7,3 M, 2019: 7,7 M. Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, disertai dengan kemajuan industri dan ketamakan manusia, mendorong eksploitasi bumi melebihi kemampuannya regenerasi, dan kondisi ini mengancam keberadaan manusia, mahluk hidup lainnya dan bumi itu sendiri.
Pertumbuhan penduduk Indonesia juga sangat cepat; pada tahun 19930 penduduk Indonesia sekitar 60 juta, 1960: 87,79 juta, 1970: 114,8 juta, 1980: 147,5 juta, 1990: 181,4 juta, 2000: 211,5 juta, 2010: 242,5 juta, dan pada 2020: 270 juta. Pertumbuhan penduduk Indonesia di masa orde baru sempat turun, dari 2, 31 % menjadi 1, 45 %, tetapi di era reformasi naik lagi menjadi 1, 49 %. 1971 – 1980: 2, 31 % per tahun; 1980 – 1990: 1, 98 % per tahun; 1990 – 2000: 1, 45 % per tahun; 2000 – 2010: 1,49 % per tahun; 2020 – 2020: 1,25 % per tahun. Ledakan penduduk bumi menghabiskan terlalu banyak sumberdaya bumi, milik generasi sekarang dan generasi mendatang. Hewan dan tumbuhan berkurang dengan cepat, dan kalau manusia tidak mampu menahan diri, suatu waktu nanti manusia kesepian di muka bumi ini. Ledakan penduduk mengakibatkan kerusakan bumi, seperti: kerusakan hutan, tanah kritis, sungai dan danau yang menyempit dan dangkal.
Emil Salim dalam bukunya berjudul Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi mengungkapkan sebagai berikut: Selama 200 tahun lalu negara- negara di dunia membangun dengan merusak satu Bumi ini. Sejak revolusi industri hingga sekarang energi yang menggerakkan pembangunan dunia menggunakan minyak bumi dan batubara yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi kepadatannya naik dari 280 parts per million (ppm) sebelum revolusi industri(1780) naik menjadi 380 ppm (2008). Kepadatan GRK ini merupakan “selimut” yang membungkus Bumi. Semakin tebal “selimut”, semakin “panas” suhu bumi..
Berita kerusakan bumi tampil dalam media massa, seperti perubahan iklim; polusi udara, sungai, danau dan laut; banjir dan longsor; keringan dan kekurangan air bersih; banyak jenis hewan dan tumbuhan punah. Semua ini menggambarkan bumi sedang mengalami krisis berat, dan krisis ini cepat atau lambat akan mengancam keberadaan mahluk hidup, termasuk manusia.
Bumi sedang mengalami krisis multidimensi, antara lain: krisis lingkungan, krisis energi, dan terutama krisis pola pikir dan perilaku manusia itu sendiri. Krisis multidimensi ini terutama diakibatkan, ledakan penduduk bumi dan ledakan kemakmuran segelintir manusia. Ledakan penduduk bumi membuat manusia penghuni bumi terlalu banyak; dan penduduk yang banyak ini menghabiskan terlalu banyak sumberdaya bumi; membuang terlalu banyak limbah. Ledakan kemakmuran mendorong industri memproduksi terlalu banyak barang dan jasa; dan proses produksi ini mengeksploitasi bumi secara berlebihan, melebihi kemampuan bumi regenerasi; dan juga membuat polusi udara, air dan tanah. Berbagai ancaman terhadap bumi muncul bersamaan; ancaman lokal dan regional, seperti desertifikasi, penggundulan hutan, limbah beracun, dan pengasaman; secara global muncul ancaman perubahan iklim, menipisnya lapisan ozon, dan banyaknya spesies yang punah. Ancaman bergerak cepat, lebih cepat dari kendali manusia; dan ancaman paling mengerikan terhadap kehidupan di bumi ini, barangkali adalah ancaman perang nuklir, yang sampai sekarang, manusia baru mampu menundanya; mahluk berpikir yang bernama manusia itu belum mampu melenyapkan senjata nuklir yang dia buat sendiri.
Pada akhirnya kita sampai pada kesimpulan, bahwa ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup segala mahluk di bumi, termasuk manusia, datang dari pola pikir dan perilaku manusia sendiri; dan oleh karena itu, agar manusia mau dan mampu mengatasi ancaman global ini, manusia harus mampu mengubah pola pikir dan perilakunya. Ledakan penduduk harus segera dihentikan; usia perkawinan perempuan harus segera ditingkatkan; perkawinan pertama perempuan Indonesia pada usia 25 tahun ke atas ditingkatkan menjadi minimal 90 %. Perkawinan perempuan pada usia dini, selain mengakibatkan setiap perempuan melahirkan terlalu banyak bayi, juga mengakibatkan karir
dan posisi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara terlalu rendah, tidak seimbang dengan laki-laki. Rendahnya posisi dan peran perempuan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan ikut menyebabkan banyaknya bayi yang dilahirkan setiap perempuan; perempuan rumahan cenderung melahirkan banyak bayi, sebaliknya wanita karir tidak menghendaki banyak bayi karena akan menghambat perjalanan karirnya.
Penguatan perempuan adalah upaya terencana meningkatkan pengetahuan dan intelektual perempuan agar mencapai posisi dan karir yang seimbang dengan laki-laki, baik dalam kehidupan keluarga, kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Perempuan dan laki-laki memiliki potensi intelektual yang sama; perempuan dan laki-laki memiliki hak asasi manusia yang sama; perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, dan jumlahnya hampir sama. Banyak perempuan tidak mendapat kesempatan mengembangkan pengetahuan dan intelektualnya, karena dikondisikan seperti itu oleh masyarakat dan negara; seolah-olah kehidupan di luar rumah hanya menjadi hak laki-laki. Pola pikir dan sikap ini justru menghambat kemajuan masyarakat dan negara, karena banyak perempuan cerdas tidak mendapat kesempatan, sementara banyak laki-laki berkemampuan biasa-biasa saja mendapat jabatan tinggi.
Penguatan perempuan dengan mendayagunakan semua potensi kekuatan bangsa secara optimal, baik laki-laki maupun perempuan; menurunkan angka pertumbuhan penduduk; dan mewujudkan kesetaraan gender. Posisi, peranan dan karir perempuan ditingkatkan dengan cepat, hingga pada 2045 posisi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan menjadi berimbang. Dan untuk menjalankan strategi ini, perkawinan perempuan pada usia terlalu muda harus dikurangi secepatnya, hingga pada tahun 2045 lebih dari 80 % perempuan kawin pada usia 25 tahun ke atas; karir dan posisi perempuan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan ditingkatkan menjadi sejajar dengan laki-laki; dan untuk ini negara dan masyarakat luas harus kerja keras; kaum laki-laki harus mau mengerti dan mendukung; karena semuanya ini untuk kebaikan dan kemajuan bersama masyarakat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.
Untuk mendukung percepatan penundaan usia perkawinan perempuan, kepada perempuan yang hingga usia 25 tahun belum kawin dan belum pernah melahirkan, Pemerintah memberi bantuan dana, misalnya Rp. 50 juta,- per orang. Dengan kebijakan seperti ini, usia perkawinan di Indonesia akan segera meningkat; dan dengan demikian diperkirakan angka pertumbuhan penduduk akan turun dengan cepat; dan diharapkan pada tahun 2045 angka pertumbuhan penduduk Indonesia turun menjadi 0,5 % pertahun, dan pada tahun 2070 turun lagi menjadi 0 % per tahun.
Penguatan perempuan akan lebih mudah kalau banyak perempuan menduduki jabatan di pemerintahan dan di perusahaan swasta; dalam kehidupan kemasyarakatan, termasuk dalam dunia bisnis, posisi dan peran perempuan dan laki-laki, dengan sengaja dibuat seimbang.
Sebaiknya dalam Pilkada 2024, sekitar 50 % gubernur, bupati dan walikota terpilih adalah perempuan, demikian pula dalam pemilihan kepala desa dan pengangkatan lurah. Saya pikir, perlu diperjuangkan agar pada Pilpres 2029, seorang perempuan terpilih menjadi Presiden RI,
demikian pula pada Pilpres selanjutnya, sehingga Indonesia bisa memiliki tambahan Presiden perempuan lima orang berturut-turut.
Saya pikir, batas kemampuan bumi menyediakan kehidupan yang layak bagi manusia adalah sekitar 4 M; dan oleh karena itu, angka pertumbuhan penduduk Bumi harus kita turunkan secara bertahap hingga penduduk Bumi hanya sekitar 4 M; dan cara yang paling manusiawi untuk mencapai penduduk Bumi sekitar 4 M orang adalah dengan menunda usia perkawinan perempuan.
Jumlah manusia Bumi yang 4 M orang ini bisa kita tingkatkan lagi suatu waktu nanti, setelah manusia menemukan Bumi Kedua, Bumi Ketiga, dan seterusnya; dan manusia bisa hidup di sana, dan dengan demikian, kelebihan penduduk Bumi bisa dipindahkan ke Bumi Kedua, Bumi ketiga, dan seterusnya.
Saya pikir, sudah tiba waktunya, masyarakat manusia menyelenggarakan satu Negara Bumi. Ternyata banyak negara-negara bangsa yang gagal menjalankan fungsinya menjamin pemenuhan hak asasi manusia di wilayah kekuasaannya. Negara Dunia, sebagaimana negara bangsa diberi wewenang memaksakan keputusannya dengan penggunaan kekerasan di seluruh wilayahnya. Kewenangan tersebut meliputi antara lain, penghentian ledakan penduduk bumi, misalnya dengan kewenangan mengadili dan memenjarakan laki-laki yang mengawini perempuan pada usia di bawah 25 tahun. Mengatur dan menertibkan penggunaan sumberdaya bumi untuk pelestarian bumi; menegakkan hukum dan menjaga ketertiban dunia; mengadili para pelanggar hukum dunia; mewujudkan keadilan antar negara-bangsa; mencari dan menemukan Bumi Kedua, Bumi Ketiga, dan seterusnya.
Daftar Pustaka.
Panjaitan, Merphin, 2021, Revolusi Indonesia Menuntaskan Sejarahnya, Jakarta, Penerbit Jala Permata Aksara.
PBB, 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 1948.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.
Sejarah Nasional Indonesia, 2010, Penerbit Balai Pustaka.
***
Ratu Tribuana Tunggadewi dan ibunya Gayatri Rajapatni.
Ratu Tribuana Dewi adalah raja ketiga Majapahit menggantikan Raja Jayanagara; memerintah dari tahun 1328 sd 1350 M; sebelum menjadi raja Majapahit bernama Dyah Gitarya dan bertugas sebagai Bhre Kahuripan. Tribuana Tunggadewi anak Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni; cucu Raja Kertanegara, raja terakhir Singosari; memiliki adik perempuan bernama Dyah Wiyat dan seorang saudara tiri bernama Jayanegara.
Raja Jayanagara, raja kedua Majapahit, tidak memiliki anak, dan wafat pada tahun 1328. Setelah Raja Jayanagara wafat, tahta kerajaan seharusnya turun ke Gayatri Rajapatni; tetapi karena Gayatri telah menjadi biksuni Buddha, Gayatri menunjuk putri sulungnya Diyah Gitarya menjalankan mandat tersebut sebagai raja ketiga Majapahit, dan kemudian dikenal sebagai Ratu Tribuana Tunggadewi; sebelum dilantik menjadi raja, Diyah Gitarya kawin dengan Cakradara.
