Bangun Indonesia, Perlu Pelajari Industri KPOP
Jakarta, Gramediapost.com
Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan dalam membangun industri Korean Pop (K-Pop) di negara tersebut. “Korsel saat ini dipuja-puja di seluruh dunia karena industrinya. K-Pop tumbuh karena ada inovasi dan teknolgi yang dikembangkan, bahkan saat ini produk Korsel seperti kosmetik lebih baik dari produk Eropa dan Amerika Serikat,” kata Philips J Vermonte, Direktur Eksekutif CSIS pada launching buku Menuju Indonesia 2045, Rabu (10/6).
Korsel dan Jepang sebagai negara maju berinvestasi besar pada penelitian. Korea Selatan menginvestasikan 4.1 persen dari PDB, sementara Indonesia hanya 0.1 persen dari PDB.
Korsel dan Jepang, selain berinvestasi besar pada pengeluaran riset, rasio peneliti per penduduk juga besar. “Per satu juta penduduk Indonesia hanya ada 89 peneliti. Korsel per 1 juta penduduk terdapat 6800 peneliti, sementara Jepang 5300,” lanjut Philips. Negara tetangga Malaysia dan Singapura juga mendorong budaya riset di negara tersebut secara sungguh-sungguh. “Bila Indonesia mau berkompetisi dengan negara-negara maju, aspek penelitian dan investasi pada penelitian harus perhatikan, tidak hanya penelitian ekonomi, tapi juga sosial dan budaya untuk mencapai kebijakan yang lebih baik,” lanjut Philips.
Untuk melihat kondisi Indonesia pada tahun 2045, Indonesia harus mengukur relatif terhadap kondisi negara lain. Misalnya seperti Negara-negara Asia saat ini secara nyata sedang mengalami perubahan geo-ekonomi. “Seperti penelitian yang pernah dirilis oleh Bappenas pernah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu demografi Indonesia, kondisi penduduk di wilayah urban, adanya potensi kompetisi sengit, tidak hanya ekonomi, tapi juga geopolitik,” tutur Philips.
Indonesia juga menghadapi tantangan demografi. “Bayangkan pada 2045 Indonesia memiliki 320 juta penduduk. Jumlah lansia meningkat 2045,” kata Philips. Akan ada persoalan penduduk dengan usia tidak produkti pada tahun 2045 akan meningkat. Di Indonesia akan ada 70 persen yang duduk di perkotaan.
Untuk itu menjadi nagara yang unggul pada 2045, Indonesia perlu mengembangkan ekonomi berbasis inovasi. Ini yang dilakukan oleh negara-negara super power, mereka melahirkan inovasi dan teknologi. “Tapi juga jangan terjebak oleh long term conflict yang menghabiskan anggaran begitu besar, sebagaimana pada negara AS,” kata Philips.
Peluncuran buku Indonesia Menuju 2045 melibatkan tiga instansi, yaitu Lemhannas RI, CSIS, dan Kompas. Ini sebagai gambaran bahwa menuju Indonesia unggul pada 2045 bukan semata-mata beban pemreintah, tapi juga melibatkan swasta dan media. Kolaborasi ini untuk mengembangkan kebijakan ini tidak inklusif, tidak hanya lembaga negara tapi juga swasta dan media. Di korsel pihak yang berperan dalam melakukan investasi adalah pihak swasta. “Ini pelajaran, keterlibatan pihak non negara dalam pengembangan inovasi dan teknologi. Negara tidak mengurusi semua. Perlu kotribusi pihak dari luar negara,” kata Philips.
Lauching buku ini berlangsung pada Rabu, 6 Oktober 2021, pukul 15.00 s.d. 18.00 WIB dilaksanakan secara hybrid dengan menghadirkan narasumber terkemuka, di antaranya, Gubernur Lemhannas RI , Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan manusia dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P; Direktur Eksekutif CSIS, Phillips J. Vermonte; serta Direktur Komunikasi Kompas Group, Glory Ojong. Sebagai moderator adalah Tri Agung Kristanto, Wakil Pemred Kompas.
Kegiatan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian dan juga tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Sehingga Indonesia mampu bersaing dengan negara lain untuk mewujudkan generasi emas Indonesia Maju.
***