DPP NCW: Pemilu 2024 Harus Bebas KKN Dan Politik Uang!!
Jakarta, Gramediapost.com
Pesta demokrasi Pemilihan Presiden dan pemilihan anggota legislatif tahun 2024 akan segera berlangsung. Pilpres yang akan berlangsung 14 Februari 2024 seharusnya dilakukan dengan riang gembira dengan tidak mengabaikan netralitas dan jurdil (jujur dan adil) dari penguasa atau pemerintah dalam memperlakukan semua calon presiden dan partai partai yang bertarung pada pesta demokrasi tahun 2004 ini.
Menanggapi hal ini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasional Corruption Watch (NCW) menggelar konferensi pers di Kantor DPP NCW yang berada di bilangan Pancoran Jakarta Selatan, Jumat (2/2/2024).
“Menurut kami di DPP NCW Jika Pemilu atau pesta demokrasi ini tidak dilakukan secara jujur dan adil serta Netralitas dari pemimpin bangsa ini, kami khawatirkan akan terjadi konflik yang tidak dinginkan oleh seluruh rakyat Indonesia,” Ujar Hanif Ketua Umum DPP NCW.
Adanya ucapan Presiden Jokowi terkait dengan presiden dapat memihak kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden karena merupakan pejabat publik dan pejabat politik menurut berbagai kalangan sangat tidak Etis dan merusak tatanan demokrasi yang sudah berjalan baik pasca reformasi 1998.
NCW menilai bahwa ucapan seorang presiden yang tidak akan netral dalam pemilihan presiden tahun 2004 ini jika dikaitkan dengan undang undang nomor tujuh tahun 2017 Secara tertulis tidak melanggar undang undang tersebut.
“Namun yang kami sesalkan adalah ucapan tersebut keluar dari seorang Jokowi yang merupakan presiden republik Indonesia yang masih aktif dan melibatkan anak kandung dari Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Secara etika politik tindakan ini menurut berbagai kalangan pakar dan tokoh bangsa memperlihatkan bahwa Jokowi sangat haus dengan kekuasaan,” kata Hanif.
DPP NCW mendapat banyak aduan masyarakat (dumas) bahwa telah terjadi dugaan intervensi dan intimidasi di kalangan aparat desa dan Aparat pemerintah lainnya yang tidak mendukung Paslon yang diusung oleh penguasa. Pelanggaran pemilu dengan intimidasi ini seperti terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dilaksanakan di berbagai daerah.
DPP NCW bahkan mendapatkan dumas lebih dahsyat lagi, bahwa ada janji-janji manis dari tim kampanye paslon tertentu, jika mencoblos paslon dukungan mereka akan mendapatkan imbalan 500ribu – 1juta rupiah, dengan bukti coblosan di TPS. Politik uang (money politics) ini jika TSM dan dapat dibuktikan merupakan tindak pidana dan dapat menggugurkan paslon yang didukung, mengacu UU No 7 Tahun 2017.
“Kami menghimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan dan melaporkan setiap bujuk rayu politik uang yang bisa dijerat dengan hukuman pidana. Kami tahu bahwa uang sebesar itu sangat berarti bagi masyarakat yang membutuhkan, tapi jika salah pilih dapat mengorbankan nasib seluruh rakyat Indonesia selama 5 tahun ke depan,” lanjut Hanif.
Banyaknya dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang menerpa kabinet Jokowi dan jajaran kepala pemerintah daerah selama 9 tahun terakhir ini, memperlihatkan bahwa sangat lemahnya fungsi pencegahan, pemberantasan dan penindakan kejahatan luar biasa (korupsi) di Indonesia.
Kekhawatiran NCW terhadap politik uang sangat berdasar dengan banyaknya dumas yang menyampaikan ada pendukung salah satu paslon yang jaringan bisnisnya diduga kuat digunakan untuk membiayai kegiatan kampanye paslon tersebut.
“Rakyat sudah cukup muak dengan pelanggaran konstitusi dan etika berpolitik yang dipertontonkan dengan sengaja dan penuh kesombongan oleh tim kampanye paslon yang didukung oleh penguasa oligarki. Ini harus segera dihentikan,” pungkas Hanif.
DPP NCW mencermati penolakan atas pelanggaran konstitusi dan etika berpolitik yang dikumandangkan ratusan guru besar dari Universitas-universitas ternama di Indonesia adalah sebagai bukti telah salah jalannya pemerintah Jokowi memaknai arti demokrasi yang diperjuangkan pasca reformasi 1998.
Terkait viralnya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) saudara R yang diterima melalui dumas NCW sedang didalami DPP NCW dan DPP NCW akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (KPK, Kejagung dan KPK) dan PPATK guna menindaklanjuti aduan masyarakat ini.
“Kami menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi juri dan hakim yang adil dalam menentukan pilihan pemimpin 2024-2029, dan menjadi penegak keadilan dengan melaporkan setiap pelanggaran pemilu yang terjadi di daerah masing-masing,” himbau Hanif menutup pembicaraan.