Selama pemerintahan Raja Jayanagara, di Majapahit sering terjadi pemberontakan; Ratu Tribuana Tunggadewi mewarisi Majapahit yang penuh pemberontakan dan tidak stabil. Untuk melihat kesetiaannya, Ratu Tribuana Tunggadewi memanggil semua pimpinan daerah bawahan Majapahit; utusan Sadeng dan Keta tidak ada yang datang. Pada tahun 1331 M, Sadeng dan Keta memberontak; Ratu Tribuana Tunggadewi memimpin langsung prajurit Majapahit memadamkan pemberontakan tersebut.
Ratu Tribuana Tunggadewi bertekad melanjutkan politik Nusantara yang telah dimulai oleh kakeknya Raja Kertanegara, Raja terakhir Singosari. Ratu Tribuana Tunggadewi bergerak cepat mempersatukan dan memperkuat Majapahit, antara lain dengan membangun kekuatan armada laut; kemudian melanjutkan politik Nusantara, diawali dengan menata kembali reruntuhan Singosari, dibawah kekuasaan Imperium Majapahit.
Imperium Majapahit menggunakan Sistem Politik Mandala; bersatu dibawah naungan Imperium Majapahit secara bersama menghadapi intervensi militer dari luar. Negara bawahan Majapahit otonom dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya masing-masing; otonom dalam menentukan pemimpinnya; otonom di bidang kebudayaan. Tidak semua wilayah bawahan Majapahit tunduk karena tekanan militer; Majapahit menggunakan sistem politik Mandala, yang pada periode klasik sangat umum di Asia Tenggara dan Indo China. Sistem politik Mandala adalah sekelompok wilayah merdeka yang menggabungkan diri dalam satu kemaharajaan; wilayah-wilayah ini memperoleh perlindungan dari sang maharaja, dengan menyatakan kesetiaan dan mengirim upeti setiap tahun.
Imperium Majapahit menggunakan sistem Mandala; wilayah Majapahit dibagi menjadi tiga mandala; mandala pertama adalah ibukota; mandala kedua adalah mancanegara yang terdiri dari pulau Jawa, Madura dan Bali; mandala ketiga adalah Nusantara yang terdiri dari pulau- pulau di luar Jawa, Madura dan Bali. Mandala Nusantara terdiri dari Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau di Timur hingga Papua. Mandala ketiga memiliki otonomi, menjalankan sendiri pemerintahannya; memilih sendiri para pemimpinnya;
menjalankan kebudayaannya sendiri; mandala ketiga adalah wilayah-wilayah yang secara sukarela menyatakan bagian dari Imperium Majapahit; menyatakan kesetiaan kepada Majapahit, dan mengirim upeti setiap tahun; wilayah-wilayah otonom ini memperoleh perlindungan dari Majapahit.
Gayatri Rajapatni adalah ibu Tribuana Tunggadewi; istri Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit; putri bungsu Raja Kertanegara, Raja terakhir Singosari; dan nenek Hayam Wuruk. Gayatri Rajapatni melihat kesungguhan hati dan kerja keras ayahnya, Prabu Kertanegara, raja terakhir Singosari, menjalankan politik Nusantara, antara lain dengan mengirim Ekspedisi Pamalayu, dibawah pimpinan Kebo Anabrang. Pada waktu pemberontakan Jayakatwang; Raja Kertanagara mati terbunuh; Gayatri Rajapatni, disamping mayat ayahnya, bersumpah akan mempersatukan kembali kepingan Singosari yang dihancurkan Jayakatwang.
Gayatri Rajapatni mendampingi Raden Wijaya memerintah Majapahit, bersama-sama mereka menyusun kembali reruntuhan Singasari.
