Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITANasional

Meluasnya Kesenjangan Sosial: Ancaman Terbesar Revolusi Industri 4.0

35
×

Meluasnya Kesenjangan Sosial: Ancaman Terbesar Revolusi Industri 4.0

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Meluasnya Kesenjangan Sosial: Ancaman Terbesar Revolusi Industri 4.0

Jakarta, Gramediapost.com

Example 300x600

Beberapa tahun terakhir, mayoritas negara-negara maju serta negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat telah mengalami penurunan share tenaga kerja secara drastis. Perubahan struktur tenaga kerja terjadi akibat hilangnya pekerjaan yang disebabkan oleh meluasnya inovasi dan teknologi.

“Hilangnya pekerjaan-pekerjaan lama disertai dengan meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja ahli yang tidak serta merta dapat dipenuhi oleh banyak masyarakat,” kata Robertus Robert saat menjadi narasumber pada the 5th Jakarta Geopolitical Forum 2021 yang mengangkat tema “Culture and Civilization: Humanity at the crossroad” secara daring, (21/10).

Dalam uraian Klaus Schwab, lanjut Robert, disebutkan bahwa pengambil keuntungan terbesar dari revolusi indutri keempat adalah para pemodal, industriawan penyedia tenaga intelektual atau modal psikis: para inovator, para penemu, dan shareholder-nya. Kondisi ini menegaskan adanya kesenjangan antara para pekerja dengan para inovator dan para pemilik kapital. Meluasnya ketaksetaraan sosial merupakan ancaman terbesar dari revolusi industri keempat.

“Uraian Schwab ini membawa kita kembali berhadapan dengan persoalan lama, bahwa di dalam sains dan teknologi, masyarakat kita mengalami progres, tapi progresivitas itu mengambil tempat dalam tatanan yang timpang,” kata Robert.

Segala kemajuan sains dan teknologi justru semakin menegaskan dimensi kesenjangan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Begitu pula pada masa pandemi Covid-19, strata dan hirarki kesenjangan antar negara makin terlihat dan menguat. Negara-negara dengan ekonomi yang lebih miskin, sumber daya keuangan yang terbatas, dan sistem kesehatan yang rapuh, sering terjebak dilema antara menyelamatkan nyawa atau menyelamatkan ekonomi.

Sains dan modernitas telah menggantikan ide-ide dominan lama mengenai nasib, kesempatan, dan alam semesta. Hal-hal yang dulu diciptakan manusia sebagai kesempatan dan kemajuan, kini justru berbalik menjadi ancaman.

Teknologi semakin berkembang dalam bentuk yang tidak dapat lagi diperkirakan arah dan ujungnya. Hal ini memungkinan terjadinya kemampuan refleksi historisitas manusia sudah akan dilampaui oleh teknologi. Sehingga suatu saat, teknologi akan mengalami otonomisasi, terasing, dan lepas dari kendali manusia. Kemudian, sedikit demi sedikit, keyakinan manusia akan kemajuan industri akan sama dengan pesimisme manusia akan nasib bumi dan umat manusia di masa depan.

Menurut Gilbert, lanjut Robert, salah satu elemen menghadapi krisis globalisasi yakni melalui penyediaan kesehatan sebagai barang publik atau global. Refleksi solidaritas universal ini diperlukan dalam krisis global yang sedang terjadi, tidak hanya terkait pandemi Covid-19, namun juga untuk mempertahankan planet ini di masa depan.

The 5th Jakarta Geopolitic Forum 2021 yang dibuka oleh Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo ini dilaksanakan secara hybrid pada Kamis dan Jumat, 21 dan 22 Oktober 2021, pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB. Keynote Address acara JGF kali ini adalah Profesor Bambang Brodjonegoro. Selain itu, acara ini juga menghadirkan narasumber terkemuka dari tiga negara yakni, Amerika Serikat, Perancis, dan Indonesia.

Sepuluh narasumber terkemuka tersebut di antaranya, Mr. Rudy Breighton, M. B. A., M. Sc. dari Intercontinental Technology and Strategic Architect Boston; Prof. Dr. Robert W. Hefner, Former Director of the Institute on Culture, Religion, and World Affairs (CURA), Universitas Boston; Prof. Donald K. Emmerson Direktur Southeast Asia Forum (SEAF) di Shorenstein Asia-Pacific Research Center di Stanford University; Dr. Jean Couteau, Antropolog dan Budayawan dari Prancis; Dr. Gita Wirjawan, Patron and Advisory Board of the School of Government and Public Policy (SGPP) dari Indonesia; Dr. Robertus Robert, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia; dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS., Neurosains dari Indonesia; Baskara Tulus Wardaya, Ph.D., Sejarawan Indonesia; dan Dimas Oky Nugroho, Ph.D., Cendekiawan sosial-politik.

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *