SETARA Institute: Pam Swakarsa: Alarm Demokrasi dan Upaya Memantapkan Stabilitas Melalui Pendekatan Keamanan.

0
431

SETARA Institute: Pam Swakarsa: Alarm Demokrasi dan Upaya Memantapkan Stabilitas Melalui Pendekatan Keamanan.

 

1. Pembentukan Pam Swakarsa berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa memperlihatkan watak pemerintah yang semakin mengutamakan penggunaan pendekatan keamanan sebagai jawaban atas pelbagai persoalan yang tengah dialami. Penggunaan pendekatan ini menjadi cerminan upaya pemerintah untuk memantapkan stabilitas melalui daya paksa dan tata keamanan tertentu yang justru memicu alarm demokrasi, karena cenderung membatasi kebebasan masyarakat.

2. Pam Swakarsa yang notabene mengemban fungsi kepolisian terbatas, berimplikasi kepada potensi pembenturan sesama masyarakat sipil berpeluang terjadi. Potensi ini tentu tidak muncul dengan sendirinya. Pertama, pengalaman masa reformasi 1998 lalu, ketika PAM Swakarsa kala itu untuk mengamankan Sidang Istimewa di MPR/DPR, kemudian menyerang mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi di Gedung MPR/DPR. Kedua, mengacu kepada salah satu tujuan Pam Swakarsa pada Pasal 2 huruf a Perkap No. 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa yang menyebutkan Pam Swakarsa bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman di lingkungan perusahaan, kawasan dan/atau permukiman. Melalui tujuan ini, potensi perbenturan antarmasyarakat sipil atas nama keamanan dan ketertiban berpeluang terjadi pada konteks konflik korporasi dengan masyarakat setempat yang rentan terjadi dan pengamanan demonstrasi mahasiswa, yang tentu saja akan membawa kembali ingatan kita dengan Pam Swakarsa 1998 dahulu saat peristiwa Sidang Istimewa MPR/DPR.

3. Dengan mengacu pada tujuan Pam Swakarsa tersebut, potensi perbenturan antarmasyarakat semakin terlihat dengan keanggotaan Pam Swakarsa yang terbilang luas. Bukan hanya Satpam dan Satkamling, seperti yang disebutkan pada Pasal 3 ayat (2), tetapi juga yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal berupa Pecalang di Bali, Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Siswa Bhayangkara, dan Mahasiswa Bhayangkara, seperti yang disebutkan Pasal 3 ayat (4) Perkap Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.

Baca juga  Hendardi, Ketua SETARA Institute: Soal Ratna Sarumpaet, *Pemeriksaan M. Amien Rais adalah Proses Hukum Biasa*  

4. Pembentukan Pam Swakarsa ini pada dasarnya menimbulkan kontroversi ditengah publik. Pertanyaan umumnya tentu, seberapa tidak amankah kondisi kita sekarang? Mengingat kita tidak berada dalam kondisi darurat yang berkaitan dengan tertib sosial. Dengan demikian, pada dasarnya justru tidak terdapat urgensi pembentukan Pam Swakarsa. Lebih jauh, ketiadaan jawaban konkret soal ini hanya akan memunculkan dugaan politik akomodir terhadap institusi alat negara oleh pemerintah akan terlihat jelas, sehingga pendekatan keamanan menjadi primadona pemerintah.

5. Dasar hukum pembentukan Pam Swakarsa ini juga dipertanyakan, karena hanya berdasarkan Peraturan Kapolri. Padahal ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri menyebutkan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa sebagai salah satu Pengemban fungsi kepolisian. Pada ayat (2)nya kemudian menyebutkan bahwa pelaksana fungsi kepolisian, termasuk pengamanan Swakarsa, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Sementara Peraturan Kapolri tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian menjadi UU No. 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

6. Perubahan seragam satpam menjadi serupa dengan polisi dan disertai kepangkatan seperti yang diatur dalam Perkap Pam Swakarsa justru berpotensi melahirkan kesewenang-wenangan baru oleh oknum tertentu, seperti meluasnya razia bodong karena Satpam merasa punya kewenangan layaknya Polri. Potensi ini terbuka terjadi didaerah-daerah yang minim informasi perihal kebijakan ini. Alasan perubahan seragam agar tumbuh kebanggaan satpam dan dekat dengan Polri tentu tidak memiliki dasar yang kuat, dan subjektif. Setiap profesi tentu memiliki kebanggaan masing-masing. Kebijakan yang secara tidak langsung mengarah kepada integrasi Satpam ke bawah Polri ini justru mengingatkan kita dengan integrasi Polri dibawah atap ABRI dahulu yang memang terbukti tidak efektif lantaran tupoksi yang berbeda dan memicu pelbagai kecemburuan yang tidak konstruktif untuk perkembangan tiap-tiap institusi.

Baca juga  Shopee Selenggarakan 10.10. Big Mobile Shopping Day untuk Memberikan Sensasi Belanja Online yang Menyenangkan

7. Ketimbang membentuk Pam Swakarsa, memastikan agenda reformasi Polri terus berjalan justru lebih urgent. Pelbagai dugaan praktik penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian terhadap warga sipil menjadi cerminan belum tuntasnya reformasi internal Polri. Praktik-praktik tersebut mencerminkan tengah tumbuh suburnya kultur kekerasan dan kesewenang-wenangan aparat kepolisian dalam melakukan proses hukum. Pelbagai kasus dugaan penyiksaan dan kekerasan oleh Kepolisian tersebut justru menjadi sesuatu yang paradoks, karena Polri yang seharusnya memelihara keamanan, memberikan perlindungan, dan pengayoman terhadap masyarakat, tetapi justru markas kepolisianlah yang menjadi tempat tidak aman bagi warga sipil. Lebih jauh, pelbagai kasus dugaan penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian, mencerminkan motto Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya) tinggal sebatas slogan lantaran kondisi di lapangan 180 derajat berbeda.

Narahubung:
Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, 0822-8638-9295;

Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua SETARA Institute, 0811-819-174.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here