Setelah Raja Jayanagara wafat pada tahun 1328, seharusnya penggantinya adalah Gayatri Rajapatni, karena Raja Jayanagara tidak memiliki anak. Tetapi pada waktu itu, Gayatri telah menjadi biksuni Buddha; dan ia memberikan mandat tersebut kepada puri sulungnya; dan Ratu Tribuana Tunggadewi menjadi raja ketiga Majapahit, menjalankan mandat dari ibunya. Gayatri Rajapatni menjadi mentor politik Tribuana Tunggadewi, Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
Gayatri Rajapatni adalah pemikir politik dibalik kejayaan Majapahit; mendampingi Ratu Tribuana Tunggadewi menjalankan politik Nusantara, yang mempersatukan Nusantara dengan sistem politik Mandala. Gayatri Rajapatni wafat pada tahun 1350; dan setelah Gayatri Rajapatni wafat, Ratu Tribuana Tunggadewi menganggap mandatnya telah selesai; beliau turun tahta dan mengangkat putranya Hayam Wuruk menjadi raja keempat Majapahit.
Pagelaran:
Ratu Tribuana Tunggadewi Mempersatukan Nusantara.
I. Pembukaan: 20 menit. Ucapan selamat datang oleh MC. Tarian Persaudaraan Nusantara oleh penari perempuan. Kata Sambutan Ketua Panitia Penyelenggara.
Latar belakang pagelaran, dibacakan oleh seorang narator perempuan, dengan diiringi Tarian Politik Nusantara.
Saudaraku sebangsa dan setanah air, rekan-rekan pejuang penguatan perempuan Indonesia; dua juta tahun lalu, diperkirakan penduduk bumi kurang dari 1 juta; pada awal Revolusi Pertanian sekitar 12.000 tahun lalu, diperkirakan tidak lebih dari 10 juta; dan pada awal Masehi diperkirakan sekitar 250 juta jiwa. Tahun 1830 penduduk bumi 1 M dan meningkat menjadi 2 M pada tahun 1930; selanjutnya penduduk bumi meledak menjadi 8 M pada tahun 2023; meningkat menjadi empat kali lipat dalam waktu kurang dari satu abad.
Penduduk Indonesia pada tahun 1930 sekitar 60 juta orang, tahun 2020 meledak menjadi 270 juta, dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat lagi menjadi 300 juta orang.
Ledakan penduduk mengakibatkan kerusakan bumi, seperti: kerusakan hutan, tanah kritis, sungai dan danau yang menyempit dan dangkal; terjadi perubahan iklim, polusi udara, sungai, danau dan laut; banjir dan longsor, kekeringan dan kekurangan air bersih; banyak jenis hewan dan tumbuhan punah. Semua ini menggambarkan bumi sedang rusak berat; kerusakan bumi mengancam kehidupan segala mahluk; tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri. Hewan dan tumbuhan berkurang dengan cepat, dan kalau manusia tidak mampu menahan diri, suatu waktu nanti manusia hidup kesepian di bumi ini.
Manusia menyadari, bahwa kehadirannya di bumi ini adalah untuk memelihara kehidupan segala ciptaan; kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya. Tanah, bukit, gunung dan lembah; air, danau, sungai, rawa dan laut; hutan dan semak belukar; serta udara, berhak mempertahankan keutuhannya; manusia harus siap hidup bersama dengan bumi dan segala isinya. Daya dukung bumi terbatas; manusia harus belajar membatasi diri, termasuk membatasi jumlahnya; ledakan penduduk bumi harus segera dihentikan; dan cara paling tepat untuk menghentikan ledakan penduduk bumi adalah dengan penguatan perempuan.
Penguatan perempuan adalah segala upaya meningkatkan kemampuan perempuan untuk mewujudkan keseimbangan posisi, peran dan karir perempuan dengan laki-laki, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, ataupun negara. Perempuan dan laki-laki memiliki hak
asasi manusia yang sama; memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan; memiliki potensi intelektual yang sama; dan jumlahnya juga hampir sama. Banyak perempuan tidak mendapat kesempatan mengembangkan kemampuan intelektualnya, karena dikondisikan seperti itu; seolah-olah kehidupan di luar rumah hanya milik laki-laki. Banyak perempuan cerdas tidak mendapat kesempatan; bersamaan dengan itu, banyak laki-laki berkemampuan rendah menduduki jabatan tinggi. Penguatan perempuan juga didukung penundaan usia kawinnya; dan untuk mendukung percepatan penundaan usia perkawinan perempuan, kepada perempuan yang hingga usia 25 tahun belum kawin dan belum pernah melahirkan, Pemerintah sebaiknya memberi bantuan dana, misalnya Rp. 50 juta,- per orang.
Penguatan perempuan akan lebih mudah kalau banyak perempuan menduduki jabatan dalam pemerintahan, masyarakat dan dunia bisnis. Mari kita perjuangkan, agar pada Pilpres 2029, seorang perempuan terpilih menjadi Presiden RI, demikian pula pada Pilpres berikutnya, sehingga Indonesia bisa memiliki tambahan Presiden perempuan lima orang berturut-turut. Dan dengan strategi ini kita bisa berharap pada tahun 2045, angka pertumbuhan penduduk Indonesia turun menjadi sekitar 0 % pertahun.
Dalam rangka penguatan perempuan Indonesia, akan diselenggarakan berbagai pertunjukan senibudaya yang menampilkan tokoh-tokoh perempuan Indonesia, antara lain Ratu Sima, Ratu Tribuana Tunggadewi dan R.A. Kartini. Hari ini, kita akan menyaksikan pagelaran Ratu Tribuana Tunggadewi Mempersatukan Nusantara. Suatu bagian sejarah Indonesia yang memperlihatkan kerja keras Majapahit mempersatukan Nusantara, dibawah kepemimpinan Ratu Tribuana Tunggadewi.
Selamat menyaksikan saudaraku, semoga pagelaran ini bermanfaat bagi kemajuan kita semua; Indonesia menjadi kuat, bersatu, mandiri, terhormat, adil dan makmur.
II. Selingan Pertama: 15 menit.
Penyanyi dan penari perempuan menyanyikan lagu-lagu perjuangan kemerdekaan Indonesia dan berbagai tarian Nusantara. Kemudian, semua pemain naik ke atas panggung dengan membawa bendera Merah Putih.
III. Babak Pertama: 30 menit. Lokasi: Istana Majapahit.
Dimulai dengan pembacaan biografi Ratu Tribuana Tunggadewi oleh seorang narator perempuan, dengan latar belakang tarian perang Majapahit. Raja Jayanagara, raja kedua Majapahit, telah mangkat. Gayatri Rajapatni, istri Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, yang masih hidup, menggelar pertemuan keluarga untuk menentukan pengganti Raja Jayanagara.
Gayatri Rajapatni juga menggunakan pertemuan ini untuk menjelaskan tugas dan tanggungjawab Majapahit, melanjutkan Politik Nusantara yang telah dimulai kakeknya Ratu
Tribuana Tunggadewi, Prabu Kertanegara, raja terakhir Singasari. Politik Nusantara adalah suatu idologi yang menghendaki Kepulauan Nusantara menjadi satu dalam suatu Imperium; dengan demikian cukup kuat menghadapi ancaman dari luar Nusantara, antara lain ancaman Raja Kubilai Khan dari daratan Tiongkok. Kepulauan Nusantara hendaknya berada dalam satu geopolitik, yang kuat dan mandiri. Dalam babak pertama ini, Ratu Tribuana Tunggadewi memanggil semua pimpinan daerah bawahan Majapahit, untuk melihat kesetiaan mereka terhadap Majapahit; ternyata, utusan dari Sadeng dan Keta tidak hadir.
Gayatri Rajapatni, menanyakan pendapat Patih Amangkubumi Arya Tadah dan Gajah Mada; kedua tokoh ini tidak menjawab pertanyaan Gayatri Rajapatni, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan Gayatri Rajapatni. Gayatri Rajapatni, yang seharusnya menjadi pengganti Raja Jayanagara telah menjadi pertapa Buddha; Gayatri menunjuk putri sulungnya Dyah Gitarja menjalankan mandat Gayatri Rajapatni menjadi raja ketiga Majapahit. Ratu Tribuana Tunggadewi memerintah Majapahit dari 1328 sd 1350 M; didampingi mentor politiknya, Gayatri Rajapatni.
IV. Selingan Kedua: 10 menit.
Menampilkan tokoh-tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah memberi dukungan terhadap gerakan penguatan perempuan, penghentian ledakan penduduk dan pemeliharaan bumi. Dilanjutkan dengan tortor Sinanggartulo, untuk mengumpulkan saweran dari penonton; saweran digunakan untuk biaya penguatan perempuan; semua sinden berdiri menerima saweran dari penonton.
V. Babak Kedua: 30 menit. Lokasi: Sadeng dan Keta. Ratu Tribuana Tunggadewi memimpin pasukan Majapahit menaklukkan Sadeng dan Keta. Ratu berperan sebagai panglima perang, didampingi Adityawarman, saudara sepupunya yang berdarah Jawa Melayu, sebagai panglima lapangan. Gajah Mada dan Ra Kembar, yang tadinya bersaing menunjukkan kemampuan memadamkan pemberontakan Sadeng dan Keta, untuk mendapatkan jabatan Patih Amangkubumi, akhirnya juga harus ikut bergerak ke lapangan pertempuran dan mematuhi perintah Ratu Tribuana Tunggadewi.
Sadeng dan Keta dapat ditaklukkan; rasa percaya diri pasukan Majapahit meningkat; kesetiaan pejabat Majapahit kepada Ratunya juga bertambah; kepercayaan masyarakat kepada Ratu meningkat. Kelemahan Raja Jayanagara, raja kedua Majapahit, digantikan kebijaksanaan dan kekuatan Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit; gerakan politik Nusantara mulai bergulir kembali. Penyatuan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit yang menggunakan Sistem Politik Mandala, bergerak lebih cepat dan terarah.
VI. Selingan Ketiga: 10 menit.
Penyanyi dan penari perempuan membawakan lagu-lagu dan tarian Nusantara bertema Bumi Lestari.
VII. Babak Ketiga: 30 menit. Lokasi: Istana Majapahit.
Ratu Tribuana Tunggadewi menjelaskan kembali Politik Nusantara; dan memerintahkan Gajah Mada dan prajurit Majapahit untuk bergerak ke seluruh Nusantara, mempersatukan Kepulauan Nusantara di bawah Imperium Majapahit yang merdeka, kuat, mandiri dan terhormat. Imperium Majapahit menggunakan Sistem Politik Mandala; bersatu dibawah naungan Imperium Majapahit secara bersama menghadapi intervensi militer dari luar. Negara bawahan Majapahit otonom dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya masing2; otonom dalam menentukan pemimpinnya; otonom di bidang kebudayaan. Setia kepada Majapahit dan membayar upeti setiap tahun; sebagai imbalannya, Majapahit melindungi negara bawahan tersebut dari gangguan yang datang dari dalam dan dari luar negara bawahan tersebut.
Ratu Tribuana Tunggadewi mengangkat Gajah Mada menjadi Patih Amangkubumi; menunjuk Adityawarman menjadi Raja Bawahan di Sumatera, mempersatukan sisa-sisa Sriwijaya dan Dhamasraya di bawah naungan Majapahit.
Dalam satu pertemuan khusus, Ratu Tribuana Tunggadewi memerintahkan Mahapatih Gajah Mada beserta semua prajurit Majapahit menaklukkan beberapa wilayah tertentu di Nusantara dan sekitarnya; menjadikannya mandala Majapahit, yaitu wilayah bawahan Majapahit yang memiliki otonomi di daerahnya masing2. Perintah Ratu Tribuana Tunggadewi ini disambut setia oleh Gajah Mada, dengan secara terbuka menyatakan Sumpah Amukti Palapa dihadapan Ratu Tribuana Tunggadewi. Mahapatih Gajah Mada dan pasukan Majapahit menjalankan sumpah tersebut; Majapahit mempersatukan Nusantara dan sekitarnya dan berkembang menjadi Imperium besar dan kuat; Majapahit mampu menghadapi ancaman dari imperium lain di sekeliling Nusantara.
Wilayah2 mandala menyatakan setia kepada Majapahit, setiap tahun mengirim upeti ke Majapahit; Majapahit melindungi keamanan wilayah Mandala terhadap gangguan dari dalam dan dari luar. Keberadaan gong Majapahit hampir di seluruh Nusantara dan sekitarnya, barangkali adalah suatu bukti, bahwa wilayah tersebut pernah menjadi mandala Majapahit.
VIII. Penutup: 5 menit, dibacakan oleh MC.
Saudaraku semua, terima kasih untuk waktu dan perhatian saudara; mari kita teruskan perjuangan ini, memperkuat perempuan Indonesia sekaligus menghentikan ledakan penduduk bumi. Menjamin kelestarian bumi; memelihara segala mahluk hidup, tumbuhan, hewan dan mikro organisme; menjaga keselarasan dan keutuhan segala ciptaan. Manusia menjalankan tugasnya menatalayani bumi dan segala isinya, demi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta, damai sejahtera manusia, dan keutuhan segala ciptaan.
Perempuan Indonesia harus menjadi cerdas dan kuat, seimbang dengan laki-laki; karena, kalau perempuan Indonesia tetap lemah seperti sekarang ini, ledakan penduduk Indonesia akan terus berlanjut, dan diperkirakan pada tahun 2100 penduduk Indonesia akan meledak menjadi 540 juta, dua kali lipat penduduk Indonesia pada tahun 2020. Akibatnya, bumi Indonesia dihuni terlalu banyak manusia melarat dan kelaparan, hidup di bumi yang rusak; kebanyakan manusia, tetapi kekurangan tumbuhan dan hewan; manusia Indonesia mengalami kesepian di negerinya sendiri.
Kita berharap partai politik bersedia mencalonkan perempuan Indonesia menjadi Capres pada Pilpres 2029; tentu akan lebih baik, kalau dalam Pilpres 2029 semua Capres adalah tokoh perempuan, sehingga bisa dipastikan, Presiden Terpilih dalam Pilprres 2029 adalah seorang perempuan. Dan, akan lebih baik lagi bagi Republik Indonesia, kalau dalam Pilpres selanjutnya, tokoh perempuan selalu terpilih menjadi Presiden RI; hingga Indonesia secara berturut-turut dipimpin lima orang Presiden perempuan.
Selamat berjuang saudaraku, Tuhan memberkati kita semua, Tuhan memberkati Indonesia.
Mengakhiri pagelaran ini, semua pemain, narator, mc, semua personal panitia pnyelenggara, dan Pengurus Nasional PPKN tampil di panggung memberi penghormatan kepada penonton.
Waktu:
Pembukaan 20 menit, cerita 90 menit, selingan 35 menit, penutup 5 menit; total 150 menit.
***
Merphin Panjaitan adalah Penulis buku Peradaban Gotongroyong, Tuhan Memberkati Indonesia dan Revolusi Indonesia Menuntaskan Sejarahnya. Tahun 1985 sd 1997 bertugas sebagai Manggala Non-organik di BP7 Pusat; tahun 2002 sd 2017 melayani sebagai Penatua di GPIB Pasar Minggu; tahun 2015 sd 2020 dipercaya sebagai Ketua Komisi Pekabaran Injil di PGIW DKI Jakarta. Tinggal di Kel. Srengseng Sawah, Kec, Jagakarsa, Jakarta Selatan; no hp 0813 1007 6366.